Bentrok di Mesuji
Bara Itu Bernama Mesuji, Rentetan Konflik Berdarah Sejak Tahun 2009 yang Tak Kunjung Usai
"Bara" konflik di kawasan Register 45 Kabupaten Mesuji belum sepenuhnya padam. Rentetan konflik terus saja terjadi.
Penulis: Endra Zulkarnain | Editor: Teguh Prasetyo
Laporan Reporter Tribun Lampung Endra Zulkarnaen
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, MESUJI - "Bara" konflik di kawasan Register 45 Kabupaten Mesuji belum sepenuhnya padam.
Rentetan konflik terus saja terjadi.
Pada tahun 2011, kawasan Register 45 Mesuji pernah menjadi bahan perbincangan di level nasional.
Pemicunya adalah adanya kasus video pembantaian warga yang dilaporkan Lembaga Adat Megow Pak ke DPR RI.
Megow Pak ketika itu datang didampingi Mayjen (Purn) TNI Saurip Kadi.
Mereka melaporkan soal dugaan pembantaian terhadap 30 petani di Mesuji Lampung sejak pemerintahan SBY.
Laporannya disertai foto dan video pembantaian yang diduga dilakukan Pamswakarsa yang dibekingi perusahaan sawit asal Malaysia PT Silva Inhutani.
Ketua Tim Advokasi Lembaga Adat Magoupak, Bob Hasan menjelaskan mengenai kronologis adanya pembantaian dan kekerasan sadis di Lampung.
• Inilah Gambaran Lahan Garapan Singkong di Register 45 Mesuji yang Jadi Tempat Bentrokan Berdarah
Awalnya, kata Bob, terjadi saat sebuah perusahaan bernama PT Silva Inhutani milik warga negara Malaysia bernama Benny Sutanto alias Abeng bermaksud melakukan perluasan lahan.
Hal itu dilakukan sejak tahun 2003, namun upaya PT Silva Inhutani membuka lahan untuk menanam kelapa sawit dan karet selalu ditentang penduduk setempat.
"Penduduk yang tadinya menanam sengon, albasia, dan lainnya menolak," jelas Bob.
Akhirnya PT Silva Inhutani membentuk PAM Swakarsa yang juga dibekingi aparat kepolisian untuk mengusir penduduk.
Pasca adanya PAM Swakarsa, terjadilah beberapa pembantaian sadis dari tahun 2009 hingga 2011.
Kurang lebih 30 orang sudah menjadi korban pembantaian sadis dengan cara ditembak, disembelih, dan disayat-sayat.