Tren Cari Jodoh di Dunia Maya, Ada Ribuan Perempuan Metropolitan Berburu Jodoh di Aplikasi Taaruf

Trend Cari Jodoh di Dunia Maya, Ada Ribuan Perempuan Metropolitan Berburu Jodoh di Aplikasi Taaruf

Penulis: Romi Rinando | Editor: Heribertus Sulis
NET
Ilustrasi : Trend Cari Jodoh di Dunia Maya, Ada Ribuan Perempuan Metropolitan Berburu Jodoh di Aplikasi Taaruf 

Trend Cari Jodoh di Dunia Maya, Ada Ribuan Perempuan Metropolitan Berburu Jodoh di Aplikasi Taaruf

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID –Perjodohan melalui dunia maya, makin marak. Karena tak jarang jumlah peminatnya cukup banyak. Dan kebanyakan anggotanya berasal dari Kota-kota Metropolitan.

Tri Wahyu Nugroho, pendiri situs Rumah Taaruf mengatakan setidaknya ada 1.000 ikhwan atau laki-laki dan sekitar 2.800 akhwat atau perempuan yang pernah mendaftar sebelum menemukan jodohnya.

Saat ini, yang statusnya aktif atau masih mencari sekitar 1.000 ikhwan dan akhwat.

"Hingga hari ini yang lanjut prosesnya sampai menikah ada 68 pasangan dan 3 pasangan sudah lamaran," kata Wahyu kepada Kompas.com, Kamis (1/8/2019).

Proses Taaruf Proses taaruf yang ditawarkan tak jauh berbeda dengan taaruf konvensional.

Di situs Rumah Taaruf, prosesnya diawali dengan pertukaran biodata dan sesi tanya jawab yang difasilitasi secara online melalui perantara atau admin.

Tren Hijrah

Menariknya, pengguna aplikasi Taaruf Online banyak yang berasal dari kota metropolitan.

Selain Semarang yang jadi basis Taaruf Online, Jakarta Selatan menempati peringkat kedua kota dengan pengguna terbanyak, sebanyak 157 orang.

Menyusul kemudian Jakarta Timur, Bekasi, dan Bandung.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wahyudi Akmaliah menduga gerakan hijrah dan pasarnya tumbuh subur seiring dengan kebangkitan kelas menengah di perkotaan.

Aurel Hermansyah: Jodoh di Tangan Allah, Bukan Netizen

"Naiknya kelas menengah Indonesia dan adanya semacam kehausan untuk belajar agama, tetapi di sisi lain tidak mau terlibat dalam organisasi seperti Muhamamdiyah dan NU.

Di sini faktor globalisasi di mana orang ingin kembali kepada agama menjadi suatu yang penting juga," ujar Wahyudi.

Menurut Wahyudi, banyak kelas menengah yang ingin belajar agama dan menjadikan agama sebagai solusi persoalan hidup.

Fenomena mendekatkan diri ke agama ini, kata Wahyudi, menciptakan pasar untuk berbagai kebutuhan hidup. Mulai dari pakaian, makanan, properti, hingga urusan jodoh.

"Saya menyebut fenomena ini sebagai Pop-Islamisme, di mana orang menggunakan medan budaya pop untuk ideologi islamisme mereka," kata Wahyudi.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved