Bung Karno Berderai Air Mata Ketika Harus Tanda Tangan Eksekusi Mati Sahabatnya
Soekarno dikenal sebagai sosok tegas dan berwibawa dan disegani oleh pemimpin-pemimpin dunia.
Penulis: Romi Rinando | Editor: wakos reza gautama
Saat meletusnya tragedi berdara 30 September 1965, terdapat tujuh tokoh penting kala itu yang direnggut nyawanya.
Salah satunya adalah Jenderal Ahmad Yani, orang kesayangan sang presiden kala itu, Soekarno.
Atas kematian orang yang ia rencanakan untuk menggantikan posisinya sebagai presiden dengan cara
mengenaskan itu membuat hati Soekarno tak kuasa membendung kesedihan.
Soekarno menangis di pusara Ahmad Yani
Di depan makam jenderal kesayangannya tersebut ia tak kuasa menangis meneteskan air mata atas kepergian Ahmad Yani.
Seperti disebutkan di atas, Soekarno pernah menangis saat menandatangani vonis hukuman mati pada sahabatnya sendiri, Kartosoewirjo
Dilansir dari SOSOK.grid.id dalam artikel 'Bung Karno Menangisi Sahabatnya, Si Pria Pendek Bertubuh Kurus dan Rambut Keriting', Kartosoewirjo adalah salah satu kawan dari Soekarno kala masih menimba ilmu dan mondok di rumah HOS TJokroaminoto di Surabaya pada tahun 1918-an.
Ketika menjabat menjadi Presiden pasca Kemerdekaan Indonesia, selang berapa tahun kemudian meletuslah pemberontakan yang dipicu kekecewaan dan dipimpin oleh sang sahabat, Kartosoewirjo.
Salah satu keputusan berat yang harus diambil Soekarno adalah menandatangai vonis mati terhadap sahabatnya tersebut.
• Anggota Paskibraka Jatuh dari Tiang Bendera, Lihat Foto-foto dan Videonya
Karena Kartosoewirjo terbukti sebagai Imam dan Pimpinan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, berkas eksekusi mati tertulis nama itu berkali-kali disingkirkan dari meja kerja Soekarno.
Soekarno dan Kartosoewirjo sama-sama berguru kepada orang yang sama yakni HOS Tjockroaminoto.
"Pada 1918 ia adalah seorang sahabatku yang baik. Kami bekerja bahu membahu bersama Pak Tjokro demi kejayaan Tanah Air.
Pada tahun 20-an di Bandung kami tinggal bersama, makan bersama, dan bermimpi bersama-sama. Tetapi ketika aku bergerak dengan landasan kebangsaan, di berjuang semata-mata menurut azas agama", Kata Soekarno yang dikutip dari buku "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat.
