Tribun Lampung Tengah

Kerap Tonton YouTube, Bocah 7 Tahun Lakukan Pencabulan Terhadap Seorang Balita di Belakang Rumah

Miris, terjadi kasus dugaan pencabulan di Kecamatan Bangun Rejo dilakukan bocah kelas 1 SD berinisial F (7) terhadap korbannya B (4).

Editor: Teguh Prasetyo
tribunlampung.co.id/dodi kurniawan
Ilustrasi. Sering nonton YouTube, bocah 7 tahun asal Bangun Rejo cabuli balita umur 4 tahun. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANGUNREJO - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lampung Tengah menangani kasus yang terbilang membuat setiap orang berpikir dalam-dalam.

Tidak seperti kasus pencabulan yang ditangani LPA pada umumnya, di mana biasanya orang dewasa menjadi pelaku, kali ini justru pelaku dan korban adalah sama-sama anak di bawah umur.

Ketua LPA Lamteng Eko Yuwono mengatakan, kasus dugaan pencabulan di Kecamatan Bangun Rejo dilakukan bocah kelas 1 SD berinisial F (7) terhadap korbannya B (4).

Empat Anak Diduga Jadi Korban Pencabulan Oknum Guru Ngaji, Polresta Balam Masih Lakukan Penyelidikan

Kejadiannya ketika F mengajak B bermain di belakang rumah.

Di sana rupanya terjadilah adegan atau perbuatan yang tak lazim, yang laiknya dilakukan orang dewasa.

Kasus tersebut memang tidak bergulir hingga ke ranah hukum kepolisian, hal itu dikarenakan pelaku masih jauh dari anak di bawah umur, sementara yang bisa mendapatkan penanganan hukum bila memasuki usia 12 tahun.

"Sesuai UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak SPPA, anak di bawah umur 12 tahun ketika melakukan tindak pidana tidak bisa dipidana," kata Eko Yuwono kepada Tribun Lampung, Minggu (1/9).

Dalam ketentuan UU SPPA lanjut Eko Yuwono, penyidik Bappas dan Peksos melakukan kesepakatan, apakah anak terlapor dikembalikan ke orangtua atau dititipkan di LPKS (Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial) untuk dibina, dikuatkan oleh Pengadilan Negeri.

Eko mengatakan, "Yang ingin kami sampaikan dengan adanya kasus tersebut adalah, pengawasan orangtua terhadap anak, pemberian barang elektronik handphone kepada anak, sehingga mereka bisa mengakses apa saja," katanya.

Karena lanjut Eko, saat dirinya menanyakan kepada F prihal perbuatan yang sudah ia lakukan, F mengatakan jika ia banyak menonton video melalui akun YouTube di handphone.

"Para orangtua kita imbau untuk lebih mengawasi anak-anaknya bermain, serta tidak memberikan handphone android dan sejenisnya kepada anak, terlebih tanpa pengawasan," imbuhnya.

Selain itu, banyaknya kasus pelecehan seksual terhadap anak juga, membuat LPA Lamteng mendesak pemerintah daerah, supaya memberikan Sex Education (pembelajaran seksual) di sekolah.

Dulu Jalan Bareng di Partai hingga Semobil, Kini Saling Lapor Kasus Pencabulan & Pencemaran

Terjadi 19 Agustus

Eko menerangkan, kronologi kasus pencabulan terhadap B oleh F terjadi pada 19 Agustus 2019 lalu.

Keduanya memang hidup bertetangga.

Pada hari kejadian, F mengajak B bermain di belakang rumah, di sana rupanya terjadilah adegan atau perbuatan yang tak lazim, yang laiknya dilakukan orang dewasa.

"Atas kejadian yang menimpanya, B kemudian melapor kepada ibunya jika F telah melakukan perbuatan nakal kepadanya. Anak tersebut menceritakan adegan yang telah dilakukan F selama bermain di belakang rumah pada saat kejadian," ujar Eko.

Ingin perkara tersebut diselesaikan, orangtua B kemudian melaporkan apa yang disampaikan anaknya kepada LPA.

Setelah itu, dilakukan upaya penyelesaian dengan melibatkan kedua keluarga, kepolisian dan LPA.

(tribunlampung.co.id/syamsir alam)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved