Perjuangan 15 Tahun Tak Kenal Lelah Istri Munir Minta Keadilan
Lima belas tahun sudah kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia Munir Said Thalib mandek tanpa ada penyelesaian.
Berharap kepada Presiden
Aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani berharap pemerintahan Joko Widodo periode kedua membawa harapan baru penuntasan kasus pembunuhan Munir dan pelanggaran HAM lainnya.
Ia secara khusus meminta Jokowi membersihkan kabinetnya dari orang-orang yang terindikasi terkait dengan pelanggaran HAM.
Menurut Yati, apabila Presiden Jokowi berani mengambil langkah tersebut di kabinet baru nanti, pihaknya yakin pemerintahan periode 2019-2024 perlahan bisa menuntaskan kasus pembunuhan Munir dan pelanggaran HAM lainnya.
"Kami minta presiden membersihkan kabinetnya dari orang-orang yang diduga terkait dengan pelanggaran HAM," ujar Yati. "Kalau masih diberi panggung, maka kasus-kasus pelanggaran HAM tidak akan bisa diselesaikan," imbuhnya.
Munir, jelas Yati, sudah menjadi simbol kemanusiaan dan keadilan di Tanah Air.
Jika Jokowi berani tegas, menurut dia, sama halnya Jokowi memberi harapan kepada para pencari keadilan di negeri ini.
"Presiden bisa mengambil langkah dengan memanggil orang-orang yang dulu ada di Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir untuk meminta penjelasan," kata dia.
"Kemudian, memanggil Kapolri, Kejagung, dan Menkumham untuk segera mengambil tindakan membongkar kasus ini. Dari hukum tata negara, itu sangat bisa dilakukan," imbuhnya.
Dokumen TPF
Pada intinya, dokumen TPF berisi rekomendasi agar kasus pembunuhan Munir kembali dibuka.
Tujuannya untuk mencari dalang alias aktor intelektual pembunuhan Munir.
Pada 2016, dokumen TPF yang hilang sempat menuai polemik.
Sejak Komisi Informasi RI menyatakan dokumen TPF kasus Munir merupakan informasi publik dan harus diumumkan, pemerintah belum mengambil langkah konkret untuk menjalankan keputusan tersebut.
Bahkan, Kementerian Sekretariat Negara mengaku tidak menyimpan dokumen hasil penyelidikan yang telah diserahkan oleh TPF kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005.