Trauma Tsunami Belum Hilang, Warga Sebesi Tolak Penyedotan Pasir di Kawasan Gunung Anak Krakatau

Warga Pulau Sebesi meminta izin penambangan pasir laut di sekitar kawasan Gunung Anak Krakatau dicabut.

Penulis: Dedi Sutomo | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribun Lampung/Dedi
Dialog Komisi IV DPR RI dan warga Pulau Sebesi di rumah dinas bupati Lamsel, Jumat (13/9/2019). Dialog tersebut membahas soal penambangan pasir di wilayah Gunung Anak Krakatau. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, KALIANDA - Warga Pulau Sebesi meminta izin penambangan pasir laut di sekitar kawasan Gunung Anak Krakatau dicabut.

Diketahui, izin penyedotan pasir laut dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Lampung pada 2015 lalu.

Izin ini baru akan habis pada 2020 mendatang.

Luas areal untuk penyedotan ini mencapai 1.000 hektare.

Taufik, warga Pulau Sebesi, menceritakan, keresahan warga bermula dari kemunculan kapal tongkang dan kapal penyedot pasir di perairan tersebut pada pertengahan Agustus lalu.

Menurut dia, kehadiran kapal sedot dan kapal tongkang ini membuat warga resah.

Mereka masih trauma dengan erupsi Gunung Anak Krakatau pada akhir 2018 lalu yang memicu tsunami Selat Sunda.

“Saat itu kapal belum melakukan aktivitas. Pada tanggal 29 Agustus, pemilik perusahan LIP (Lautan Indonesia Persada) melakukan sosialisasi kepada masyarakat pulau. Kita menolak adanya aktivitas penyedotan pasir tersebut,” kata Taufik di hadapan sejumlah anggota Komisi IV DPR RI dalam dialog di rumah dinas bupati Lampung Selatan, Jumat (13/9/2019).

Taufik mengatakan, pihak perusahaan mengaku telah mengantongi izin.

Dijelaskan juga bahwa wilayah penyedotan pasir berada 7-10 mil dari pantai terdekat dan tidak masuk wilayah cagar alam Gunung Anak Krakatau dengan luasan mencapai 1.000 hektare.

Pakaian Layak Pakai Korban Tsunami Lampung Selatan Tersisa Banyak, Ini yang Akan Dilakukan Pemkab

Ditolak Warga Pulau Sebesi, Kapal Pengeruk Pasir Ditarik dari Kawasan Gunung Anak Krakatau

“Tetapi Selat Sunda itu merupakan tempat mata pencarian nelayan. Kita takut aktivitas penyedotan pasir itu merusak ekosistem laut dan berpengaruh pada habitat ikan yang menjadi sumber mata pencarian nelayan,” terangnya.

Hal sama diungkapkan Rahmatullah dan Umar, warga Pulau Sebesi lainnya.

Rahmatullah mengatakan, warga masih sangat truma dengan tsunami pada akhir 2018 lalu.

Penyedotan pasir di kawasan Gunung Anak Krakatau dikhawatirkan dapat memicu aktivitas Gunung Anak Krakatau.

“Selain kepada Allah SWT, kepada siapa lagi kami akan mengadu meminta bantuan kalau bukan kepada Bapak-bapak,” kata dia.

Mereka pun meminta izin penyedotan pasir laut di kawasan Gunung Anak Krakatau dicabut.

Warga meminta pemerintah melarang adanya aktivitas penyedotan pasir di wilayah tersebut.

Langgar UU

Sebelumnya Kementerian Kelautan dan Perikanan mengingatkan pemerintah daerah untuk merujuk undang-undang saat mengeluarkan izin penambangan pasir di daerah pesisir dan perairan pulau-pulau kecil.

Hal itu dikatakan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang dan Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satya Murti Purwadi saat menghadiri dialog Komisi IV DPR RI dan warga Pulau Sebesi di rumah dinas bupati Lamsel, Jumat (13/9/2019).

Brahmantya pun meminta Pemprov Lampung untuk mencabut izin penambangan pasir di wilayah Gunung Anak Krakatau.

Brahmantya mengatakan, pemkab harus memperhatikan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Menurut Brahmantya, dalam UU itu dijelaskan bahwa izin penambahan di laut tidak boleh berada di daerah tangkapan ikan.

Ia menjelaskan, UU tersebut sudah ada sejak 2014 silam.

Sementara izin tambang penyedotan pasir di sekitaran kawasan Gunung Anak Krakatau baru terbit setahun berselang.

“Seharusnya pemerintah daerah dalam menerbitkan izin memperhatikan Undang-undang tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil ini,” kata Brahmantya.

Lebih lanjut Brahmantya mengatakan, aktivitas penambangan pasir di Gunung Anak Krakatau berada di daerah tangkapan ikan.

Kedua, masuk daerah konservasi.

“Kalau melihat rencana zonasi daerah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk wilayah Lampung yang dikeluarkan pada tahun 2018, daerah aktivitas sedot pasir ini masuk daerah perikanan tangkap dan konservasi. Izinnya ini sampai dengan 2020. Ke depan tidak boleh lagi terbitkan izin,” terangnya.

Pemkab Lampung Selatan Tolak Aktivitas Penambangan Pasir di Gunung Anak Krakatau

Terkait izin yang berlaku 2015-2020, Brahmantya mengatakan, pencabutannya dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung selaku pihak yang mengeluarkan izin.

Ia mengatakan, pihaknya akan mengirimkan surat kepada Pemprov Lampung terkait hal itu.

Apalagi hal ini juga menjadi laporan dan keluhan masyarakat yang menolak adanya aktivitas penyedotan pasir.

“Kita juga berharap komitmen dari DPRD. Mereka tentu harus memanggil pihak pemprov. Bagaimana komitmennya,” kata Brahmantya. (Tribunlampung.co.id/Dedi Sutomo)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved