Satu Kamar Berempat Bayar Rp 25 Juta, Napi Ungkap Dugaan Pungli di Rutan Way Huwi
Satu Kamar Berempat Bayar Rp 25 Juta, Napi Ungkap Dugaan Pungli di Rutan Way Huwi
Satu Kamar Berempat Bayar Rp 25 Juta, Napi Ungkap Dugaan Pungli di Rutan Way Huwi
BANDAR LAMPUNG, TRIBUN - Praktik pungutan liar di dalam tahanan diduga masih terjadi di Lampung. Nilainya cukup fantastis, mencapai puluhan juta.
Pungli itu salah satunya untuk mendapatkan fasilitas sel dengan penghuni terbatas.
Tribun Lampung melakukan penelusuran ke salah satu rumah tahanan di Bumi Ruwai Jurai, tepatnya ke Rutan Kelas 1A Bandar Lampung (Rutai Way Hui).
Tribun juga berhasil mewawancarai beberapa napi di dalam rutan tersebut.
Berdasarkan pengakuan mereka, setidaknya ada tiga jenis pungli yang diduga masih terjadi.
Pertama, pungutan jika ingin menggunakan ponsel di dalam sel.
Kedua, pungutan jika ingin mendapatkan sel dengan penghuni terbatas.
Ketiga, jika napi ingin menemui keluarga yang membesuk.
• Fakta-fakta Menarik Terkait Viral Foto Napi Rutan Way Huwi Diikat di Pohon Palem
• Viral Dugaan Pungli Ganti Surat Nikah, Terpampang Tarif Rp 0, tapi Diminta Rp 250 ribu
Meski begitu Kepala Rutan Kelas IA Bandar Lampung Rony Kurnia membantah semua ini.
Ia menegaskan bahwa hal itu hanyalah akal-akalan para narapidana karena terlilit utang.
Lantas seperti apa pengakuan para napi yang berhasil diwawancarai Tribun Lampung?
Seorang napi yang minta dirahasiakan namanya menuturkan, untuk mendapatkan fasilitas sel berpenghuni empat orang, maka mereka harus membayar Rp 25 juta.
Nominal tersebut digotong berempat.
"Itu sudah bebas menggunakan "botol". Jadi itu satu paket dengan sewa kamar," kata dia seraya mengawasi kondisi sekitar.
Kamar merupakan istilah para napi untuk menyebut sel tahanan. Sementara "botol" adalah istilah untuk penggunaan ponsel.
Napi lainnya mengungkapkan hal serupa. "Iya ada lah sewa "kamar"," kata dia.
Sayangnya, ia tak berani mengungkap lebih jauh berapa sewa "kamar" yang dia alami. "Ada pokoknya," ujarnya lagi.
Tribun mencoba mewawancarai napi lainnya.
Pria yang dirahasiakan namanya ini menuturkan, tarif sewa sel di Rutan Way Hui berbeda-beda, tergantung jumlah penghuni sel.
"Kalo kamar isi empat orang, bayarnya Rp 25 juta," kata dia.
Namun ia mengaku, tidak ikut menikmati fasilitas itu.
Ia mengaku tidak memiliki uang.
"Kalau saya mah nggak bayar segitu. Duit dari mana juga. Saya yang kamarnya belasan orang. Tapi mesti belasan, ada juga bayarannya," kata dia.
Bahkan menurutnya, bukan cuma bayar sel, para tahanan juga dimintai bayaran untuk air dan kebersihan.
"(Setorannya) per minggu," ujar dia.
Pengakuan Keluarga Napi
Bukan cuma dari para napi, sejumlah keluarga napi juga mengungkapkan praktik dugaan pungli ini.
NY, warga Bandar Lampung yang anaknya mendekam di Rutan Way Huwi, mengaku sering dihubungi sang anak melalui ponsel.
Anaknya tersebut biasanya menghubungi dia, jika ada keperluan misal meminta uang.
"Bisa pakai (ponsel). Tapi kata anak saya, sewa. Dia telepon misalnya kalau butuh uang," kata NY saat ditemui pekan lalu.
"Di dalam itu (tahanan), aduh banyak sekali duitnya," tambah dia.
"Untuk makan, kebersihan, sama sewa kamar, kena Rp 50 ribu seminggu. Itu belum yang lain," sambungnya.
Hal senada diungkap AS, warga yang saudaranya mendekam di Rutan Way Huwi.
"Iya memang ada tarikan (uang). Kalau nggak salah Rp 350 ribu per minggu (per orang)," ujarnya.
Ia mengungkapkan, setoran Rp 350 ribu itu sudah termasuk tarif air dan kebersihan.
"Bisa pakai HP (ponsel) juga. Tapi masalahnya di situ. Gimana cari uangnya. Iya kalau punya keluarga. Kalau nggak ada atau ada keluarga tapi (ekonominya) pas-pasan?" kata AS.
BN, warga Telukbetung, Bandar Lampung, mengaku selalu memberi uang saku setiap kali menjenguk anaknya.
BN mengungkapkan uang saku itu untuk keperluan anaknya di dalam rutan.
"Katanya, pas mau keluar dari blok (untuk menemui keluarga jika dibesuk) dimintain (uang)," ujar BN.
"Saya nggak nanya-nanya. Yang jelas, saya bawain uang lebih," imbuhnya.
Pengakuan mantan napi Rutan Way Huwi
Sementara seorang mantan napi, AP yang baru keluar penjara menyebut harga sewa sel bisa mencapai Rp 500 ribu per orang.
Penerapan tarif ini, menurut dia, sebelum mencuatnya masalah pungli di rutan dan lapas beberapa tahun lalu.
"Dulu saya satu kamar (isi sekitar 10 tahanan) Rp 5 juta. Per orang Rp 500 ribu. Jadi, patungan per bulan," ungkapnya.
Setelah kasus pungli mencuat, beber AP, penerapan tarif sel masih terjadi meskipun sedikit berkurang.
"Sempat disterilkan. Tapi masih ada. Cuma beberapa 'kamar'," kata AP.
Menurut AP, masih ada pungutan lain dengan jangka waktu 1-2 pekan, di luar tarif sel.
"Entah seminggu atau dua minggu, dipacul (dimintai uang) lagi. Entah Rp 1 juta, entah Rp 500 ribu. Kalau nggak mau bayar, ancamannya strap sel (dimasukkan ke sel hukuman)," bebernya.
Selain uang mingguan mendadak ini, AP menyebut ada iuran rutin untuk air dan kebersihan.
"Rp 50 ribu seminggu. Buat bayar air dan kebersihan," katanya.
Disinggung tarif sel ada yang hingga Rp 25 juta per bulan, AP mengakui ada sel yang dibanderol sebesar itu.
"Ada yang Rp 25 juta untuk pegawai (tahanan berstatus pegawai). Ada juga yang Rp 7 juta, itu kayak saya. Ada juga yang Rp 3 juta per bulan," ujarnya.
AP menerangkan pegawai yang dimaksud ini adalah tahanan yang mampu secara finansial.
Biasanya, ungkap dia, tahanan yang tersangkut kasus korupsi atau tahanan yang masih bisa menggerakkan bisnisnya dari dalam lapas.
Ia juga menuturkan, ada penarikan uang apabila ingin menemui keluarga yang membesuk.
Ia menyebutnya dengan istilah "bayar kunci".
"Kalau nggak 'bayar kunci', kami nggak bisa keluar blok," katanya.
Menurutnya, uang tersebut disetor ke ketua blok. Mereka menyebutnya dengan istilah "wali".
"Setornya ke 'wali'. Wali itu kayak ketua blok," kata AP.
Per blok tahanan, beber AP, terdapat beberapa sel. "Itu (uang) dikumpulkan ke 'wali'," ujar AP.
AP mengaku tak tahu-menahu uang tersebut digunakan untuk apa.
"Yang saya tahu cuma kalau pegawai ada acara syukuran, jalan-jalan, pakai uang itu," katanya.
(tim tribun)