Tribun Pringsewu
2 Hari Tak Pulang ke Rumah, Saat Ditemukan Gadis Remaja Ini Ternyata Dicabuli Pacar Sendiri
2 Hari Tak Pulang ke Rumah, Saat Ditemukan Gadis Remaja Ini Ternyata Dicabuli Pacar Sendiri
Penulis: Robertus Didik Budiawan Cahyono | Editor: Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, PRINGSEWU - Dua hari tidak kunjung pulang, gadis remaja asal Kabupaten Tanggamus ini ditemukan berduaan dengan pria belasan tahun, RTK (17) di Pendopo Pringsewu, Kamis, 3 Oktober 2019.
Ironisnya, remaja perempuan berinisial DF (16) tersebut, diduga dicabuli oleh RTK selama dua hari menghilang dari rumahnya.
Atas kondisi tersebut orangtua korban melapor ke Polsek Pringsewu Kota.
Laporan tertuang dalam LP/B-309/X/2019/POLDA LPG/RES TGMS/SEK SEWU KOTA, tertanggal 3 Oktober 2019.
Kepala Polsek Pringsewu Kota Kompol Basuki Ismanto membenarkan laporan tersebut.
Selama dua hari menghilang, korban DF dibawa ke rumah kontrakan terlapor di Kelurahan Pringsewu Utara, Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu.
• Inilah 8 Tersangka Penculikan Relawan Jokowi Ninoy Karundeng
• Diskusi Publik AJI-IJTI Kebebasan Pers Diujung Tanduk?, Kabid Humas Polda Ucapkan Permintaan Maaf
"Dugaan tindak pencabulan atau persetubuhan yang dilakukan RTK terhadap pacarnya DF, terjadi pada Rabu, 2 Oktober 2019 pukul 15.00 WIB di kontrakannya," ujar Kompol Basuki Ismanto mewakili Kapolres Tanggamus AKBP Hesmu Baroto, Minggu (6/10/2019).
Orangtua DF mencari putri kesayangannya itu lantaran tidak pulang dua hari.
Karena khawatir, orangtua DF akhirnya melapor ke polisi.
Polisi langsung melakukan penyelidikan dan berhasil menemukan DF.
Saat ditemukan, DF sedang bersama RTK.
Pasangan remaja asal Kecamatan Talang Padang, Kabupaten Tanggamus ini didapati sedang kongko di Pendopo Pringsewu, 3 Oktober 2019 sekira pukul 20.00 WIB.
Selanjutnya RTK dan DF dibawa ke kontrakan di Kelurahan Pringsewu Utara.
Petugas mengecek lokasi, di mana terjadi dugaan pencabulan.
Petugas mengamankan barang bukti berupa kasur lantai warna merah, sprei warna merah bergambar Hello Kitty, dan pakaian dalam, serta satu unit sepeda motor merek Honda Beat warna putih-merah.
RTK lantas diamankan ke Mapolsek Pringsewu Kota guna dilakukan penyidikan lebih lanjut.
RTK terancam Pasal 82 junto 76E Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Karena pelaku juga masih di bawah umur sehingga penyidikkannya juga mengacu pada UU Perlindungan Anak tersebut.
Terjadi di Lampung Tengah
Kasus pencabulan anak di bawah umur juga pernah terjadi di Lampung Tengah.
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lampung Tengah menangani kasus yang terbilang membuat setiap orang berpikir dalam-dalam.
Tidak seperti kasus pencabulan yang ditangani LPA pada umumnya, di mana biasanya orang dewasa menjadi pelaku, kali ini justru pelaku dan korban adalah sama-sama anak di bawah umur.
Ketua LPA Lamteng Eko Yuwono mengatakan, kasus dugaan pencabulan di Kecamatan Bangun Rejo dilakukan bocah kelas 1 SD berinisial F (7) terhadap korbannya B (4).
Kejadiannya ketika F mengajak B bermain di belakang rumah.
Di sana rupanya terjadilah adegan atau perbuatan yang tak lazim, yang laiknya dilakukan orang dewasa.
Kasus tersebut memang tidak bergulir hingga ke ranah hukum kepolisian, hal itu dikarenakan pelaku masih jauh dari anak di bawah umur, sementara yang bisa mendapatkan penanganan hukum bila memasuki usia 12 tahun.
"Sesuai UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak SPPA, anak di bawah umur 12 tahun ketika melakukan tindak pidana tidak bisa dipidana," kata Eko Yuwono kepada Tribun Lampung, Minggu (1/9).
Dalam ketentuan UU SPPA lanjut Eko Yuwono, penyidik Bappas dan Peksos melakukan kesepakatan, apakah anak terlapor dikembalikan ke orangtua atau dititipkan di LPKS (Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial) untuk dibina, dikuatkan oleh Pengadilan Negeri.
Eko mengatakan, "Yang ingin kami sampaikan dengan adanya kasus tersebut adalah, pengawasan orangtua terhadap anak, pemberian barang elektronik handphone kepada anak, sehingga mereka bisa mengakses apa saja," katanya.
Karena lanjut Eko, saat dirinya menanyakan kepada F prihal perbuatan yang sudah ia lakukan, F mengatakan jika ia banyak menonton video melalui akun YouTube di handphone.
"Para orangtua kita imbau untuk lebih mengawasi anak-anaknya bermain, serta tidak memberikan handphone android dan sejenisnya kepada anak, terlebih tanpa pengawasan," imbuhnya.
Selain itu, banyaknya kasus pelecehan seksual terhadap anak juga, membuat LPA Lamteng mendesak pemerintah daerah, supaya memberikan Sex Education (pembelajaran seksual) di sekolah.
Terjadi 19 Agustus
Eko menerangkan, kronologi kasus pencabulan terhadap B oleh F terjadi pada 19 Agustus 2019 lalu.
Keduanya memang hidup bertetangga.
Pada hari kejadian, F mengajak B bermain di belakang rumah, di sana rupanya terjadilah adegan atau perbuatan yang tak lazim, yang laiknya dilakukan orang dewasa.
"Atas kejadian yang menimpanya, B kemudian melapor kepada ibunya jika F telah melakukan perbuatan nakal kepadanya," kata Eko.
• Penampakan Jasad Pemimpin Dunia yang Tak Dikubur, Ada yang Pernah Hilang 16 Tahun
• Sudah Berlangsung 2 Pekan Lebih, Proyek Galian Jalur Pipa SPAM Bandar Lampung Tak Kunjung Selesai
"Anak tersebut menceritakan adegan yang telah dilakukan F selama bermain di belakang rumah pada saat kejadian," ujar Eko.
Ingin perkara tersebut diselesaikan, orangtua B kemudian melaporkan apa yang disampaikan anaknya kepada LPA.
Setelah itu, dilakukan upaya penyelesaian dengan melibatkan kedua keluarga, kepolisian dan LPA.(tribunlampung.co.id/robertus didik)
