Seniman Lampung Mengenang Djaduk Ferianto
Baginya, Djaduk adalah seniman dengan kreativitas dan inovasi luar biasa. Gairahnya dalam berkesenian sangat tinggi.
Penulis: Jelita Dini Kinanti | Editor: Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Berpulangnya seniman inspiratif dan multitalenta asal Yogyakarta, Djaduk Ferianto, Rabu (13/11/2019), menyisakan duka mendalam bagi banyak seniman di Indonesia.
Di Lampung, seniman R Hari W Jayaningrat mengenang sosok Djaduk yang merupakan sahabat lama.
Baginya, Djaduk adalah seniman dengan kreativitas dan inovasi luar biasa. Gairahnya dalam berkesenian sangat tinggi.
Hari Jayaningrat sudah mengenal Djaduk sejak tahun 1975.
Saat itu, Hari menjadi murid Bagong Kussudiardjo, ayah Djaduk.
Ia tergabung di Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardja di Yogyakarta.
• Seniman Djaduk Ferianto Meninggal Dunia
• Fakta Penyerangan Seniman Mural di Underpass Unila, Wali Kota Bandar Lampung Sampai Berang
"Beliau (Djaduk) jadi pemain gendang yang mengiringi saya menari ketika tergabung di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja," tutur Hari kepada Tribun Lampung, Rabu.
Hari kerap terlibat dalam beberapa pagelaran seni bersama Djaduk. Mulai dari tari, teater, musik, dan lainnya. Kondisi itu pula yang membuatnya berteman dekat dengan Djaduk.
"Tahun 1985, ayahnya, Bagong Kussudiardja, minta saya ke Bandar Lampung untuk jadi konsultan budaya wali kota. Dari saat itu sampai sekarang (sebelum meninggal) saya masih sering komunikasi dan bertemu dengan beliau," kata Hari.
Berpulangnya Djaduk membuat Hari kian bersedih lantaran ia seharusnya ke Yogyakarta pada Kamis (14/11/2019) untuk bertemu Djaduk.
"Rencananya 14 November saya ke Yogyakarta. Di sana saya mau bertemu beliau untuk ngobrol sekaligus membicarakan rencana saya mengundang beliau ke Lampung tahun 2020," jelas Hari yang menjabat kepala Seksi Kesenian Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung ini.
Takdir berkata lain, rencana Hari tinggallah rencana.
Djaduk, sahabat lamanya, meninggal sehari sebelum keberangkatannya.
Menurut informasi yang Hari dengar, Djaduk meninggal Rabu dini hari pukul 02.30 WIB di rumahnya, di pangkuan sang istri.
Penyebabnya, serangan jantung.
Hari tak menyangka kedatangannya ke Yogyakarta yang semula untuk bertemu Djaduk berubah menjadi melayat almarhum.
Jenazah Djaduk telah dimakamkan, Rabu sore pukul 15.00 di pemakaman keluarga di Gunung Sempu, Yogyakarta. Djaduk dikebumikan tepat di sebelah makam ayahnya.
Bukan Sekadar Teman
Bagi Hari, Djaduk bukan sekadar teman.
Melainkan juga seorang seniman yang sangat menginspirasi banyak seniman di Indonesia, termasuk dirinya.
Djaduk, menurut Hari, adalah seniman dengan kreativitas dan inovasi luar biasa. Ia menyebut gairah Djaduk dalam berkesenian sangat tinggi.
Hari mencontohkan kreativitas tinggi Djaduk adalah membuat sesuatu yang baru tanpa meninggalkan yang lama.
"Kreativitas beliau yang luar biasa itulah yang saya contoh ketika saya sedang membuat sesuatu untuk mengangkat kebudayaan Lampung. Seperti tari, musik, teater, seni rupa, dan sebagainya. Kebetulan selama ada di Lampung saya selalu mengangkat kebudayaan Lampung," ujar Hari.
Djaduk Ferianto lahir di Yogyakarta pada 19 Juli 1964. Bersama grup musik Kua Etnika dan Sinten Remen, Djaduk memadukan unsur-unsur musik tradisional dengan modern.
Selain bermusik, Djaduk juga aktif sebagai anggota Teater Gandrik. Ia pernah menyutradarai beberapa pertunjukan teater dan mengerjakan ilustrasi musik untuk film.
Meninggalnya Djaduk dikabarkan kakaknya, seniman Butet Kartaredjasa, melalui akun Instagram @masbutet.
Ia mengunggah gambar tulisan "Sumangga Gusti" yang bermakna "Silakan Tuhan" berwarna putih pada latar belakang hitam.
Berpulangnya Djaduk yang berusia 55 tahun mengejutkan banyak pihak.
Sebab, Djaduk sedianya dijadwalkan tampil di Ngayogjazz pada Sabtu (16/11) ini di Godean, Yogyakarta.
Dari Alat Seadanya
Seniman Lampung lainnya yang turut kehilangan atas berpulangnya Djaduk adalah Bagus S Pribadi.
Avip, sapaan akrabnya, memang belum pernah berinteraksi langsung dengan Djaduk.
Namun, ia beberapa kali menyaksikan workshop Djaduk yang menurutnya sangat menginspirasi.
Avip menilai Djaduk seniman otodidak namun kreatif. Kreativitas Djaduk, jelas dia, muncul sejak Djaduk masih membantu ayahnya. Djaduk sering menciptakan musik dari alat seadanya.
"Misalnya kaleng cat, kaleng susu, piring, dan lain-lain. Tapi, walaupun dengan alat seadanya, musiknya tetap terdengar bagus dan harmonis. Dari alat seadanya itu, beliau menunjukkan bahwa musik itu tidak dibatasi dengan peralatan khusus musik," tuturnya, Rabu.
Avip menjelaskan bunyi-bunyian yang mungkin dianggap orang tidak penting bisa dijadikan harmoni oleh Djaduk.
• VIDEO Seniman Musik Djaduk Ferianto Meninggal Dunia
Misalnya, bunyi mainan anak-anak.
"Sekarang beliau lebih sering melakukan eksperimen musik dengan cara menggabungkan musik tradisional dengan modern," kata Avip.
"Kreativitas beliau menurut saya sangat patut dijadikan contoh dan panutan bagi seniman-seniman di Indonesia, tidak terkecuali seniman muda. Apalagi kreativitas membuat musik menjadi berbeda dengan musik lainnya. Biasanya, perbedaan itu yang membuat orang lain menjadi tertarik," imbuh pencipta lagu di Lampung ini. (Tribunlampung.co.id/Jelita Dini Kinanti)