Kasus Dugaan Penipuan
Penasehat Hukum Fajrun Najah Ahmad Anggap Dakwaan JPU Mengada-ada: Kita Lihat di Pembuktian!
Anggap dakwaan JPU mengada-ada, Penasehat Hukum (PH) politisi Fajrun Najah Ahmad alias Fajar ajukan nota keberatan atas dakwaan JPU.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Anggap dakwaan JPU mengada-ada, Penasehat Hukum (PH) politisi Fajrun Najah Ahmad alias Fajar ajukan nota keberatan atas dakwaan JPU.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Tim PH Sekretaris DPD Demokrat Lampung ini membacakan surat eksepsi atas dakwaan yang telah dibacakan JPU.
Pada persidangan yang dipimpin oleh Majelis Hakim Pastra Joseph Ziraluo, PH Fajar, Supriadi Adi menyampaikan, eksepsi untuk tidak mencari-cari kesalahan ataupun memperlambat jalannya proses pengadilan.
"Ada hal yang sangat fundamental untuk dapat diketahui dan selanjutnya dipertimbangkan majelis hakim," ungkap Supriadi Adi, Jumat 20 Desember 2019.
Supriadi Adi mengatakan, bahwa meminjam uang atau memohon yang dilakukan terdakwa itu wajar tanpa adanya paksaan, lalu yang meminjam akan memberikan kelebihan bunga.
"Namun dalam dakwaan JPU seolah-olah ada rayuan dari terdakwa agar saksi Namuri meminjamkan dengan bahasa dipinjam hanya sebentar," tutur Supriadi Adi.
• BREAKING NEWS - Fajrun Najah Ahmad Jalani Sidang Perdana Kasus Dugaan Penipuan Rp 2,75 Miliar
Selanjutnya, Supriadi Adi menuturkan, sudah semestinya JPU memahami hukum pengadaan proyek di pemerintahan.
"Jangan hanya mendengarkan perkataan saksi yang bohong, saksi Namuri Yasir mengetahui pekerjaan terdakwa hanya sebagai Sekretaris Demokrat dan Saksi Gubernur M Ridho Ficardo yang tidak berhak menentukan siapa-siapa yang akan mengerjakan proyek di pemerintahan," ujar Supriadi Adi.
Namun, lanjut Supriadi Adi, dalam dakwaan tersirat bahwasanya saksi Namuri Yasir bertemu dengan Gubernur Lampung (ketika itu dijabat M Ridho Ficardo) agar dijanjikan proyek atau pekerjaan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga.
"Keterangan saksi Namuri Yasir tidak bisa dibenarkan dan melawan hukum, andaikan hal ini dibenarkan sama saja JPU membenarkan perbuatan melawan hukum," tegas Supriadi Adi.
Selanjutnya, kata Supriadi Adi, terdapat perbedaan antara alamat pelapor dengan alamat yang dimuat dalam surat pernyataan.
"Sehingga nenimbulkan keraguan yang mengarah ke kesesatan, sehingga surat dakwaan tidak disusun secara cermat dan tepat," jelas Supriadi Adi.
Supriadi Adi pun meminta kepada Majelis Hakim untuk menerima dan mengabulkan eksepsi terdakwa untuk seluruhnya.
"Membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan JPU, dan memulihkan hak terdakwa dalam kedudukan kemampuan dan harkat martabat seperti semula, memerintahkan JPU untuk mengeluarkan terdakwa dari Rutan," tutup Supriadi Adi.
Atas ekspesi tersebut Majelis Hakim Ketua Pastra Joseph Ziraluo memberi kesempatan kepada JPU untuk menanggapi eksepsi tersebut tahun depan.
"Sidang kita tunda Senin 6 Januari 2019 dengan agenda tanggapan JPU," tutup Pastra Joseph Ziraluo.
Seusai persidangan, PH Adi mengatakan bahwa dakwaan cenderung mengada-ngada.
"Yang jelas kami minta dakwaan dibatalkan," seru Supriadi Adi.
Selain itu, Supriadi Adi menyebutkan bahwa Gubenur Lampung ketika itu, tidak ada wewenang menentukan siapa yang dapat memiliki proyek.
"Itu kita sama-sama tahu, yang bisa menentukan itu proyek itu pengadaan. Jadi tidak ada campur tangan gubenur dan wakil gubenur atau siapapun petinggi partai," tegas Supriadi Adi.
Supriadi Adi menyatakan, tindakan terdakwa sudah benar karena tidak memberi tahu atau meminta pada gubernur terkait proyek di lingkungan Dinas PUPR.
"Karena dia tahu kalau minta itu suatu perbuatan melanggar hukum," ucap Supriadi Adi.
Namun saat disinggung apakah uang tersebut untuk partai atau pribadi, Supriadi Adi tidak berkomentar banyak.
"Kita lihat di pembuktian!" tandas Supriadi Adi.
Jalani Sidang Dakwaan
Diduga lakukan penipuan, politisi Lampung Fajrun Najah Ahmad alias Fajar duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, Rabu 11 Desember 2019.
Sekretaris DPD Partai Demokrat Lampung ini menjalani sidang perdana yang dipimpin oleh Majelis Hakim Pastra Joseph Ziraluo.
Dalam dakwan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Irma Lestari, terdakwa Fajar melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri dengan rangkaian kebohongan untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang pada Maret 2017.
"Adapun perbuatan tersebut dilakukan terdakwa bermula ketika terdakwa ingin mendapat keuntungan dengan meminjam uang kepada saksi Namuri Yasir," kata Irma Lestari, Rabu, 11 Desember 2019.
Selanjutnya, kata Irma Lestari, terdakwa menghubungi saksi Namuri Yasr melalui telepon untuk meminta bertemu di Kantor DPD Partai Demokrat Lampung.
"Atas permintaan tersebut, saksi menyetujuinya dan baru 2 hari kemudian saksi datang ke Kantor DPD Partai Demokrat Lampung untuk bertemu dengan terdakwa," kata Irma Lestari.
• Resmi Ditahan, Keluarga Fajrun Najah Ahmad Ajukan Penangguhan Penahanan
Kemudian, terus Irma Lestari, terdakwa berbincang-bincang dengan menggunakan rangkaian kebohongan kepada saksi.
"Sebentar lagi tahapan Pemilihan Umum Kepala Daerah dimulai dan terdakwa mendapat perintah dari Ketua DPD Partai Demokrat Lampung (saksi M Ridho Ficardo)," ungkap Irma Lestari.
Terdakwa, kata Irma Lestari, mengatakan kepada saksi, bahwa saksi M Ridho Ficardo mencari pinjaman dana yang jumlahnya Rp 3 miliar sampai Rp 4 miliar.
Kepada saksi, kata Irma Lestari, uang tersebut nantinya dipergunakan untuk operasional Partai Demokrat Lampung, di antaranya untuk mengumpulkan kader–kader Partai Demokrat di seluruh wilayah Lampung dan untuk biaya lobi-lobi partai lain.
"Terdakwa kemudian bertanya kepada saksi Namuri, apakah saksi saat ini memiliki uang dan memiliki uang, maka terdakwa meminta tolong kepada saksi agar bersedia memberi pinjaman uang kepada terdakwa," kata Irma Lestari.
Irma Lestari menuturkan, mendengar perkataan dan permintaan terdakwa tersebut, saksi Namuri menjawab dan mengaku tidak memiliki uang dengan jumlah tersebut.
"Terdakwa berusaha dan merayu saksi agar meminjamkan dan menyerahkan uang kepada terdakwa dengan cara meyakinkan akan dikembalikan paling lama 2 bulan dan akan memberi uang tambahan sebagai ucapan terima kasih," terang Irma Lestari.
Tak hanya itu, imbuh Irma Lestari, terdakwa juga menjanjikan akan memperkenalkan saksi Namuri kepada Gubernur Lampung saat itu yakni saksi M Ridho Ficardo.
"Terdakwa juga menjanjikan saksi Namuri akan bicara dengan Gubernur Lampung agar memberi proyek atau pekerjaan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga," imbuh Irma Lestari.
Atas perkataan dan janji-janji tersebut, kata Irma Lestari, saksi Namuri percaya dan menyetujui permintaan terdakwa dengan menyerahkan uang sebesar Rp 2,75 miliar.
"Dengan ditemani oleh saksi Rustam Efendi dan saksi Sunarko, saksi Namuri ke Kantor DPD Partai Demokrat Lampung untuk menyerahkan uang," kata Irma Lestari.
Irma Lestari menjelaskan, penyerahan dilakukan secara bertahap, pertama Rp 1,5 miliar dan kedua Rp 1,25 miliar.
"Namun sampai dengan waktunya, terdakwa tidak mengembalikan uang sejumlah Rp 2,75 miliar ditambah uang terima kasih (yang dijanjikan) dan (terdakwa) tidak pernah memperkenalkan saksi Namuri kepada saksi M Ridho Ficardo," jelas Irma Lestari.
Irma Lestari menerangkan, seluruh uang yang telah terdakwa terima dari saksi Namuri juga tidak terdakwa pergunakan untuk kepentingan operasional Partai Demokrat Lampung, melainkan terdakwa pergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa.
"Terdakwa tidak mengembalikan seluruh uang milik saksi Namuri, sehingga pada akhir Agustus 2017, saksi dan terdakwa melakukan pertemuan untuk kepastian pengembalian uang," jelas Irma Lestari.
"Terdakwa kemudian meminta waktu akan mengembalikan seluruh uang sampai pada akhir September 2017 dengan surat tertulis," terang Irma Lestari.
"Namun karena sampai dengan waktu yang telah dijanjikan oleh terdakwa tersebut, terdakwa tidak juga mengembalikan seluruh uang saksi Namuri, yang kemudian melaporkan terdakwa ke Polresta Bandar Lampung dan diproses secara hukum," imbuh Irma Lestari.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP dan 372 KUHP.
• Kasat Reskrim Bantah Ridho Ficardo Sudah Diperiksa Terkait Kasus Sekretaris Demokrat Fajrun
Sementara itu penasehat hukum Fajar, Supriadi Adi menyatakan, pihaknya keberatan atas dakwaan tersebut.
"Setelah saya membaca dakwaan, ada beberapa kelemahan yang harus saya tanggapi, karena di situ juga ada fakta-fakta yang saya ajukan," kata Supriadi Adi.
"Antara pelapor itu berbeda dengan surat pernyataan pengembalian uang, kami keberatan atas dakwaan itu kami ajukan esepsi," tandas Supriadi Adi. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)