OTT KPK di Lampung Utara

Amankan Pemenang Proyek, ULP Dinas PUPR Lampura Kecipratan 0,5 Persen dari Nilai Proyek

Terungkap dalam persidangan suap fee proyek Lampung Utara, anggota Unit Layanan Pengadaan (ULP) Dinas PUPR Lampung Utara kecipratan 0,5 persen.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Hanif
Amankan Pemenang Proyek, ULP Dinas PUPR Lampura Kecipratan 0,5 Persen dari Nilai Proyek 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Dapat perintah amankan pemenang proyek, anggota Unit Layanan Pengadaan (ULP) Dinas PUPR Lampung Utara kecipratan 0,5 persen dari nilai proyek.

Hal ini terungkap dalam persidangan suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis 26 Desember.

Persidangan dengan terdakwa Candra Safari diagendakan dengan keterangan saksi.

Dari tiga saksi yang dijadwalkan akan datang hanya dua saksi yang hadir.

Keduanya yakni Ketua ULP 2016 hingga 2018 Karnadi dan Ketua Pokja (Kelompok Kerja) ULP 2013 hingga 2018 Meri Imelda Sari.

BREAKING NEWS - Ajukan Eksepsi, Penasehat Hukum Hendra Wijaya Bawa-bawa Nama Jurnalis

Dalam kesaksian Ketua ULP 2016 hingga 2018 Karnadi bahwa ia secara tidak langsung mendapatkan arahan dari Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Lampung Utara, Syahbudin untuk memenangkan rekanan.

"Apakah sebelumnya memenangkan rekanan dalam lelang mendapat arahan dari Syahbudi?" tanya JPU Luki Dwi Nugroho.

"Saya lupa cuman ada arahan yang disampaikan pada sekertaris saya, namanya Syahirun, waktu itu berupa catatan secarik kertas, dan kata sekertaris saya, pak ini dari pak Syahbudin dan harus diamankan," ujar Karnadi.

"Dalam daftar tersebut ada nama proyek dan nilai pagunya?" tanya JPU.

"Tidak ada hanya catatan saja, cuman catatan CV aja. Kemudian saya rapatkan kemudian saya bilang (Ke anggota) karena ini perintah kepala dinas untuk mengamankan saya bilang apapun suatu kebijakan meski tidak sesuai aturan (diikuti)," jawab Karnadi.

"Pemungutan fee tahu caranya bagaimana?, apakah ada pihak rekanan datang dan berkoordinasi dengan anda?" sahut JPU.

Penasehat Hukum Hendra Minta Kliennya Tak Dihukum Berdasarkan Opini Publik

"Saya gak tahu, tidak ada," kilah Karnadi.

Namun JPU tak percaya dan membacakan keterangan Karnadi dalam BAP.

"Dalam BAP bahwa saya memenangkan seusia mendapat catatan selanjutnya saya berkoordinasi dengan kontraktor kemudian memberikan arahan, kalau ada yang masuk para rekanan baru akan berkoordinasi denhan syahbhfin, ini ada?" tanya JPU.

"Maksudnya saya bicarakan dengan kawan-kawan. Saya tidak panggil kontraktornya saya biscara dengan anggota Pokja dan anggota yang menindaklanjuti. Dengan arahan Syahbudin tadi," jawab Karnadi.

"Saya bacakan lagi bahwa, saya hanya mendengar Syahbudin bahwa ada penarikan fee 20 hingga 25 persen, hal ini pernah disampaikan Syahbudin saat pertemuan dan kami secara tidak langsung menerima fee 0,5 persen dari total proyek dengan waktu tidak pasti," kata JPU.

"Jadi tahukan pemungutan fee?" imbuh JPU.

"Saya gak tahu, saya meminta anggota saya untuk berkoordinasi dengan rekanan," jawab Karnadi.

Disinggung nama Candra dalam daftar paket proyek yang diterimanya oleh JPU, Karnadi mengaku ada nama terdakwa Candra.

"Ada ada, lupa proyeknya," tutup Karnadi.

Ajukan Eksepsi, Penasehat Hukum Hendra Wijaya Bawa-bawa Nama Jurnalis

PN Tanjungkarang kembali menggelar sidang perkara suap fee proyek Lampung Utara, Kamis 26 Desember 2019.

Dua terdakwa suap fee proyek Candra Safari dan Hendra Wijaya Saleh kembali menjalani sidang di ruang Bagir Manan.

Majelis Hakim ketua Novian Saputra pun mempersilahkan Hendra Wijaya Saleh untuk menjalani sidang terlebih dahulu dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi.

Dalam persidangan, PH Hendra, Gunawan Raka menyampaikan bahwa nota keberatan ini tidak semata mata memperpanjang persidangan.

"Hanya ada beberapa yang kurang pas yang perlu disampaikan," katanya dalam persidangan.

• Hindari Awak Media, Hendra Wijaya Sembunyi di Dalam Mobil KPK

Gunawan mengatakan bahwa dalam fakta yang ada terdakwa tidak pernah secara langsung tidak pernah memberikan uang terhadap Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara.

"Terdakwa beluk pernah secara tidak pernah mengenal dan tidak pernah bertemu serta tidak pernah berhubungan dengan Agung Ilmu Mangkunegara," katanya.

"Terdakwa juga tidak pernah pernah meminta pekerjaan proyek kepada Agung Ilmu Mangkunegara, terdakwa terpaksa harus mengikuti sistem yang berlaku di Kabupaten Lampung Utara demi mendapatkan proyek," imbuhnya.

Lanjutnya, penafsiran dalam kontruksi hukum dakwaan seolah-olah terdakwa sebagai pemenang proyek pembangunan pasar tradisional Karang Sari.

"Faktanya pemenangnya adalah CV Alam Sejahtera, akan tetapi penanggungjawabnya bukan juga terdakwa," serunya.

Atas uraian fakta yang ada, Gunawan mengatakan bahwa dakwaan yang disusun JPU KPK harus dikategorikan kabur atau obscurr libel, karena uraian dalam dakwaan kedua sama dengan dakwaan kedua sehingga harus dibatalkan.

"Kemudian, JPU jelas menekankan hubungan langsung antara terdakwa dengan Agung Ilmu Mangkunegara, sehingga asas praduga tak bersalah telah dilanggar karena terdakwa telah secara tidak langsung diadili pers dan menyandang sebutan penyuap Bupati Lampung Utara," kata Gunawan.

Gunawan pun berpendapat bahwa dakwaan JPU KPK secara langsung dan tidak langsung memanfaatkan rekan jurnalis untuk membentuk opini publik yang menyesatkan.

"Tanpa menyajikan fakta yang lengkap dan sebenarnya, Trial By Press, melalui uraian dakwaan yang disajikan," tegas Gunawan.

Gunawan pun memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang yang mengadili untuk selanjutnya menerima nota keberatan terdakwa Hendra.

"Menyatakan dakwaan JPU KPK masuk kategori tidak jelas, menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum dan memerintahkan terdakwa keluar dari tahanan," tandas Gunawan.(Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved