Menyibak Harta Karun Tersembunyi di Perairan Natuna
Baru-baru ini kapal nelayan China yang dikawal coast guard masuk ke perairan Natuna.
Dari kegiatan tersebut, berhasil ditemukan cadangan migas terbesar dalam sejarah permigasan Indonesia selama 130 tahun terakhir.
Dengan cadangan gas 222 triliun kaki kubik (TCF) dan 310 juta bbl minyak, dengan luas 25 x 15 km persegi serta tebal batuan reservoir lebih dari 1.500 meter.
Sayangnya, sejak ditemukan pada 1973, lapangan gas D-Alpha ini masih belum bisa dieksploitasi.
Sebab, adanya kandungan gas CO2 yang mencapai 72 persen membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk mengatasinya.
Pada 1980, pengelolaan blok ini digantikan oleh Esso dan Pertamina.
Namun, tetap saja Esso yang kemudian bergabung dengan Mobil Oil menjadi Exxon Mobil ini belum berhasil mengeksploitasinya.
Walaupun pihaknya telah mengeluarkan biaya sebesar 400 juta dollar AS untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan kajian pengembangan lapangan.
Kini, ada 13 perusahaan migas, dua di antaranya adalah perusahaan migas nasional, yang melakukan kegiatan operasi perminyakan di Laut Natuna.
Enam blok di antaranya telah dan akan diproduksi, semerata 7 lainnya masih dalam tahap eksplorasi.
Dengan demikian, klaim China di Laut China Selatan, tepatnya di Perairan Natuna seharusnya memicu pemerintah untuk menggalakkan operasi migas di wilayah ini.
Apalagi kegiatan ini telah berlangsung selama lebih dari 50 tahun.
Khususnya untuk lapangan gas D-Alpha yang sudah ditemukan sejak 1973 dan lapangan gas Dara yang ditemukan pada 2000.
Keduanya bahkan belum berhasil dieksploitasi hingga saat ini.
(Sosok.id)
Artikel ini telah tayang di Sosok.id