Komisioner KPK Ungkap Peran 2 Staf Hasto & Mantan Anggota Bawaslu di Kasus OTT Komisioner KPU Wahyu
Harun Masiku disangka menyuap Wahyu agar bisa mempengaruhi keputusan dalam rapat pleno komisioner KPU RI dan menunjuknya sebagai anggota DPR RI
Penulis: Romi Rinando | Editor: Romi Rinando
Itu tidak mungkin bisa dijalankan, lanjut Arief karena Undang-Undang yang mengatur proses Pemilu tidak mengatur demikian. Kalau ada dituangkan dalam sertifikat berita acaranya.
Terkait benar tidaknya Wahyu Setiawan mengupayakan agar Harun Masiku yang dipilih menggantikan Nazarudin Kiemas, KPU memandang sengketa hasil pemilu hanya dapat digugat melalui Mahkamah Konstitusi.
Arief pun menegaskan kebijakan KPU RI menunjuk Riezky Aprilia terkait anggota PAW DPR RI tersebut sudah final. Namun, SAE yang diklaim sebagai pihak swasta oleh KPK, kemudian menghubungi Agustiani Tio Fridelina (ATF), orang kepercayaan Wahyu yang juga mantan caleg PDI-P untuk melakukan lobi agar Wahyu mengabulkan Masiku Harun sebagai anggota DPR RI pengganti antar-waktu.
Selanjutnya, Agustiani mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang didapat dari SAE kepada Wahyu untuk membantu proses penetapan Harun.
WSE (Wahyu) menyanggupi membantu dengan membalas 'Siap, mainkan!, kata Lili menjelaskan kronologi kasus ini.
Minta Rp 900 juta
Untuk membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR RI PAW, Wahyu diduga meminta dana operasional mencapai Rp 900 juta.
Untuk merealisasikan hal tersebut dilakukan dua kali proses pemberian,ucap Wakil Ketua
KPK Lili Pintauli Siregar saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Pertama, lanjut dia, pada pertengahan Desember 2019, salah satu sumber dana memberikan uang Rp400 juta yang ditujukan pada Wahyu melalui Agustiani, advokat DON, dan SAE.
Wahyu menerima uang dari dari ATF sebesar Rp200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan, ungkap Lili.
Kemudian, pada akhir Desember 2019, Harun memberikan uang pada SAE sebesar Rp 850 juta melalui salah seorang staf di DPP PDIP.
Lili melanjutkan, SAE memberikan uang Rp150 juta pada DON. Sisanya Rp700 juta yang masih di SAE dibagi menjadi Rp 450 juta pada ATF, Rp 250 juta untuk operasional.
Dari Rp 450 juta yang diterima Agustiani, kata Lili, sejumlah Rp 400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk Wahyu, namun uang tersebut masih disimpan oleh Agustiani.
Pada Selasa (7/1) berdasarkan hasil rapat pleno, lanjut dia, KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW dan tetap pada keputusan awal..