Siswa SMP Tak Hapal Bahasa Inggris, Disuruh Gurunya Minum Air Kotor Bau Pesing
Saat pihak KPAD dan utusan Polres tiba di sekolah tersebut, kepala sekolah dan oknum guru yang diduga sebagai pelaku tidak kooperatif
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Seorang guru di Lembata, NTT menghukum puluhan muridnya lantaran tidak dapat menghafal kosakata bahasa Inggris.
Guru tersebut menghukum siswa-siswinya dengan memaksa untuk minum air yang kotor dan berbau pesing.
Dikutip dari Kompas.com, aksi oknum guru Bahasa Inggris tersebut terbongkar setelah siswa kelas VIII bercerita kepada rekannya di rumah siswa berinisial I.
Secara kebetulan, ibu I bernama M yang berada di rumah mendengar cerita yang disampaikan oleh teman anaknya tersebut.
Mendengar cerita tersebut, M pun tak bisa menerima perlakukan kasar yang dilakukan oleh oknum guru di sekolah anaknya.
• Siswa SMP Tewas Berkelahi, Terkena Tendangan saat Duel dengan Teman Sekolah
• Detik-detik Murid Mau Bunuh Diri hingga Datang Gurunya Lakukan Hal Mengejutkan
• Siswi SMA Disebut Anak Jin, Mengaku Ditendang Bu Guru Saat Dihukum Merangkak di Lapangan
Keesokan harinya, ia pun langsung melaporkan dugaan penyiksaan itu kepada ketua yayasan dan pihak komite sekolah.
“Saya dengar mereka disiksa minum air kotor dalam viber yang berlumut. Alasannya karena tidak bisa menghafal kosa kata bahasa Inggris," kata M kepada Kompas.com, Kamis (6/2/2020).
Menurut M, air dalam viber itu selain kotor juga bau, karena dekat dengan toilet.
"Saya benar-benar tidak terima, karena siksa anak minum air kotor dan bau, apalagi saat ini musim demam berdarah,” ujar M.
M menilai, perlakuan oknum guru itu sama sekali tidak mendidik.
Apalagi, bukan hanya satu anak saja yang disiksa, tetapi puluhan, yakni 27 anak.
“Kami orangtua titip anak di sekolah untuk diajarkan dengan baik. Kalau pukul saja kami masih bisa terima. Tetapi ini sudah keterlaluan. Siksa anak minum air dalam viber yang sudah berlumut, bau kencing dan banyak jentik nyamuk,” kata M.
Diminta tutup mulut
M menjelaskan, para guru berpesan kepada siswa, agar masalah di sekolah tidak boleh dibawa ke rumah.
Hal itu membuat beberapa anak takut untuk bercerita dan melaporkan kejadian ini kepada orangtua apalagi polisi.
M mengaku sempat dipanggil oleh kepala sekolah, Vinsesius Beda Amuntoda.
Namun, M menolak dan tetap melanjutkan masalah itu ke polisi.
Menurut M, proses hukum harus terus berjalan, karena penyiksaan ini seakan sebagai tindakan untuk meracuni anak-anak.