Kasus Dugaan Suap Lampura

Saksi Sidang Kasus Dugaan Suap Fee Proyek Lampura Ungkap Aliran Dana dari Anggota DPRD

Tak hanya dari rekanan atau pihak ketiga, aliran dana diduga fee proyek juga mengalir dari sejumlah anggota DPRD Lampung Utara.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Noval Andriansyah
tribunlampung.co.id/deni saputra
Delapan saksi disumpah sebelum menjalani persidangan perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara di PN Tanjungkarang, Senin (9/3/2020). Saksi Sidang Kasus Dugaan Suap Fee Proyek Lampura Ungkap Aliran Dana dari Anggota DPRD. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Tak hanya dari rekanan atau pihak ketiga, aliran dana diduga fee proyek juga mengalir dari sejumlah anggota DPRD Lampung Utara.

Hal tersebut terungkap dalam sidang lanjutan dugaan suap fee proyek Lampung Utara, Senin 9 Maret 2020.

Mantan Sekretaris Dinas PUPR Lampura Susilo Dwiko mengungkapkan, pernah mengetahui adanya penerimaan sejumlah fee proyek sekitar Rp 100 juta dari Nurdin.

"Memang saat itu saya dapat perintah ke rumah Pak Nurdin, dan bicara dengan Pak Nurdin, yang mana bercerita soal rencana-rencana ke depan Komisi 3, saat itu Fria (bendahara Dinas PUPR) juga datang yang menerima uang tersebut, saya hanya mengetahui," ungkap Susilo, Senin (9/3/2020).

Pensuinan PNS atau eks Kasi Pengawasan di Dinas PUPR Lampura Mangku Alam secara jelas mengaku, telah diperintah oleh Syahbudin untuk mengambil sejumlah uang dari anggota DPRD Lampung Utara.

 Mantan Kabid Bina Marga PUPR Lampura Ungkap Aliran Dana ke Penegak Hukum

Sidang Dugaan Suap Fee Proyek, Rekanan Sawer PNS Dinas PUPR Lampura, Yunanda: Uang Icip-icip

 Chef Renatta MasterChef Indonesia Dapat Kejutan saat Cicipi Masakan Peserta: Apa Ini?

 Bantah Terima Fee Proyek, Mantan Kabid PUPR Lampung Utara Berkilah Hanya Titipan 

"Ngambilnya di jalan semua, namanya saya lupa, tapi totalnya bervariasi, ada Rp 40 juta, ada Rp 50 juta," kata Mangku, Senin (9/3/2020).

"Baik, saya ingatkan dalam BAP, anda jelaskan, saya pernah diperintah mengambil (uang) ke anggota DPRD Lampura Komisi III, di antaranya, Emil Rp 100 juta, Rico Rp 70 juta, Johan Rp 50 Juta, dan Maria Rp 50 juta, benar?" tanya JPU KPK Luki Dwinugroho.

"Iya, semuanya (bayar) sebelum lelang," jawab Mangku.

Luki pun mengejar jawaban Mangku untuk mengetahui kaitan uang tersebut dengan proyek yang didapat anggota DPRD.

"Apakah ada kaitanya anggota DPRD dapat proyek?" tanya Luki.

"Saya gak tahu pak," jawab Mangku.

Mangku menambahkan, setelah menerima uang dari sejumlah anggota DPRD Lampura tersebut, ia langsung menyerahkannya ke Fria, bendahara Dinas PUPR Lampura.

Tak hanya itu, di tahun yang sama 2017, lanjut Mangku, ia juga diperintahkan mengambil uang fee proyek ke sejumlah rekanan oleh Syahbudin.

"Tapi, waktu itu saya hanya terima telpon saja, nunggu perintah dari Syahbuddin, Pak Mangku tolong ini ambil ini-ini (uang) ke rekanan, ambil uang fee proyek sebelum lelang, ya sebanyak 20 sampai 25 kali," terang Mangku.

Saat mendapat perintah itu, Mangku mengaku sudah diberi kontak rekanan dan melakukan janji pertemuan di pinggir jalan.

"Orangnya ngasih tahu ketemuan di pinggir jalan, ada yang Rp 20 juta, ada yang Rp 50 juta, Rp 80 juta, dan ada yang Rp 100 juta," tandasnya.

Terima Uang Icip-icip

Seusai pekerjaan proyek di Lampung Utara selesai, rekanan yang mengerjakan sawer sejumlah PNS di Dinas PUPR Lampura.

Para pegawai di Dinas PUPR Lampung Utara juga mengaku menerima uang saweran tersebut dengan bahasa 'uang icip-icip' dari rekanan.

Salah satunya diakui mantan Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Lampura Yunanda, saat dihadirkan menjadi saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, Senin (9/3/2020).

Dalam kesaksiannya, Yunanda mengatakan, ploting paket proyek pekerjaan di Lampung Utara sudah diatur sebelum lelang.

"Jadi, saya diminta beliau (Syahbudin) daftar mana saja yang dilelang dan saya serahkan ke Syahbudin daftar nama paket, dari saya daftar itu kosong kolomnya ada tiga, nantinya diisi Syahbudin dan dikirim lagi ke saya sudah ada nama dalam catatan itu," kata Yunanda, Senin (9/3/2020).

Setelah memberikan daftar ploting, Yunanda mengaku ditemui oleh Candra Safari.

"Jadi setelah (Candra) bertemu dengan Syahbudin, datang ke saya, lalu menitipkan uang ke saya, lalu saya nanya ke Syahbudin, ini akan diserahkan ke beliau langsung atau Fria (bendahara PUPR)," ungkap Yunanda.

Yunanda mengaku tak mengetahui jumlah uang yang diserahkan Candra kepada Syahbudin lantaran sudah dibungkus kantong plastik.

Selain uang titipan tersebut, Yunanda mengaku, menerima uang lain dari Candra, dengan jumlah yang tak besar.

"Ya ada (dikasih uang) biasanya kalau selesai (proyek), paling Rp 200 ribu. Ya, bagi-bagi saja, bahasanya uang icip-icip," ucap Yunanda.

Mantan PPK di Dinas PUPR Lampung Utara Mulya Dewi Purnama juga mengakui, pernah mendapatkan uang icip-icip dari Hendra Wijaya Saleh alias Eeng, yang mendapatkan paket proyek pekerjaan di Dinas Perdagangan Lampura.

"Eeng pernah ngasih, tapi Septo yang menyerahkan (uang), setelah proyek, katanya ini uang icip, sekitar dua sampai tiga kali, sekitar Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta, uang sudah saya kembalikan," tandasnya.

Aliran Uang ke Penegak Hukum

Sidang kasus dugaan suap fee proyek Lampung Utara (Lampura) mengungkap adanya aliran dana ke aparat penegak hukum.

Hal tersebut disampaikan Mantan Kabid Bina Marga PUPR Yulias Dwiantoro saat dihadirkan menjadi saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, Senin (9/3/2020).

Menurut Yulias, aliran sejumlah uang kepada instansi penegak hukum, untuk kepentingan lain Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara.

Dalam persidangan, Yulias mengaku tak mengetahui adanya fee proyek 20 persen dari nilai pagu paket proyek, digunakan untuk apa.

"Pak Syahbudin gak pernah merinci untuk apa," kata Yulias, Senin (9/3/2020).

Namun, secara tidak langsung, Yulias mengakui, adanya sejumlah dana yang mengalir ke pihak lain.

"Saya pernah untuk menghubungi beberapa orang, tapi secara jelasnya saya gak tahu, karena Pak Syahbudin langsung (yang menyerahkan) saya hanya temani dan pernah Pak Syahbduin menyerahkan ke saya dan saya yang memberikan," katanya.

"Anda sebutkan dalam BAP, uang diserahkan ke bupati, uang ini dari mana?" sahut JPU Ikhsan.

"Dari Pak Syahbudin dan diserahkan langsung oleh Pak Syahbudin," jawab Yulias.

JPU pun menanyakan terkait maksud kepentingan lain dalam BAP, yang mana dalam keterangan Julias fee proyek 20 persen diterima Syahbudin melalui Helmi, Fria, dan Iko dan diserahkan ke Agung Ilmu Mangkunegara maupun kepentingan lain Agung.

"Apakah ada kepentingan lain ini, ada kaitannya dengan pemberian ke pihak lain?" tanya JPU.

"Ya seperti itu, ke pihak lain," jawab Yulias.

"Kepentingan seperti apa?" tanya ulang JPU.

"Saya gak nanya sejauh itu, saya gak paham, setiap diminta menemani, saya jalan dan saya sampaikan. Seperti di pertengahan Tahun 2016, saya menemani ke Polda, uang dibawa Syahbudin," sebutnya.

Yulias pun mengaku, pernah menerima titipan sejumlah uang dari rekanan hingga Rp 100 juta.

"Yang diterima Rp 100 juta di Jalan Sudirman, (dari) Eka Rp 50 juta di Way Halim, Abu Bakar Rp 70 juta di Jalan Soekarno Hatta, ini untuk pekerjaan awal, dan saya hanya diperintah," tandasnya.

Bantah Terima Fee Proyek

Mantan Kabid Bina Marga PUPR Lampung Utara Yulias Dwiantoro membantah disebut menerima uang fee proyek.

Ia berkilah uang itu hanya titipan.

Hal ini diungkapkan oleh Yulias saat menjadi saksi dalam persidangan perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara di PN Tanjungkarang, Senin (9/3/2020).

Yulias mengatakan, saat menjabat menjadi Kabid pada 2016 ia mendapatkan catatan lengkap kegiatan pekerjaan.

"Diperintahkan (Syahbudin) nantinya yang akan menjadi rekanan. Itu disampaikan secara lisan dan diberikan fotokopi data lengkap," ujarnya.

Disinggung apakah ada arahan selain menjalankan daftar plotting, Yulias mengaku tidak.

"Saya gak ada perintah khusus. Mengumpulkan fee pernah," tegasnya.

"Menerima?" sahut JPU KPK Ikhsan.

"Pernah. Bunyinya menitip. Berbentuk amplop," jawab Yulias.

Yulias menegaskan, amplop titipan berisi uang tersebut tidak ada kaitannya dengan plotting proyek.

"Saya gak nanya. Cuma saya di kantor tapi tiba-tiba datang dan serahkan. Bilang ini titip untuk Pak Syahbudin. Dan rekanan itu bilang kalau itu uang," tuturnya.

Yulias mengakui ada potongan 20 persen untuk setiap pekerjaan yang didapat oleh rekanan.

"Tahun 2016 saya mengetahui adanya fee sebesar 20 persen dengan perintah langsung dari Syahbudin. Uang itu diberikan saat sebelum lelang," tandasnya.

Pakai Batik 

Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara kembali menjalani sidang untuk kali ketiga.

Agung menjadi terdakwa dalam perkara dugaan suap proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan Lampung Utara.

Dari pantauan Tribunlampung.co.id, Senin (9/3/2020), Agung hadir di Pengadilan Negeri Tanjungkarang dengan mengenakan kemeja batik warna lembayung dan celana hitam.

Padahal, dalam sidang-sidang sebelumnya, ia kerap memakai kemeja warna putih dan celana hitam.

Tak lupa, Agung masuk ke Ruang Bagir Manan dengan mengenakan rompi tahanan KPK warna oranye dan tangan terborgol.

Begitu juga dengan terdakwa lainnya, yakni Raden Syahril, Syahbudin, dan Wan Hendri.

Dalam persidangan kali ini, Agung bersama Raden Syahril, Syahbudin, dan Wan Hendri dihadirkan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.

Adapun ada delapan saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK.

Mereka adalah Yulias Dwiantoro (mantan Kabid Bina Marga PUPR Lampura), Yunanda (mantan Kabid Cipta Karya PUPR Lampura 2015-2018), Susilo Dwiko (mantan sekretaris Dinas PUPR 2015-2019), dan Mangku Alam (pensiunan PNS/Kasi Pengawasan Dinas PUPR Lampura).

Selanjutnya, Helmi Jaya (kepala UPT Alat Perbekalan Dinas PUPR Lampura), Mulya Dwi Purnama (mantan PPK Dinas PUPR Lampura 2014-2018), Enda Mukti (bendahara Dinas PUPR Lampura), Iko Erzal Harditius (staf PPK Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Lampura). (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved