Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura

Anggota DPRD Lampura Setor Fee Rp 1,5 M, Fee Proyek Disetor di Rumah hingga Jalan untuk Bupati Agung

Proyek infrastruktur di Kabupaten Lampura ternyata tidak hanya dikerjakan rekanan kontraktor. Anggota DPRD kabupaten setempat juga kebagian jatah.

Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Deni Saputra
Ilustrasi Agung Ilmu Mangkunegara. Anggota DPRD Lampura Setor Fee Rp 1,5 M, Fee Proyek Disetor di Rumah hingga Jalan untuk Bupati Agung 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Proyek infrastruktur di Kabupaten Lampung Utara ternyata tidak hanya dikerjakan rekanan kontraktor.

Anggota DPRD kabupaten setempat juga kebagian jatah proyek dan menyetorkan fee kepada Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara melalui orang-orang kepercayaannya.

 Hal tersebut terungkap dalam sidang lanjutan perkara suap fee proyek infrastruktur Kabupaten Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (9/3/2020).

Dalam sidang tersebut, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan delapan orang saksi untuk terdakwa Agung Ilmu, Raden Syahril (orang kepercayaan Agung), mantan Kadis PUPR Lampura Syahbudin, dan mantan Kadis Perdagangan Lampura Wan Hendri.

Adapun delapan orang saksi yang dihadirkan yakni Sekertaris Dinas PUPR 2015-2019 Susilo Dwiko, Bendahara Dinas PUPR Lampura Enda Mukti, mantan Kabid Bina Marga PUPR Lampura Yulias Dwiantoro, Kabid Cipta Karya PUPR Lampura 2015-2018 Yunanda.

Saksi Sidang Kasus Dugaan Suap Fee Proyek Lampura Ungkap Aliran Dana dari Anggota DPRD

Sidang Dugaan Suap Fee Proyek, Rekanan Sawer PNS Dinas PUPR Lampura, Yunanda: Uang Icip-icip

Lagi, Lampung Gagal Jadi Embarkasi Haji Penuh Tahun 2020, 3 Persyaratan Belum Terpenuhi

Tarif Tiket Kapal serta Cara Beli Tiket Kapal Online di Pelabuhan Bakauheni Tahun 2020

Saksi lain, pensiunan PNS/Kasi Pengawasan Dinas PUPR Lampura Mangku Alam, Kepala UPT Alat Perbekalan PUPR Lampura Helmi Jaya, PNS/PPK PUPR di Lampung Utara 2014-2018 Mulya Dwi Purnama, staf PPK Bidang Cipta Karya PUPR Lampura Iko Erzal Harditius.

Susilo Dwiko di hadapan majelis hakim membeberkan jika anggota DPRD Lampura NH menyetorkan fee untuk tujuh paket proyek. Uang fee yang diambil di rumah NH sebanyak Rp 1,5 miliar.

"Yang ngambil (uang fee) Fria, langsung ke adiknya (NH)," kata Susilo.

Selain itu, ada juga anggota DPRD Lampura lainnya, AD, yang menyetorkan fee sebesar Rp 350 juta.

Pengambilan fee kepada anggota DPRD Lampura ini, jelas Susilo, berdasarkan perintah Kepala Dinas PUPR Syahbudin.

Hal tak jauh berbeda diungkapkan saksi Mangku Alam.

Ia mengaku telah diperintahkan Syahbudin untuk mengambil sejumlah fee dari anggota DPRD Lampung Utara.

"Ngambilnya di jalan semua, namanya saya lupa. Tapi totalnya bervariasi ada Rp 40 juta, ada Rp 50 juta," kata dia.

Mendengar penjelasan Mangku, Jaksa KPK Luki Dwinungroho lantas membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadapnya.

"Baik saya ingatkan, dalam BAP Anda jelaskan, 'saya pernah diperintah mengambil ke anggota DPRD Lampura komisi III, diantaranya Em Rp 100 juta, Rc Rp 70 juta, Jh Rp 50 Juta, dan Ma Rp 50 juta, benar?" tanya jaksa.

"Iya semuanya (bayar) sebelum lelang," jawab Mangku lemas.

Uang fee kemudian diserahkan ke Bendahara PUPR Lampura Fria.

Dalam sidang itu, Mangku juga mengaku, jika di tahun 2017 itu ia diperintahkan untuk mengambil uang fee ke sejumlah rekanan.

"Tapi waktu itu saya hanya terima telpon saja, nunggu perintah dari Syahbuddin, 'pak Mangku tolong ini ambil ini-ini ke rekanan, ambil uang fee, sebelum lelang'. Ya sebanyak 20 sampai 25 kali," terang Mangku.

Saat mendapatkan perintah tersebut, ia diberi kontak rekanan dan melakukan janji bertemu di di pinggir jalan.

"Orangnya ngasih tahu ketemuan di pinggir jalan. Ada yang ngasih Rp 20 juta, ada Rp 50 juta, Rp 80 juta, dan ada Rp 100 juta," kata dia.

Makelar?

Mendengar pengakuan para saksi, majelis hakim anggota Baharuddin Naim sempat mempertanyakan kredibilitas Dinas PUPR Lampung Utara.

"Ini makelar atau mafia, minta-mintain uang setoran? Makanya ini organisasi apa? Sekdis tahu gak itu kalau Kabid minta setoran?" tanya Baharuddin.

"Iya (tahu), saya hanya diperintah," jawab Susilo.

"Wajar Lampung Utara gak maju. Isinya orang-orang kayak kalian. Tahu gak ada komitmen? Sudah tahu apa tindakannya?" seru Baharudin.

"Saya diam saja karena saya bawahan," jawab Susilo.

"Kan kabid ini bawahan Anda, gak ditegor?" tanya Baharudin.

"Tidak mulia," jawab Susilo.

Cuma Dititipi

Mantan Kabid Bina Marga PUPR Lampura Yulias Dwiantoro juga mengaku mendapatkan titipan fee dari para rekanan.

Ia mengatakan, saat menjabat Kabid Bina Marga 2016 ia mendapatkan catatan lengkap kegiatan pekerjaan.

"Diperintahkan (Syahbudin) nantinya yang akan menjadi rekanan. Itu disampaikan secara lisan dan diberikan fotokopi data lengkap," ujarnya.

Selain menjalankan daftar plotting, ia juga menerima fee dari rekanan.

"Pernah bunyinya menitip, berbentuk amplop. Saat saya di kantor, tiba-tiba ada yang datang dan menyerahkan amplop. Bilangnya 'ini titip untuk pak Syahbudin'. Dan rekanan itu bilang, kalau isi amplop itu uang," beber dia.

Dalam sidang itu. Yulias juga mengakui jika ada potongan 20 persen setiap pekerjaan yang didapat oleh rekanan.

"Tahun 2016 saya mengetahui adanya fee sebesar 20 persen dengan perintah langsung dari Syahbudin. Uang fee itu diberikan saat sebelum lelang," katanya.

Soal plotting proyek ini juga diakui Yunanda, Kabid Cipta Karya Lampura 2015-2018.

"Jadi saya diminta beliau (Syahbudin) daftar mana saja yang dilelang dan saya serahkan ke Syahbudin daftarnya. Dari saya, daftar itu kosong. Kolomnya ada tiga, nantinya diisi Syahbudin dan dikirim lagi ke saya sudah ada nama dalam catatan itu," terang dia.

Setelah memberikan daftar plotting, Yunanda mengaku, ditemui oleh kontraktor Candra Safari.

"Jadi setelah bertemu dengan Syahbudin, dia (Candra) datang ke saya, lalu menitipkan uang ke saya. Lalu saya nanya ke Syahbudin ini akan diserahkan ke beliau langsung atau Fria (bendahara PUPR)," sebutnya.

Yunanda mengaku tidak mengetahui jumlah uang yang diserahkan Candra kepada Syahbudin.

Ini lantaran sudah dibungkus kantong plastik.

Namun selain dari Candra, Yunanda juga menerima sejumlah aliran meski tak besar.

"Ya ada (dikasih) biasanya kalau sesudah selesai (proyek) paling Rp 200 ribu. Ya bagi-bagi, aja bahasanya uang icip-icip," kata dia.

Senada dengan Mulya Dewi Purnama PNS sebagai PPK di Lampung Utara 2014 2018 mengaku juga mendapatkan uang icip-icip dari Hendra Wijaya Saleh alias Eeng yang mendapatkan paket proyek pekerjaan di Dinas Perdagangan.

"Eeng pernah ngasih, tapi lewat Septo yang menyerahkan setelah proyek, katanya ini uang icip. Sekitar dua sampai tiga kali sekitar Rp 500 sampai Rp 1 juta, uang sudah saya kembalikan," tandasnya.

 Yulias Dwiantoro juga sempat mengatakan jika fee 20 persen diterima Syahbudin melalui Helmi, Fria, dan Iko diserahkan ke Bupati Agung Ilmu Mangkunegara maupun kepentingan lain Agung.

Yulias pun mengaku pernah menerima titipan sejumlah uang dari rekanan hingga Rp 100 juta.

"Yang diterima Rp 100 juta di Jl Sudirman, Eka Rp 50 juta di Wayhalim, Abu Bakar Rp 70 juta di Jalan Soekarno Hatta, ini untuk pekerjaan awal, dan saya hanya diperintah," beber dia.(Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved