Tribun Bandar Lampung
Cerita Guru Bimbel Mengajar Online, Siapkan Materi dalam Bentuk PDF dan Video
Pandemi Corona membuat proses belajar mengajar dilakukan di rumah, termasuk juga bimbingan belajar.Saat ini para guru bimbel mengajar siswa via WA.
Penulis: Jelita Dini Kinanti | Editor: Reny Fitriani
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Pandemi Corona membuat proses belajar mengajar dilakukan di rumah, termasuk juga bimbingan belajar.
Saat ini para guru bimbel mengajar siswa via WhatsApp.
Berbagai tantangan dan kendala dihadapi mereka dalam mengajar secara virtual ini.
Seperti apa ceritanya?
Gilang Santoso, seorang tentor alias guru bimbel Bahasa Inggris terlihat menyiapkan beragam materi bimbel yang akan dibagikan kepada anak didiknya melalui WhatsApp, Selasa (21/4/2020).
• Cerita Pasien 09 Lampung Sembuh dari Covid-19, Berterima Kasih Atas Motivasi Tenaga Medis
• Cerita Pedagang Sembako Kena Imbas Covid-19, Pembeli Tak Ramai, Pasrah Pendapatan Turun 50 Persen
• Wawancara Eksklusif Dirlantas Polda Lampung Kombes Chiko Ardwiatto: 70 Ruas Jalan Lampung Disekat
• Istri Bupati Nonaktif Lampura 3 Kali Terima THR Rp 20 Juta dari Istri Eks Kadis PUPR
Jika dalam pertemuan tatap muka, materi langsung diberikan.
Namun karena mengajar via media sosial, dirinya harus menyiapkan beragam bahan terlebih dahulu, mengetiknya, menyajikannya dalam bentuk PDF serta video baru kemudian di-share di group WhatsApp yang berisi para siswanya.
Aktivitas mengajar via WhatsApp ini dilakukan setiap hari Kamis untuk kelas 10 dan Jumat untuk kelas 11.
Waktunya cuma satu jam, yakni pukul 16.00-17.00 WIB.
Proses mengajar virtual ini dilakukan sejak 24 Maret lalu hingga 30 April nanti.
"Materi yang diberikan sudah dalam bentuk PDF atau video, agar siswa langsung paham. Di dalam group, para siswa bisa langsung bertanya jika tidak memahami," tuturnya.
Sayangnya, karena proses mengajar melalui WA, dirinya tidak mengetahui apakah siswa menyimak dan memahami materi yang diberikannya.
Bahkan kata Gilang, jarang sekali ada siswa yang bertanya.
Sehingga dirinya tidak tahu, apakah siswa mengerti atas materi yang ia berikan.
"Kalau belajar tatap muka, kan bisa langsung diketahui kalau siswa itu mengerti atau tidak, menyimak atau tidak. Saat saya bertanya via WA, para siswa lama sekali menjawabnya. Ya karena kita tidak bertemu langsung," ujarnya.
Putri Nurkhayati, pengajar bimbel pelajaran Biologi menuturkan, dia pun mengajar lewat group WA setiap Rabu pukul 14.30-15.30 WIB.
Ia mengaku, berbagai kendala kerap dihadapi selama mengajar via WA ini.
Diantaranya sulit untuk kondisikan siswa, sehingga Putri tidak tahu apakah siswa main-main atau serius belajar.
"Kalau belajar tatap muka, saya bisa paham siswa main-main atau serius belajar. Salah satunya dari ekspresi siswa tersebut," ujar wanita berhijab itu.
Kendala lain yang dihadapi Putri adalah masih adanya siswa yang kurang aktif mengikuti pelajaran di grup Whatspp.
Mereka hanya membaca pelajaran yang disampaikan di grup.
Kurang aktifnya siswa salah satunya terlihat dari hanya sedikit siswa yang bertanya, dan respons siswa yang lama terhadap pelajaran yang disampaikan.
Namun dibalik kendala itu, ada sisi positif yang bisa diambil Putri dari belajar via WA ini.
Ia mengaku bisa dengan mudah memberikan bahan pelajaran berupa gambar dan video ke siswa.
Berbeda dengan saat tatap muka, Putri harus menggambar di papan tulis.
Manager Marketing Hafara Lampung Arif Rahman mengatakan, pihaknya sengaja menerapkan belajar via WA bukan aplikasi Zoom agar siswa bisa menghemat kuota.
"Sistem belajarnya, tentor memberikan bahan pelajaran ke grup WA, bisa berupa video, gambar, atau PDF. Lalu siswa bertanya di grup itu. Kebanyakan mereka bertanyanya lewat ketikan supaya bisa langsung dibaca," kata Arif.
Owner Bimbingan Belajar Azwana Mera Listina mengatakan, pihaknya menerapkan sistem belajar via WA dan Zoom sejak 15 Maret hingga akhir Ramadan.
Ia mengatakan, hampir tidak ada kendala yang dihadapi dengan pola mengejar via WA dan Zoom.
Justru siswa semangat dan mengerti pelajaran dengan cepat.
"Seperti saat saya mengajar Islamic Learning dan bahasa Inggris, anak-anak cepat sekali memahami pelajaran saya. Mereka juga senang belajar. Apalagi pakai zoom bisa bertatap muka," kata Mera.
Satu satunya kendala yang dihadapi adalah belajar dengan kedua sistem itu harus menggunakan handphone orangtua.
Sebab siswa disini 90 persen TK dan SD.
Sementara 10 persennya SMP, sehingga mereka tidak memiliki handphone.
Kalau kebetulan handphone sedang digunakan atau dibawa orangtua, anak-anak terpaksa tidak mengikuti pelajaran.
Namun hal itu tidak dipermasalahkan oleh orangtuanya.(Tribunlampung.co.id/jelita dini kinanti)