Kasus Corona di Lampung
Kisah Tenaga Medis Memerangi Covid-19, Dua Bulan Tak Pulang Kampung hingga Diolok Tetangga
Debby Yunita (26), perawat di Poli Covid-19 sudah dua bulan ini tak pulang kampung kumpul bersama keluarganya di Kotabumi, Lampung Utara.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Tenaga medis merupakan orang di garda terdepan dalam menangani pasien Covid-19.
Mereka mendedikasikan hidupnya untuk menolong dan menyembuhkan pasien-pasien Corona.
Mereka rela mengorban waktu, tenaga bahkan hidup mereka. Seperti apa ceritanya?
Debby Yunita (26), perawat di Poli Covid-19 sudah dua bulan ini tak pulang kampung kumpul bersama keluarganya di Kotabumi, Lampung Utara.
Biasanya, ia pulang dua minggu sekali untuk bertemu keluarganya di sana.
• Cerita Guru Bimbel Mengajar Online, Siapkan Materi dalam Bentuk PDF dan Video
• Kisah Kartini Masa Kini, Berjuang untuk Anak Kurang Mampu hingga Bantu Menafkahi Keluarga
• Pesawat Dilarang Terbang hingga 1 Juni, Jalan Tol Ditutup, Dampak Kebijakan Larangan Mudik
• Untung Rp 2,5 Juta, Pria Bandar Lampung Ini Racik Bom Ikan Sesuai Pesanan Nelayan
Kumpul bersama keluarga adalah hal yang paling ia rindukan saat ini di tengah pandemi Corona.
"Kangen sekali dengan orangtua saya di kampung. Sedih kalo dipikir-pikir. Namun demi kebaikan saya dan keluarga di kampung, lebih baik saya menahan diri untuk pulang," ceritanya, Rabu (22/4/2020).
Ia menuturkan, banyak rekan seprofesinya ditolak warga sekitar karena pulang ke kampung bahkan pulang ke rumah mereka sendiri.
Ia mengaku miris akan kondisi itu.
Padahal, para tenaga medis telah mengorbankan segalanya demi membantu memerangi Covid-19.
Beruntungnya, ia tidak mengalami hal itu.
Pihak tempatnya ngekos memahami kondisinya.
"Kebetulan sekitar tempat saya tinggal ini banyak yang kerja di rumah sakit. Dan Alhamdulillah warganya ga begitu parno seperti warga di Pulau Jawa," katanya.
Namun demikian, pihak rumah sakit mengantisipasi penolakan tersebut dengan mengeluarkan aturan bagi setiap tenaga medis yang bersentuhan langsung dengan corona.
Debby menerangkan, sejak awal pandemi, setiap karyawan diperkenankan menggunakan seragam setelah berada di rumah sakit.
Begitupun sebaliknya.
"Jadi kita dari kosan ke rumah sakit pake baju biasa. Sampe rumah sakit baru ganti baju dinas. Kadang di waktu tertentu kita pakai APD (alat pelindung diri) lengkap," tuturnya.
Debby menceritakan, sebagai petugas medis, mereka kerap memakai APD lengkap.
Memakai APD ini bukan perkara mudah.
Sebab, membuat mereka susah bernafas.
Setelah dipakai dalam masa waktu 8 jam, APD tersebut langsung di buang.
"Benar-benar gak ada celah buat udara masuk, ditambah lagi kita pakai masker tiga lapis. Butuh waktu sekitar setengah jam buat adaptasi," katanya.
Meski tersiksa, APD sangat penting digunakan agar tidak tertular virus.
"Takut tertular pasti ada, apalagi sekarang banyak pasien yang gak jujur. Ini yang bikin kami khawatir," imbuhnya.
Lain lagi yang dialami Mutiara (24).
Tenaga medis ini justru kerap mendapat sindiran dari tetangga karena bekerja di tengah pandemi Corona ini.
Ada tetangga yang mengolok-oloknya dengan kalimat, "eh itu orang kok dibiarin berkeliaran".
Awal mendengar kalimat tersebut, rasanya sakit.
Apalagi, kalimat-kalimat itu dilontarkan saat dia akan berangkat kerja.
Namun ia terus berpikir positif dan tidak memasukkan ke hati omongan tetangga itu.
"Mereka kira kita ini kuman kali ya. Seperti itu ucapan mereka, tapi Alhamdulillah ga sampe ada penolakan seperti di daerah lain," ungkap warga Untung Suropati ini.
Perawat yang bertugas mengambil sample darah pasien ini berharap pandemi corona segera mereda.
Selain itu, ia juga berharap agar masyarakat mengubah stigma negatif bagi perawat dan tenaga medis yang saat ini tengah berjuang.
"Bukan cuma harapan saya ,tapi juga harapan kita semua. Semoga tidak ada lagi yang tertular dan kita semua diberi kesehatan," tuturnya. (Tribunlampung.co.id/muhammad joviter)