Berita Nasional
Cerita Pemudik dari Lampung Diisolasi di Rumah Angker
Padahal, dia seharusnya menjalani isolasi mandiri selama 14 hari setelah mudik dari Lampung.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, SRAGEN - Pemerintah Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, menjadikan rumah angker sebagai tempat isolasi bagi pemudik yang bandel.
Pemudik yang dikategorikan bandel adalah pemudik yang pulang kampung tapi tetap berkeliaran di luar rumah.
Salah satu pemudik yang ditempatkan di rumah angker itu adalah Heri Susanto.
Heri Susanto menceritakan pengalamannya saat menjadi narasumber di acara Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, Rabu (22/4/2020).
Heri Susanto akhirnya ditempatkan ke rumah angker tersebut setelah sempat keluar membeli mainan anaknya.
• Rumah Angker Dijadikan Tempat Isolasi Pemudik Bandel di Sragen
• Kanit Reskrim dan Istri Positif Corona, 18 Polisi Diisolasi
• Lihat Polisi Gunakan APD, Kerumunan Warga Langsung Bubar
• Perampok Habisi Wanita Lalu Ditinggal di Setu Pengarengan
Padahal, dia seharusnya menjalani isolasi mandiri selama 14 hari setelah mudik dari Lampung.
"Ya kronologi waktu itu saya pulang kampung dari Lampung kan terus anak saya nangis minta dibeliin mainan tenda-tendaan itu."
"Terus saya antar ke Sragen (kota) beli ke toko mainan, sampai situ kan ada Satgas Covid-19 itu datang ke rumah saya," ujar Heri.
Heri menjelaskan dirinya sempat dicari oleh petugas Satgas Covid-19 setempat di rumahnya.
Namun karena dirinya tak ada di rumah, Satgas lantas ke menyusul Heri untuk menjemputnya pulang.
Sementara itu, kejadian tersebut terjadi pada hari keempat isolasi mandiri.
Selain itu, Heri menjelaskan bahwa setiap RT memiliki petugas Satgas untuk mengawasi para ODP.
"Ditanyai 'Kok enggak ada Mas Herinya' langsung dicari ke Sragen, di situ kan saya sudah pulang ketemu di Jalan Raya Nguwer Sragen, saya ditarik, saya dibawa pulang. Hari Minggu berarti sudah empat hari."
"Ya ada satu RT kan dikoordinasi, ini kan nanti dipantau satu-satu, ODP, pulangnya kan enggak sama, ada yang mantau," jelasnya.
Kemudian, Heri mengungkapkan nekat ke luar rumah karena tidak tahan melihat anaknya terus menangis minta diantar membeli mainan.
"Ya karena anak saya nangis terus jadi kasihan," sambungnya.
Saat disinggung soal rumah angker tersebut, Heri mengatakan dirinya baik-baik saja.
"Ya cerita orang-orang kan tempatnya angker, itu kan sudah enggak dipakai sekitar 10 tahunan."
"Tapi Alhamdulillah selama di sini ya baik-baik saja," ujar Heri.
"Enggak lihat ada penampakan gitu ya Pak?" tanya presenter.
"Ya InsyaAllah enggak. Tiga orang, iya semua pemudik," jawab Heri kemudian.
Heri mengatakan, selama di sana bersama dengan tiga pemudik lainnya, setiap pagi diperintahkan untuk berjemur dan melakukan olahraga ringan.
Meski demikian, rumah angker tersebut kini hanya dihuni oleh Heri, lantaran 2 pemudik lainnya menyerah.
Soal ketersediaan makanan, Heri mengaku tak pernah kekurangan.
"Ya kalau pagi itu jadwalnya harus berjemur, terus loncat-loncat jogging itu, paling itu pokoknya rutin, waktunya salat, salat."
"Alhamdulilah aman, lancar (kebutuhan logistik)," ungkapnya.
Lalu, Heri memberi pesan agar semua pemudik di Sragen khususnya untuk disiplin menerapkan isolasi mandiri.
Pasalnya, ketidaksiplinan bisa merugikan keluarga hingga warga lainnya.
"Kepala seluruh pemudik yang pulang kampung ke Desa Sepat saya mohon ikuti Peraturan Pemerintah."
"Karena apa kalau kita sekali melanggar, risikonya bisa ke keluarga kita, warga sekitar kita dan umumnya Warga Desa Sepat," ucapnya.
Ancaman Bupati
Pemerintah Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, menyiapkan rumah angker sebagai tempat isolasi bagi pemudik bandel yang datang ke wilayahnya.
Rumah angker itu berada di kompleks bekas pabrik gula Sido Wurung atau lebih dikenal dengan Kedoeng Banteng.
Lokasi rumah angker itu di Desa Gondang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen.
Rumah angker tersebut sengaja dijadikan tempat karantina bagi pemudik bandel yang tidak mau melakukan isolasi mandiri selama 14 hari.
Hal itu dilakukan pemerintah Kabupaten Sragen, Jawa Tengah untuk menerapkan protokol pencegahan penyebaran virus corona ( COVID-19) bagi para pemudik yang bandel.
Khususnya, para pemudik yang ngeyel. Jika, mereka ada yang bandel, maka, akan dikarantina di rumah dinas Sinder yang angker.
Secara kasat mata, rumah itu kondisinya terlihat menyeramkan, lantaran cat telah mengelupas ditumbuhi lumut.
Adapun di depan rumah tampak kayu-kayu yang juga mengalami pengeroposan.
Rumah tersebut berada di kompleks bekas Pabrik Gula Sido Wurung atau lebih dikenal dengan Kedoeng Banteng, Desa Gondang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen.
Kompleks pabrik gula itu diperkirakan sudah berdiri kurang lebih sejak tahun 1831.
Ide Camat Sarjanto
Kepala Desa Gondang, Warsito menjelaskan, awalnya penggunaan kompleks pabrik gula sebagai lokasi karantina merupakan ide Camat Gondang, Catur Sarjanto.
Warsito menyebut, ODP yang bandel atau tidak patuh akan di karantina di pabrik gula tersebut sesuai arahan Catur Sarjanto.
"Kemarin pak Camat bilang nanti kalau ada ODP yang bandel, suruh isolasi tidak mau nanti akan ditempatkan di situ," kata Warsito, Kamis (23/4/2020), dikutip dari TribunSolo.com.
Rencananya, kompleks pabrik gula tersebut bakal digunakan setelah ditinjau langsung oleh Bupati Sragen, Jawa Tengah, Kusdinar Untung Yuni Sukowati.
"Ini belum mulai digunakan, rencananya Sabtu besok ada kunjungan Bu Bupati untuk mengecek kelayakan bangunan," tuturnya.
Warsito mengatakan, lokasi karantina ODP itu tidak terlalu jauh dari pemukiman warga dan berada di jantung kota.
"Itu dari pemukiman lumayan, itu di tengah-tengah kota, itu berada di timur kantor dinas kecamatan, kanan-kirinya rumah warga," ujar Warsito.
"Di dekatnya juga ada kantor puskesmas dan Koramil, InsyaAllah keamaan dan kebutuhan kesehatan bisa terjamin," imbuhnya.
Selain itu, Yuni Sukowati juga telah menyiapkan rumah angker yang sudah tidak dihuni puluhan tahun bagi ODP yang tidak mematuhi aturan karantina mandiri selama 14 hari.
Para pemudik yang berstatus ODP itu akan menjalani karantina di rumah angker agar mereka patuh terhadap aturan.
Hal itu disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube tvOneNews, Selasa (21/4/2020).
Yuni Sukowati mengatakan, tempat yang dijadikan sebagai karantina itu sudah 10 tahun tidak berpenghuni.
Menurutnya, rumah tersebut angker dan menyeramkan karena sudah sejak lama kosong.
"Rumah kosong itu sudah 10 tahun tidak dihuni," ujarnya.
"Jadi pastinya ada hantu-hantu yang berkeliaran di sana dan cukup menyeramkan," sambung Yuni.
Lantaran rumah kosong itu dikenal angker maka digunakan sebagai tempat karantina ODP yang tidak patuh.
Selain itu, ia menyebut, warga sekitar juga enggan untuk melewat di depan rumah kosong tersebut.
"Sementara warga saja enggan untuk melewat di depannya."
"Nah kita manfaatkan itu," kata Yuni.
Hingga Selasa (21/4/2020), Yuni menyampaikan, sudah ada tiga pemudik yang di karantina di rumah kosong itu.
"Semua pemudik yang datang ke desa itu harus dikarantina mandiri di rumah masing-masing selama 14 hari," ujarnya.
Yuni menjelaskan, sebelumnya para pemudik sudah membuat komitmen dan jika melanggar akan menerima tindakan.
"Mereka sudah tanda tangan komitmen bersedia dan kalau mereka tidak komitmen, bersedia menerima teguran ataupun tindakan yang akan dilakukan pemerintah desa," jelas Yuni.
Ia menambahkan, sebelum menunjuk rumah kosong itu sebagai tempat karantina sudah berkoordinasi dengan kepala desa setempat.
"Pemerintah desa kemarin sempat minta petunjuk kepada saya," ungkapnya.
"Saya sampaikan 'kalau ini ada yang ngeyel seperti ini, golekno omah seng kosong (carikan rumah kosong), masukkan sana, kunci dari luar."
"Tapi jangan lupa dikasih makan, sehari tiga kali'," papar Yuni Sukowati.
(Tribunwow.com)
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul "Pemudik yang Huni Rumah Angker di Sragen Ungkap Kesaksian, Presenter: Enggak Lihat Ada Penampakan?"