Kasus Corona di Lampung

Kisah Sopir Ambulans Pengantar Jenazah Corona, Tak Boleh Peluk Anak hingga Rela Dijauhi Keluarga  

Mantan staf humas pemkot Bandar Lampung ini baru 7 bulan menjalani tugas sebagai sopir ambulans gratis pemkot setempat.

Penulis: joeviter muhammad | Editor: Reny Fitriani
Dokumentasi
Veri (dua dari kiri) dan Wili (paling kanan) berpose di belakang ambulans sebelum mengantar jenazah pasien positif Corona ke pemakaman. Kisah Sopir Ambulans Pengantar Jenazah Corona, Tak Boleh Peluk Anak hingga Rela Dijauhi Keluarga 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Perjuangan tenaga medis di garis depan dalam memutus mata rantai penyebaran Covid 19 atau virus Corona patut diapresiasi.

Namun dibelakang itu ada sosok yang tak kalah besar perjuangannya.

Mereka adalah para sopir mobil ambulans yang bertugas mengantar pasien dan jenazah Corona.

Veri Holmes salah satunya.

Mantan staf humas pemkot Bandar Lampung ini baru 7 bulan menjalani tugas sebagai sopir ambulans gratis pemkot setempat.

Kisah Nenek Renta di Lamteng, Hidup Sebatang Kara di Gubuk Reyot, Makan Dibantu Tetangga

Kisah Warga Bandar Lampung Berpuasa di Luar Negeri, Rilda: Puasa di Inggris 17 Jam

216 Siswa SMK di Bandar Lampung Tak Lulus UN

Tanggamus Dilanda Banjir, Longsor hingga Gempa, 6 Pekon di Semaka Terendam

Namun banyak kisah yang dialaminya selama masa pandemi ini.

Mulai dari dijauhi sementara oleh keluarga hingga ditolak pulang ke kampung halaman.

Di awal tugas anyarnya, ia langsung mendapat tugas yang terbilang cukup berat yakni mengantar jenazah pasien positif Corona.

Karena tugasnya sebagai abdi negara, tugas tersebut wajib dijalankan meski kerap dihantui rasa takut tertular virus Corona.

"Bukan sok berani atau sok-sok jadi pahlawan, tapi karena ini tugas saya ya harus dijalankan," ujar Veri saat diwawancarai Tribunlampung.co.id akhir April lalu.

Veri menceritakan, sebagai komandan regu dinas Satpol PP kota Bandar Lampung, ia bersama ketiga anggotanya pernah mengantar jenazah positif Corona.

Awalnya, kata Veri, mereka mendapat perintah untuk mengawal pemakaman pasien positif Covid 19.

Ternyata merekalah yang akhirnya terjun langsung dibantu personil TNI untuk memakamkan jenazah tersebut.

 "Sebelum berangkat kami berempat berdoa. Bismillah aja semoga tujuan dan niat baik kami dilancarkan," katanya.

Proses pemakaman yang memakan waktu akhirnya membuat Veri dan ketiga rekannya kelelahan.

Dibalik itu semua, Veri mengaku harus menjalankan tugas yang dianggapnya sebagai kemuliaan dalam membantu sesama manusia.

Sepulang memakamkan jenazah, istri Veri menunggu di depan rumah.

Sambutan tak seperti biasanya terpaksa ia terima.

Pasalnya sang istri melarang Veri masuk ke rumah.

Padahal sepulang kerja, begitu pulang ke rumah Veri langsung memeluk anaknya yang baru berusia 4 tahun.

"Jangan masuk dulu lepas dulu baju dan jaketnya," ungkap Veri, menirukan ucapan sang istri.

Kendati demikian, Veri menilai wajar jika sang istri melarangnya untuk masuk.

Secara pribadi,Veri juga takut ada virus yang masih tertinggal sehingga bisa menular ke anak dan istrinya.

Tidak hanya keluarga, lanjut Veri, rasa dikucilkan juga dialami saat bersama sama petugas pengangkut jenazah.

Usai memakamkan jenazah, ia terpaksa duduk sendirian di bagian belakang ambulans.

 "Tiga orang teman saya duduk di depan, saya sendirian di belakang. Karena perginya beda ambulans jadi mereka tau cuma saya sendiri sama jenazah waktu pergi ke pemakaman," katanya.

Lebih tak mengenakan justru dialami Wili Sandi Wijaya.

Rekan Veri ini diketahui mendapat penolakan dari warga sekitar tempat ia tinggal.

Pasalnya, kepala kampung tempat ia bermukim di Natar, Lampung Selatan mengetahui Wili baru saja mengantar jenazah positif Covid 19.

Wili akhirnya memilih isolasi mandiri selama 14 hari sebelum akhirnya dapat berkumpul lagi bersama keluarga.

"Itu karena mereka tidak tahu seperti apa tugas kami. Kami hanya mengantar dan tidak tertular virus," ujar Wili.

Ia pun menyayangkan tanggapan warga sekitar atas apa yang telah ia lakukan, dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai bagian dari garda terdepan melawan Covid 19.

Selama pandemi ini, banyak pengalaman baru yang ia dapat.

Selain itu, selama pandemi Corona menjadi momen saling menjaga kekompakan antar sesama tim.

Pria yang juga dari dinas satpol PP kota Bandar Lampung ini mengingat betapa berat tugas mereka.

Satu hal yang tak bisa dilupakan begitu saja, saat ia bersama relawan lainnya menggendong peti sejauh 200 meter menuju liang Lahat.

Ditambah lagi derita saat mengenakan APD lengkap, yang membuat si pemakai gerah dan kesulitan mengatur nafas.

Selama hampir 8 jam Wili menahan rasa tersiksa kala mengenakan alat pelindung yang dapat menjamin bebas tertular wabah Corona.

"Jadi saat itu kami berpikir bagaimana caranya jenazah ini sampai, karena kalau bukan kami siapa lagi yang akan melakukannya," terang Wili.

Ia berharap Covid 19 segera mereda, karena ia tak dapat membayangkan saat bulan puasa harus mengantar jenazah dengan pakaian APD lengkap.

"Mudah mudahan tidak ada lagi korban, karena berat sekali rasanya menjalani saat bulan puasa harus pake APD," tutupnya.(Tribunlampung,co.id/muhammad joviter)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved