Kapal Dirompak Terdampar di Tuba
Kapal Asal Australia yang Terdampar di Perairan Tuba Sempat Terombang-ambing Selama 5 Hari
kapal hoopla terombang ambing hingga ditemukan oleh pihak berwajib pada Senin 25 Mei 2020 di Perairan Tulangbawang.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Reny Fitriani
Gratis, tidak ada biaya apa pun yang perlu dikeluarkan, bahkan mendapat bayaran dengan dollar Amerika.
Ia pun tertarik, dan mendapatkan kontak pihak MTB.
Tamatan SMK ini tiba di Tegal pada 15 Agustus tahun lalu.
Ia tinggal di penampungan para pencari kerja dari seluruh Indonesia yang disediakan MTB.
Di angkatannya terdapat 20 orang.
Melewati beberapa hari dengan berdiam diri, akhirnya ia dan temannya pergi ke Cirebon untuk mengikuti pelatihan dasar keselamatan dan mendapatkan buku pelaut.
Kemudian, mereka kembali ke penampungan tersebut, menunggu lebih dari satu bulan.
Aktivitas mereka hanya makan dan tidur, tidak ada pelatihan dasar perikanan.
"Lalu buat paspor dua hari, tes kesehatan dan langsung berangkat ke Singapura.
Dari PT aku ada 20 orang, banyak juga dari PT yang lain. Ada ratusan anak yang berangkat ke Singapura," katanya.
3. Bersujud Minta Mayat Teman Tak Dibuang
Sebuah tangkapan layar dari video yang dipublikasikan media Korea Selatan MBC memperlihatkan, seorang awak kapal tengah menggoyang sesuatu seperti dupa di depan kotak yang sudah dibungkus kain berwarna oranye.
Disebutkan bahwa kotak tersebut merupakan jenazah ABK asal Indonesia yang dibuang ke tengah laut oleh kapal asal China.
Ia dan empat WNI lainnya menuju laut di kawasan Timur Tengah untuk menangkap ikan pada September 2019.
"Kami kepala dipukul, ditendang, disiksa.
Tidur paling mentok cuma 3-4 jam."
"Teman kami ada yang sakit dan tidak dirawat, tapi masih disuruh kerja, akhirnya meninggal.
Lalu disimpan di freezer (tempat pendingin ikan) selama satu bulan.
Setelah itu dibuang ke tengah laut.
"Katanya pertama dibilang pakai bahasa isyarat mau dibawa ke Singapura, tapi ternyata dibuang.
Kami lihat pakai mata kepala sendiri.
Kami menangis, sujud-sujud jangan dibuang.
Tapi, kaptennya marah-marah dan tetap membuang teman kami," demikian pengakuan ABK ini.
4. Lompat ke Laut Berbekal Gabus Penyimpan Ikan
Sejak kejadian itu, ia dan ketiga temannya mencoba tetap sehat dan bertahan.
Mereka tidak melawan saat perbudakan dilakukan.
Sampailah pada hari ketika kapal tiba di sekitar Selat Malaka.
Menyadari wilayahnya dekat dengan Indonesia, mereka mulai berontak melawan anggota kapal yang mayoritas dari China, sekitar 15 orang.
"Melawan kita, terjadi pertumpahan darah.
Mereka mengeroyok dan kita kalah, bonyok-bonyok, sempat ada pukulan senjata tajam juga.
Di situ kami berpikir untuk lompat," katanya.
Akhirnya sekitar pukul 02.00 pagi saat semua anggota kapal tertidur, mereka menggunakan gabus tempat menyimpan ikan dan terjun ke laut.
5. Ditolong Kapal Filipina
"Jam satu siang ditolong kapal muat batu bara milik Filipina.
Lalu dibawa ke pihak Maritim Malaysia.
Lalu ditanya-tanya dan dibawa ke Kedutaan Indonesia di Johor, Malaysia, tanggal 8 April," katanya.
Mereka kemudian diurus dan dibiayai pemulangan oleh KBRI Malaysia ke kampung halaman masing-masing.
ABK ini pun tiba di kampung halamannya pada 12 April lalu.
Pengalaman perbudakan yang dialami membekas di benaknya.
Mulai dari penyiksaan, pelarungan temannya, hingga melompat dari kapal dan bertahan 12 jam terombang-ambing di lautan. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa/endra zulkarnain/Tribunmataram.com)