Berita Nasional

Korban Kecelakaan Meninggal Setelah Ditolak 4 Rumah Sakit, Pihak RS Beralasan Prioritaskan Covid-19

Seorang korban kecelakaan Meninggal setelah ditolak 4 rumah sakit di Bengkulu. Adapun, korban kecelakaan tersebut merupakan seorang pria 24 tahun.

tribunlampung.co.id/dodi kurniawan
Ilustrasi. Korban Kecelakaan Meninggal Setelah Ditolak 4 Rumah Sakit, Pihak RS Beralasan Prioritaskan Covid-19. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BENGKULU - Seorang korban kecelakaan Meninggal setelah ditolak 4 rumah sakit di Bengkulu.

Adapun, korban kecelakaan tersebut merupakan seorang pria berusia 24 tahun.

Ia mengalami Kecelakaan Tunggal di perbatasan Kabupaten Bengkulu Selatan dan Seluma sekitar pukul 00.00 WIB, Senin (1/6/2020).

Tragisnya, rumah sakit yang menanganinya kekurangan alat dan tenaga medis.

Pihak keluarganya membawa ke Kota Bengkulu yang berjarak tiga jam.

Wakapolres Tewas Kecelakaan saat Naik Motor

Ketua RT Tampar Seorang Nenek Gara-gara Masalah Bansos

Akhir Tragis Evakuasi Dramatis Pria Tergencet Batu Sebesar Mobil di Tengah Hutan Selama 10 Jam

KPK Bantah Buronan Nurhadi Dijaga Polisi Selama Buron

Namun di sana, korban malah ditolak 4 rumah sakit.

Sang kakak, Feriansyah, warga Desa Pino Raya, Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, hanya bisa kecewa dan berduka mendalam.

Ia menilai, adiknya tidak mendapatkan pelayanan medis secara maksimal.

Empat rumah sakit yang ia datangi menolak dengan alasan fokus pada standar pelayanan Covid-19.

Ia pun mengisahkan nasib tragis adiknya melalui telepon ke Kompas.com, Selasa (2/06/2020).

"Adik saya laki-laki umur 24 tahun Kecelakaan Tunggal, setengah jam dari kecelakaan dibawa ke rumah sakit swasta RS Asyifa," ujarnya mengisahkan.

Ia melanjutkan, di rumah sakit swasta itu, adiknya mendapatkan tindakan pemasangan oksigen dan perawatan sementara.

Karena rumah sakit itu kekurangan alat dan tenaga medis, khusus bedah saraf, pihak keluarga berinisiatif membawa korban ke Kota Bengkulu yang jarak tempuh sekitar 3 jam.

"Saya memiliki keluarga dokter, kami berkomunikasi agar adik saya bisa dirawat di Kota Bengkulu."

"Keluarga dokter saya itu menghubungi sejumlah rumah sakit dan kesimpulannya rumah sakit di Kota Bengkulu belum bisa menerima dengan alasan fokus pada penanganan Covid-19," ujarnya.

Meskipun begitu, Feriansyah katakan, pihaknya tetap membawa korban ke Kota Bengkulu dengan pertimbangan korban kecelakaan itu butuh penanganan lebih lanjut.

Pukul 02.00 WIB, korban dalam kondisi kritis dibawa ke Kota Bengkulu menempuh perjalanan selama 3 jam dibantu dua tabung oksigen.

Ilustrasi kecelakaan.
Ilustrasi kecelakaan. (tribunlampung.co.id/dodi kurniawan)

Diping-pong empat rumah sakit

Ia menjelaskan, rumah sakit pertama yang ia datangi adalah RS Bhayangkara.

Mereka tiba sekitar pukul 06.00 WIB.

Sampai di RS Bhayangkara, pihak keluarga dan petugas ambulans dari RS Asyifa ditegur keras, kenapa korban dibawa ke RS Bhayangkara.

Selain itu, pihak RS Bhayangkara mempertanyakan surat rujukan yang tidak disertakan dengan pasien.

"Surat rujukan kami ada, namun dibawa pada mobil yang lain, saya datang dengan pasien dan ambulans."

"Surat rujukan di mobil satunya bisa menyusul, tapi mereka mempertanyakan rujukan, sementara adik saya dalam kondisi kritis," papar Feriansyah.

Terjadi perdebatan sengit hingga akhirnya pasien ditolak dirawat lalu dibawa ke Rumah Sakit Harapan dan Doa (RSHD), milik Pemkot Bengkulu.

Perlakuan yang sama juga diterima pihak keluarga pasien.

Perdebatan kembali terjadi yang pada akhirnya pasien ditolak.

Belum turun dari ambulans, tim medis menolak pasien dengan alasan RS sedang lagi sterilisasi perawatan Covid-19.

Dan, sejumlah tenaga medis menjalani isolasi mandiri.

"Pihak rumah sakit memberikan alternatif pasien bisa dirawat namun ditempatkan di ruang bekas pasien Covid-19. Lalu kami pindah ke rumah sakit lainnya," kisah Feriansyah.

Korban lalu dibawa ke Rumah Sakit Tiara Sella.

Perdebatan terjadi lagi dengan security rumah sakit.

Selanjutnya, perawat melakukan pengecekan di dalam mobil ambulans.

Rumah Sakit Tiara Sella intinya menolak korban karena minimnya alat dan tenaga medis.

Dalam keadaan panik, keluarga membawa pasien ke Rumah Sakit Rafflesia.

Namun, ruang UGD tertutup.

Hanya satu rumah sakit yang belum didatangi, yakni RSUD M Yunus.

Pihak keluarga tahu di RSUD M Yunus akan sulit memberikan penanganan karena rumah sakit milik Pemprov Bengkulu itu hanya fokus melayani pasien Covid-19.

Akhirnya ditangani di RSUD M Yunus

Tiba di RSUD M Yunus, terjadi perdebatan seperti rumah sakit sebelumnya.

Pihak pengantar ambulans dari rumah RS Asyifa ditegur keras mengapa membawa korban ke RSUD M Yunus.

Meski sempat terjadi keributan, pasien akhirnya ditangani dengan cara dipasang oksigen.

Pihak keluarga diminta menjaga perkembangan pasien oleh tim medis.

Kecewa tim medis hanya fokus ambil sampel darah untuk uji Covid-19

Pukul 08.00 WIB, pihak rumah sakit diminta menandatangani surat pemasangan selang ke paru-paru.

Pihak keluarga sempat menolak karena medis menyebut metode ini kemungkinan hidup pasien hanya tiga persen.

Setelah bersepakat, pihak keluarga akhirnya menyetujui menandatangani surat tersebut.

"Surat telah ditandatangani namun selama 2 jam selang baru dipasang ke paru-paru."

"Selama itu kami diminta menunggu, saya sempat marah dan heran mengapa tim medis sibuk mengambil sampel darah adik saya untuk uji Covid-19," ujar Feri.

Pukul 09.00 WIB, kondisi pasien drop.

Tim medis mengambil tindakan dengan pompa oksigen dan detak jantung.

Hingga pukul 09.10 WIB, korban dinyatakan Meninggal dunia.

"Saya merasa kecewa penanganan medis terlalu fokus pada Covid-19 sementara pasien lain di luar Covid-19 kurang mendapatkan perhatian."

"Akhirnya, adik saya sebagai contoh Meninggal dunia karena lambannya penanganan," kisah Feriansyah.

Penjelasan RSUD M Yunus

Direktur RSUD M Yunus, Zulkimaulub Ritonga saat dimintai konfirmasi menyebutkan, pihaknya tidak menolak pasien korban kecelakaan tersebut.

"Pertama kami ikut berbelasungkawa atas kejadian ini. Kedua pasien tidak ditolak tetap kami layani hanya saja di Bengkulu ini pelayanan bedah saraf satu-satunya ada di RSUD M Yunus, dokter bedah saraf hanya ada satu di Bengkulu," katanya, Selasa (02/06/2020).

"Sementara riwayat pasien sebelum ke RSUD M Yunus telah mendatangi beberapa rumah sakit lain yang tidak ada ahli bedah saraf," jelas Zulkimaulub.

Bedah saraf tidak ada berhenti beroperasi, bahkan dikatakan dia, pada malam Idul Fitri saja, pihaknya masih melakukan operasi bedah saraf.

Dikatakannya, meski RSUD M Yunus fokus melayani Covid-19, bagian bedah saraf dan sejumlah layanan lain tetap dibuka.

"Di media sudah diumumkan bahwa meski fokus Covid-19 layanan bedah saraf tetap melayani pasien," ungkapnya.

Janji diskes

Kadis Kesehatan Provinsi Bengkulu Herwan Antoni saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya telah mengetahui persoalan ini.

Ia menegaskan, meski fokus Covid-19, semua rumah sakit wajib melayani juga pasien umum lainnya.

"Saya dapat info itu, yang jelas prinsipnya semua masyarakat harus dilayani tidak boleh ada penolakan meskipun kondisi Covid-19 tidak ada perbedaan perlakuan pada pasein umum," katanya melalui telepon, Selasa (2/6/2020).

Ia mengatakan, kalau alasan ada tenaga medis yang menjalani isolasi lalu menolak pasien dikatakannya tidak semua medis itu melakukan isolasi, semua layanan harus menjalani pelayanan.

Ia menyebutkan, pihaknya hari ini melakukan rapat terkait persoalan penolakan sejumlah rumah sakit tersebut.

"Kami akan rapat hari ini, kami akan kirimkan surat peringatan pada seluruh rumah sakit di Bengkulu untuk dilarang menolak pasien," jelasnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kisah Tragis Pemuda Bengkulu, Kritis karena Kecelakaan, Ditolak 4 Rumah Sakit lalu Meninggal.

Ditolak 4 rumah sakit, seorang korban kecelakaan Meninggal setelah mengalami Kecelakaan Tunggal. (Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved