Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura
JC Dikabulkan, Mantan Kadis PUPR Lampura Syahbudin Dituntut 7 Tahun Penjara
JPU KPK Ikhsan Fernandi menyampaikan bahwa Syahbudin telah mengajukan berkas justice collaborator (JC).
Penulis: hanif mustafa | Editor: Reny Fitriani
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut terdakwa Syahbudin mantan Kadis PUPR Lampung Utara dengan hukuman penjara selama 7 tahun.
Sebelum membacakan amar tuntutan, JPU KPK Ikhsan Fernandi menyampaikan bahwa Syahbudin telah mengajukan berkas justice collaborator (JC).
Ikhsan mengatakan syarat JC yakni bukan pelaku utama, mengakui perbuatannya, memberi keterangan secara lengkap serta signifikan, mengungkap pelaku lain, dan mengembalikan aset.
"Maka syarat pengajuan JC terdakwa Syahbudin memenuhi syarat," seru Ikhsan dalam sidang teleconfrance yang disampaikannya dari gedung merah putih, Selasa 9 Juni 2020.
Ikhsan pun memohon kepada Majelis Hakim untuk memutuskan terdakwa Syahbudin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berlanjutan sebagaimana diatur dalam pasal 12 b UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor.
• BREAKING NEWS Sidang Suap Fee Proyek Lampura Kembali Digelar, Agung Dengarkan Tuntutan JPU
• Warga Bisa Nyeberang Tanpa Suket, Penyeberangan di Pelabuhan Bakauheni Sudah Dilonggarkan
• Warga Bandar Lampung Kaget Tagihan Listrik Bulan Juni Membengkak Hampir Rp 6 Juta
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Syahbudin selama 7 tahun dikurangi dalam selama ditahan," sebut Ikhsan.
Ikhsan pun menutut agar Syahbudin membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider selama 6 bulan kurungan.
"Membebankan terhadap terdakwa Syahbudin untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 2.838.403.500 dikurangi dengan uang yang disita dan yang dikembalikan. Jika tidak dikembalikan selama satu bulan setelah inkrah maka harta benda akan diilakukan lelang jika tidak mencukupi maka dipidana penjara selama 1 tahun," ujar Ikhsan.
Agung Dituntut 10 Tahun
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Agung Ilmu Mangkunegara (AIM) Bupati nonaktif Lampung Utara dengan hukuman tinggi.
Dalam persidangan teleconfrance yang digelar oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Selasa 9 Juni 2020, JPU memohon agar AIM dihukum penjara selama 10 tahun.
Sementara dalam berkas tuntutan yang sama, terdakwa Raden Syahril alias Ami dituntut dengan hukuman penjara 5 tahun.
JPU Ikhsan memohon kepada Majelis Hakim untuk memutuskan terdakwa AIM dan AMI terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berlanjutan sebagaimana diatur dalam pasal 12 b dan pasal 12 B UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara selama 10 tahun dikurangi dalam selama ditahan," sebut Ikhsan.
Tak hanya itu, Ikhsan juga meminta agar AIM membayar denda sebesar Rp 1 miliar subssider 1 tahun kurungan.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap Raden Syahril selama 5 tahun penjara dikurangi dalam tahanan," lanjut Ikhsan.
Ikhsan mengatakan, Ami juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan.
"Membebankan terhadap terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 77.533.566.000 dikurangi dengan uang yang disita dan yang dikembalikan. Jika tidak dikembalikan maka harta benda akan diilakukan lelang jika tidak mencukupi maka dipidana penjara selama 3 tahun," seru Ikhsan.
Tak cukup pada beban uang pengganti, Ikhsan juga meminta kepada Majelis Hakim PN Tanjungkarang untuk mencabut hak dipilih dalam suatu jabatan.
"Menjatuhkan pidana tambahan dengan mencabut hak dipilih selama empat tahun setelah menjalani pidana pokok," tandas Ikhsan.
Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang kembali menggelar sidang suap fee proyek Lampung Utara, Selasa 9 Juni 2020.
Sidang yang digelar secara teleconfrance ini diagendakan dengan pembacaan tuntutan kepada empat terdakwa dalam perkara suap fee proyek.
Sebelum sidang digelar, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ikhsan Fernandi menyampaikan kepada Majelis Hakim PN Tanjungkarang akan membacakan pokok tuntutan.
"Untuk terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara dan Raden Syahril akan kami bacakan pokoknya," ungkap Ikhsan yang membacakan tuntutan dari gedung merah putih.
Ikhsan pun menyampaikan jika tuntutan terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara dan Raden Syahril setebal 1.050 lembar.
Sementara tuntutan terhadap terdakwa Syahbudin sebanyak 1.028 lembar dan tuntutan terdakwa Wan Hendri sebanyak 264 lembar.
"Terhadap terdakwa Syahbudin dan Wan Hendri juga akan kami bacakan pokoknya," tandasnya.
Bupati Agung Ilmu Mangkunegara Bantah Semua Kesaksian Syahbudin
Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara bantah semua kesaksian Syahbudin dalam persidangan Suap Fee Proyek Lampung Utara, Selasa (27/5/2020).
"Saya keberatan atas keterangannya, saya tidak pernah berteemu dengan Syahbudin saat sebelum menjadi pegawai di Lampura," seru Agung.
Agung pun menyatakan bahwa ia tak pernah memerintahkan untuk mengambil fee di setiap pekerjaan sebesar 20 persen sebelum atau sesudah Syahbudin menjabat.
"Dan saya tidak pernah mengakui menerima fee langsung dari Syahbudin, tidak pernah membagi fee proyek ke beberapa pihak, mungkin ini inisitif Syahbudin mengingat banyak menjual nama bupati," tegasnya.
Agung pun mengatakan uang Rp 1 miliar hanyalah inisiatif Syahbudin.
"Tidak ada fee, selama lima tahun tidak laporan kegiatan, bisa jadi akal akalan dalam untuk membuat buku agenda karena ada waktu 4 bulan," sebutnya.
Agung pun menambahkan, ia tak pernah mendapat ada laporan masalah hukum.
"Baik APH dan lainnya, Syahbudin bergerak sendiri, karena jarang ngantor, jangan sampai yang makan kadisnya yang jadi sasaran bupatinya," tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, Syahbudin tetap pada keterangannya.
"Tetap pada keterangan saya yang mulia," kata Syahbudin ringan.
Benarkan keterangan Fria
Syahbudin menyatakan bahwa keterangan Fria Apris Pratama dalam persidangan adalah benar.
Hal ini diungkapkan oleh Syabudin saat ditanya oleh Penasehat Hukum Agung Ilmu Mangkunegara, Firdaus Barus dalam persidangan teleconfrance, Selasa (26/5/2020).
"Terkait keterangan Fria, menyebutkan ada pemberiaan kepada APH, LSM, serta wartawan, lalu menyerhakan ke Kajari dan Pimred media di Lampura, apakah benar yang diberikan uang melalui Fria sampai?" tanya Firdaus.
"Saya yakin sampai, itu bukan fitnah," tegas Syahbudin.
Firdaus pun menanyakan beberapa aset milik Syahbudin berupa beberapa rumah seperti di Way Halim, Jalan Cempaka, Jalan Urip Sumhoarjo, Kemiling dan dua di Natar.
" Kalay way halim itu punya istri saya, kami tinggal di cempaka dan way halim ditinggali orang tua istri saya saya gak ikut campur, sudah saya sampaikan ke KPK, di Jalan Urip Sumoharjo gak ada," tegas Syahbudin.
Namun Firdaus menyela, jika Hendri Irawan menyebutkan jika ia pernah memberikan fee di rumah milik Syahbudin di Jalan Urip Sumoharjo.
"Gak ada silahkan dicek, kalau di Jalan Imam Bonjol Kemiling itu rumah milik ibu saya dan mau saya bangun. Itu bukan punya saya tapi ibu saya, dan rencana memang dibangun dari tahun 2014 sampai 2016," kata Syahbudin.
"Oh jadi saat anda menjabat jadi Kadis ya," timpal Firdaus.
Syahbudin menambahkan untuk dua rumah di Natar merupakan miliknya.
"Benar, rumah saya atas nama saya, dua tipe 36 disewakan, kalau untuk kebun di Lampura itu waris, atas nama kakak saya," tandasnya.
Sempat Meradang
Syahbudin sempat meradang saat dicecar oleh Penasihat Hukum Agung Ilmu Mangkunegara terkait proyek yang dikerjakannya.
Hal ini saat PH Agung Ilmu Mangkunegara Sopian Sitepu mempertanyakan 8 paket proyek yang diminta dari 10 paket proyek milik Candra Safari dalam persidangan teleconfrance, Selasa 26 Mei 2020.
"Pada persidangan sebelumnya saat anda diperiksa, Candra Safari menyebutkan adanya 10 paket proyek dan 8 peket milik anda, apakah anda yang ngerjakan?" tanya Sopian.
"Mustahil itu," seru Syahbudin.
Sopian sendiri menyatakan, pertanyaan tersebut mengingat tiga orang saksi yakni Reza Giovana, Andi Ahmad Jaya dan Candra Safari yang menyebutkan jika Syabudin beserta istrinya mengerjakan beberapa proyek.
"Mengenai proyek fisik berapa perusahaan yang dipinjam?" tanya ulang Sopian.
"Tidak ada saya pinjam perusahaan. Kalau pinjam perusahaan itu ada kaitanya dengan cipta karya, cuman ini dikaitakan," seru Syabudin.
Sopian pun membacakan dalam BAP jika ada lima perusahaan Andi Ahmad Jaya digunakannya untuk mengerjakan proyek.
"Sebentar berita acara mana," sela Syahbudin.
"Ini tabel, kalau anda tidak ya tidak saya teruskan," timpal Syahbudin.
"Saya jawab singkat tidak pernah," jawab Syahbudin.
Sementara itu PH Agung Ilmu Mangkunegara lainnya, Firdaus Barus menanyakan terkait penyerahan uang Rp 1 miliar kepada Bupati Agung Ilmu Mangkunegara dari hasil pekerjaan non fisik.
Namun Syahbudin menanggapi langsung pernyataan PH sebelum memberi pertanyaan sehingga terjadi debat kusir.
"Hoi ini bukan debat kusir, kami gak bisa nangkap pelan pelan ini dicatat, makanya jangan jawab dulu sebelum ngomong, dan jangan kebanyak prolog," seru Majelis Hakim Ketua Efiyanto sembari mengetukan palu sebanyak dua kali.
"Baik kami lanjutkan, ada uang Rp 1,2 miliar digarap candra Safari, 20 peesen untuk Bupati, tapi saya hitung hanya Rp 230 juta, kenapa sampai Rp 400 juta memberikannya?" tanya Firdaus.
"Itu bukan Rp 1,2 miliar tapi masih ada Rp 600 juta dari APBDP jadi total Rp 1,9 miliar," jawab Syahbudin.
Firdaus pun menayakan kebenaran apakah uang Rp 63 miliar dari pemungutan fee diserahkan ke Bupati.
"Nanti kita catat dan hitung bersama dan itu tidak sekaligus tapi selama 3 tahun kami rinci," kata Syahbudin.
Firdaus pun kembali menanyakan terkait paket proyek non fisik yang tidak banyak diuraikan di BAP namun ada keterangan saksi yang menyebutkan bahwa pekerjaan non fisik beberapa dikerjakan istri Syahbudin.
"Istri saya tidak pernah mengerjakan paket proyek non fisik," tegas Syahbudin.
"Kenapa tidak diuraikan tetang proyek non fisik tidak dijelskan dalam BAP?" tanya Fridaus.
"Memang tidak diuraikan hanya sendikit, (fee) ada," ujar Syahbudin.
Redam Emosi
Mejelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang kembali menegur Terdakwa Syahbudin lantaran membantah isi BAP.
Hal ini terjadi saat Penasihat Hukum Agung Ilmu Mangkunegara, Sopian Sitepu menanyakan seputar dasar dan bukti keterangan Syahbudin dalam BAP.
"Apakah ada rekaman jika memang sudah ada kebiasan (penarikan fee) itu? dan anda dalam BAP sebutkan kalau anda 2015 belum bagi ploating tapi mendapatkan pekerjaan?" tanya Sopian, Selasa 26 Mei 2020.
"Itu tidak benar," jawab Syahbudin dari Lapas Rajabas.
"Bentar-bentar, saudara (Syahbudin) jangan tiba tiba sampaikan tidak benar sebelumnya kan anda benarkan, jangan anda tarik lagi malah debat kusir. Soal permusuhan emosi tolong di redam dulu," tegur Majelis Hakim Efiyanto sembari mengangkat palunya.
"Baik saya terangkan bahwa tahun 2015 saya tidak dapat fee, karena pekerjaan sudah berjalan maka BAP saya tidak tarik," jawab Syahbudin.
Syabudin pun mengatakan jika penarikan fee bukanlah tupoksi dari tugas Kepala Dinas.
"Memang tidak masuk, tapi saya masuk pada sistem yang salah, saya hanya dimunta maka saya akui," terang Syahbudin.
Sopian pun kembali mempertanyakan dasar keterangan Syahbudin memberi keterangan dalam BAP, yang mana antara BAP keterangan saksi dan tersangka bertolak belakang termasuk pembagian ploting proyek dan fee.
"Masuk alokasi proyek 2015-2017, didalam BAP no 24 dan 56 saudara menyatakan bahwa anggaran PUPR tahun 2015 sebesar Rp 207 miliar dan dalam BAP satunya tahun 2015 anggaran disitu Rp 218 miliar, yang benar yang mana ada selisih dalam BAP anda," kata Sopian.
"Saya masih memperkirakan dan saya dapat laporan," jawab Syahbudin.
Sopian pun menanyakan soal penyerahan uang ploting proyek sebesar Rp 130 miliar kepada Taufik.
"Apakah ada tanda buktinya?" tanya Sopian.
"Sebentar saya tengahi, sebenarnya ini mau saya tanyakan, apakah keterangan anda di BAP ada buktinya? kalau ada dasarnya tolong jelaskan," sahut Majelis Hakim Ketua Efiyanto.
"Itu laporan rincian kegiatan saya masukkan sekitar dari 4 tahun lalu, yang mana berupa lembaran-lembaran rincian," kata Syahbudin.
"Jadi ada laporan akhir tahun?" tanya Efiyanto.
"Setiap akhir tahun laporan saya sampaikan ke Dani dan Bupatu," jawab Syahbudin yang sempat ragu untuk menjawab.
Baca BAP
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang menegur Terdakwa Syahbudin saat membaca berita acara penyelidikan (BAP) saat memberi kesaksian.
Hal ini terjadi saat Penasihat Hukum Agung Ilmu Mangkunegara, Sopian Sitepu memberikan beberapa kali pertanyaan terkait penentuan fee proyek Lampura dalam persidangan teleconfrance, Selasa 26 Mei 2020.
"Kami ingin menanyakan kepada saudara apakah penentuan fee ini belajar dari tahun sebelum apa ada perintah dari Bupati?" tanya Sopian.
"Ada di berita acara," jawab enteng Syahbudin.
"Kalau tidak bisa jelaskan, apakah itu dari pengalaman anda untuk menentukan presentase fee?" tanya ulang Sopian.
"Ini bukan berdasarkan pengalaman tapi disampaikan Dani dan Taufik sebelum pindah jika ada fee sebesar 20 persen, dan itu baru saya, tahun sebelumnya saya tidak tahu," jawab Syahbudin dengan nada meninggi.
"Apakah anda tidak mempelajari dulu seperti di BAP anda?" tanya Sopian.
"Nomor berapa," sahut Syahbudin dengan cepat.
"Nomot 56, saya bantu bacakan, bahwa tahun 2015 saya belum membagi ploting proyek dan memungut fee, tapi saya mendapat pekerjaan dari ploatng proyek Kadis seblum saya. Jadi saya tegaskan jika kalau memang ada yang memerintah sebelumnya tolong disampaikan," tegas Sopian.
Syahbudin pun tak merespon perkataan Sopian, tiba-tiba salah satu peserta persidangan dalam teleconfrance melakukan intruksi dan menyampaikan jika Syahbudin tengah membaca BAP.
"Pak Syahbudin itu yang anda baca BAP KPK atau bukti-bukti catatan yang ada waktu anda berdinas?" tanya Mejelis Hakim Ketua Efiyanto dengan kalem.
"BAP tersangka yang mulia," jawab Syahbudin.
"Jangan saudara buka, kecuali catatan anda," tegur Efiyanto.
Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Negeri Tanjung Karang kembali menggelar sidang suap fee proyek Lampung Utara, Selasa 26 Mei 2020.
Sidang teleconfrance yang digelar setelah libur idul fitri 1441 H ini merupakan lanjutan persidangan yang sempat tertunda sebelum lebaran.
Dimana pada persidangan ini diagendakan dengan keterangan terdakwa Syahbudin untuk Agung Ilmu Mangkunegara dan Raden Syahril.
Pada kesempatan ini, Penasihat Hukum Agung Ilmu Mangkunegara, Sopian Sitepu mendapat kesempatan untuk bertanya kepada Syahbudin.
"Apakah ada komitmen saudara dengan Taufik terkait hasil pekerjaan?" tanya Sopian.
"Tidak ada," jawab mantan kadis PUPR Lampura ini.
Sopian pun mengejar, jika tidak ada komitmen bagaiamana Syahbudin masih berhubungan dengan Taufik Hidayat bahkan melalui Hendri Irawan yang notabenya bukan ASN Lampura.
"Saya gak memelihara Taufik tapi setelah Dani (Akbar Tandaniria Mangkunegara) meminta segala sesuatu dengan Taufik," tegas Syahbudin.
"Lantas latar belakang anda mempercayai segala sesuatu dalam penyerahan fee kepada Hendri Irawan apa?" sahut Sopian.
"Itu instruksi Taufiq bukan saya yang memerintahkan, keterangan dia (Hendri) tidak cocok, saya punya data dan keterangan saya fakta nanti bisa kita uji," ketus Syahbudin.
"Tapi Saudara berulang-ulang dari tahun 2015 hingga 2019 melalui telpon anda menghubungi Hendri dan meminta datang ke rumah dan bermaksud bertemu taufik ada apa?" cecar Sopian.
"Itu perintah Dani, dan Hendri perintah Taufik," tegas Syahbudin.
Sopian pun membacakan, BAP Hendri yang mana ia tidak pernah sama sekali diperintahkan oleh Taufik untuk menemui Syahbudin.
"Walau demikain saya (Hendri dalam BAP) beberapa kali dihubungi dan bertemu dengan Syahbudin yang mana pengen bertemu Taufik, dan saya sampaikan kalau Taufik sibuk mencalonkan diri di DPR RI pada tahun 2018," kata Sopian membacakan BAP.
"Saya lihat kemarin BAP banyak tidak sesuai, karena ada catatan saya," timpal Syahbudin.
"Apakah catatan anda ada konfirmasinya? tolong tunjuukan kalau gak kita akan berdebat. Tapi yang saya tegaskan ada komiteman apa dengan taufik?" tanya Sopian.
"Saya hanya perintah yang mana Dani menginginkan daftar pekerjaan melalui Taufik," sebut Syahbudin.(Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)