Wawancara Khusus
Cerita Didiek Hartantyo Jadi Dirut PT KAI saat Covid-19, Omzet Rp 23 Miliar Anjlok Jadi Rp 300 Juta
Didiek Hartantyo mendapat amanah sebagai direktur utama PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) pada Mei 2020 lalu, atau di tengah pandemi Covid-19.
Pendapatan pada hari biasa bisa mencapai Rp 23 miliar. Hari-hari ini sekira Rp 300 juta-400 juta. Memang ini dampaknya signifikan. Volume penumpang sangat signifikan turunnya, sekira 80 persen.
Namun secara pendapatan, penurunan ini mencapai sekitar 90 persen. Jadi bisa dibayangkan bagaimana pengaruhnya.
Sedangkan angkutan barang memang ada penurunan, tetapi tidak sesignifikan penumpang. Volume turun 20 persen. Secara pendapatan sekira 23 persen.
Lalu apa strategi manajemen PT KAI?
Pertama kami mem-protect atau melindungi para pegawai kami. Protect our people. Kami menerapkan protokol Covid-19, yaitu mengenakan alat pelindung diri lengkap kepada seluruh pegawai kami. Juga meminta mereka memakai masker, kemudian hand sanitizer ada di mana-mana, wastafel kami siapkan, sehingga kebiasaan hidup bersih kami bangun.
Demikian juga kepada para penumpang. Ketika di stasiun harus menggunakan masker, kami ukur suhu tubuhnya, maksimal 37,3 derajat baru dibolehkan masuk. Kemudian pola physical distancing (jaga jarak) saat antrean kami berlakukan, jarak 1 meter.
Juga distancing di dalam kereta. Ada jarak 1 kursi antar penumpang. Ada tanda silang, artinya kapasitas kereta api ini hanya 50 persen. Face Shield juga diberikan kepada penumpang dan boleh dibawa dalam perjalanan kereta api jarak jauh.
Setiap 3 jam para penumpang diukur suhu tubuhnya. Manakala ada yang 37,3 derajat lebih, dibawa ke kamar isolasi. Di stasiun berikutnya penumpang tersebut kami turunkan, dibawa ke kamar isolasi untuk ditangani oleh petugas kesehatan.
Bagaimana menjaga kesejahteraan pegawai PT KAI?
Untuk menjaga kesejahteraan pegawai kami, tidak ada kebijakan PHK (pemutusan hubungan kerja) di KAI. Tidak ada pengurangan gaji. Bahkan THR kami bayarkan pada waktunya. Ini dalam rangka melindungi seluruh pegawai kami.
Kedua, kami menjaga likuiditas perusahaan. Kami telah menyiapkan skenario apabila pandemi Covid-19 selesai pada Juni, selesai pada Agustus, dan apabila selesai pada Desember 2020. Kami sudah menyiapkan paying. Kami mempunyai pinjaman perbankan yang cukup untuk menjaga likuiditas.
Ketiga, kami melakukan efisiensi terhadap biaya operasional, terhadap perawatan. Dari efisiensi ini kira-kira kami sudah melakukan efisiensi sekira 40 persen.
Dari total biaya 1 tahun, kami turunkan 40 persen. Memang tidak sefleksibel yang lain, karena fix cost (biaya tetap) mencapai 70-80 persen. Itu upaya-upaya kami apabila cost tidak bisa kami tekan, cost itu kami geser ke belakang. Termasuk angsuran pokok, ini kami geser 1 tahun. Alhamdulillah sudah disetujui perbankan.
Upaya berikutnya, meningkatkan pendapatan. Sumber-sumber revenue apa yang bisa kami gali. Di sini kami melakukan investasi, kreativitas terkait angkutan barang. Kami mencari pasar baru, masuk ke sektor UKM (usaha kecil menengah) dan agraria. Kami bisa mengangkut telor, sayur-mayur, beras, dan kerajinan rakyat.
Tarif murah sekali, kami mengembangkan service namanya rail express. Kami menjemput dari stasiun ke stasiun. Jadi, pelanggan tinggal bawa barangnya ke stasiun, kami angkat, nanti diambil di stasiun berikutnya. Tarifnya bersaing. (tribunnews/dennis)