Sidang Oknum PNS Dishub Lamsel
BREAKING NEWS Oknum PNS di Dishub Lamsel Divonis 2 Tahun Bui karena Pekerjaan Fiktif
Tawarkan paket pekerjaan bodong, seorang oknum PNS di Dinas Perhubungan Lampung Selatan diganjar hukuman dua tahun penjara.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Tawarkan paket pekerjaan fiktif, seorang oknum PNS di Dinas Perhubungan (Dishub) Lampung Selatan diganjar hukuman dua tahun penjara.
Oknum ini diketahui bernama Mayasari (38), warga Desa Induk Sukajaya Kelurahan Way Lubuk Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan.
Dalam persidangan teleconfrance di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Jhony Butar Butar, menyatakan terdakwa terbukti bersalah.
Ketua Majelis Hakim Jhony menyebutkan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP.
TONTON JUGA:
"Menjatuhkan Pidana oleh karena itu terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun, menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," ungkap Jhony, Kamis 6 Agustus 2020.
Majelis Hakim pun menyatakan, barang bukti berupa satu lembar kuitansi penyerahan uang untuk keperluan proyek penyediaan alat kelengkapan keselamatan jalan Lampung Selatan.
"Dan satu lembar kwitansi penyerahan uang untuk keperluan proyek dari Dinas Perhubungan dalam bidang cetak buku KIR dan plat Uji Lampung Selatan," ujarnya.
• Perintahkan Bikin LPj Fiktif, Eks Kakam di Banjit Janji Hapuskan Utang
• PT AP II Dorong Program Safe Travel Campaign di Radin Inten II, Klaim Penumpang Tumbuh 158 Persen
• Kasus DBD di Lampung Selatan Ada 343 Sejak Januari hingga Juli 2020, Diskes Sebut Tren Menurun
• 5 Terdakwa Jaringan Pengiriman Sabu Divonis Mati, Hakim: Hal yang Meringankan Nihil
Jhony menambahkan, hal yang memberatkan terdakwa adalah merugikan orang lain, terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di depan persidangan.
Sehingga, membuat persidangan tidak lancar, tidak ada perdamaian antara terdakwa dengan korban dan tidak ada itikad baik dari terdakwa untuk mengganti kerugian saksi korban.
"Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum," tandasnya.
SPj Fiktif
Kasus lain, Mantan Kepala Kampung Menanga Jaya Wahid Maulana memerintahkan pendamping lokal desa bernama Kasdilah membuat laporan pertanggungjawaban fiktif.
Sebagai balasannya, semua utang Kasdilah dianggap lunas oleh Wahid.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) Achmad Rismadani mengatakan, terdakwa mengelola RAPBK tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
"Terdakwa menyuruh Kasdilah selaku pendamping lokal desa dan Solehudin untuk membuatkan laporan pertanggungjawaban serta SPj dengan disertai bukti-bukti nota pembelanjaan, kuitansi, dan tanda tangan penerima honor yang dipalsukan atau fiktif," terangnya dalam sidang di PN Tanjungkarang, Senin (15/6/2020).
Kasdilah menyanggupi permintaan itu dengan diimingi penghapusan utang-utangnya kepada terdakwa.
"Tak hanya itu, terdakwa juga memerintahkan anaknya untuk memalsukan nota pembelanjaan, kuitansi, tanda tangan penerimaan, dan stempel toko," tuturnya.
Selanjutnya, uang yang diselewengkan oleh terdakwa digunakan untuk keperluan pribadi.
"Hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara sebesar Rp 457.622.500," tandasnya.
Angkat Anak Jadi Bendahara
Mantan Kepala Kampung Menanga Jaya Wahid Maulana mengelola RAPBK berbasis keluarga.
Caranya, ia mengangkat anaknya sendiri sebagai bendahara kampung.
Dalam dakwaannya, JPU Achmad Rismadani mengatakan terdakwa Wahid menunjuk langsung aparatur kampung, baik sekretaris, bendahara, kaur, kepala dusun, linmas, dan ketua RT.
"Bahkan bendahara Kampung Menanga Jaya (Solehudin) merupakan anak kandung terdakwa," kata JPU.
Kata JPU, para aparatur kampung diangkat oleh terdakwa hanya sebagai formalitas belaka.
"Sedangkan kenyataan di lapangan, mereka tidak dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan dalam APBK TA 2016," bebernya.
Oleh sebab itu, lanjut Achmad, pengajuan dan pencairan ADK dan DD TA 2016 dilakukan sendiri oleh terdakwa bersama anaknya.
"Terdakwa bersama bendahara yang merupakan anak kandung sendiri mencairkan dana tersebut dari rekening Kampung Menanga Jaya di Bank BRI Unit Banjit dua tahap, yakni bulan Juni 2016 dan bulan Desember 2016. Selanjutnya uang tersebut diambil alih pembelanjaannya oleh terdakwa dari tangan bendahara," tandasnya.
Aksi korupsi mantan Kepala Kampung Menanga Jaya Wahid Maulana menyeret dua tersangka lainnya.
Kedua tersangka yang belum disidangkan yakni Salehudin selaku bendahara kampung dan Kasdilah selaku pendamping lokal.
JPU Achmad Rismadani mengatakan, perbuatan terdakwa dilakukan bersama dua orang lainnya.
"Dua terdakwa lainnya ada dalam berkas terpisah," ujarnya.
Perbuatan terdakwa bermula saat Kampung Menanga Jaya, Kecamatan Banjit, Kabupaten Way Kanan mendapatkan alokasi dana sebesar Rp 742.958.275 tahun anggaran 2016.
"Dalam pelaksanaan kegiatan APBK TA 2016 ditemukan banyak penyimpangan di antaranya kegiatan pembangunan," tuturnya.
Adapun penyimpangan anggaran tersebut, di antaranya, perkerasan jalan hanya dilaksanakan sebagian dan pembangunan siring pasang dilaksanakan namun tidak sesuai dengan perencanaan.
Divonis 5 Tahun
Mantan Kepala Kampung Menanga Jaya Wahid Maulana (56) divonis satu tahun lebih ringan dari tuntutannya.
JPU Achmad Rismadani menyebutkan, terdakwa Wahid sebelumnya dituntut hukuman selama enam tahun penjara.
"Terdakwa Wahid dianggap terbukti bersalah sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999," sebutnya.
Sementara besaran denda sama seperti putusan majelis hakim, yakni Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
"Masih sama," tutupnya.
Wahid Maulana (56) divonis lima tahun penjara karena menyimpangkan anggaran.
Dalam persidangan yang digelar secara online di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Wahid Maulana telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dalam pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999.
"Menjatuhakan pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp 200 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar oleh terdakwa maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," tutur ketua majelis hakim Masriyati.
Wahid juga harus membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp 457.622.500.
"Dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa penuntut umum dan dapat dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama 2 tahun," tandasnya.
Tawarkan paket pekerjaan fiktif, seorang oknum PNS di Dinas Perhubungan Lampung Selatan diganjar hukuman 2 tahun penjara. Oknum PNS yang diketahui bernama Mayasari (38), dinyatakan terbukti bersalah oleh Ketua Majelis Hakim Jhony Butar Butar dalam persidangan teleconfrance di Pengadilan Negeri Tanjungkarang.(Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)