Berita Nasional

Muhammadiyah Kritik Keras Kebrutalan Polisi dalam Tangani Pendemo UU Cipta Kerja

Polri bukan alat kekuasaan, sebagaimana TNI juga bukan alat kekuasaan sehingga harus bersikap," ujar Busyro

Editor: wakos reza gautama
Harian Warta Kota/Henry Lopulalan
Busyro Muqoddas 

"Budaya ketertutupan, nutup-nutupi atau intransparansi semakin menguat di birokrasi, termasuk di birokrasi penegak hukum. Tidak hanya intransparansi tapi, maaf ya, itu brutal," ungkapnya.

"Kalau itu tidak dikontrol, maka hal seperti ini akan terjadi terus dan demokrasi itu adalah demokrasi yang kekerasan terus wujudnya, diwujudkan dengan kekerasan oleh aparat Polri," tambah Busyro.

PP Muhammadiyah disebut juga tengah merencanakan jalur hukum atas penganiayaan polisi terhadap para relawan medisnya.

Namun, Busyro menegaskan sekali lagi, pihaknya bukan hanya ingin membela relawannya dalam hal langkah hukum yang bakal ditempuh.

"Jika PP Muhammadiyah melakukan langkah hukum, kerangkanya sangat luas, untuk kepentingan luas," katanya.

"Koreksi terhadap kebrutalan oleh negara, kerusuhan oleh negara yang menjadi pusat atau sumber kerusuhan itu," tutul Busyro.

Riwayat kebrutalan aparat

Kebrutalan aparat sebagai pemegang senjata dalam menghadapi rakyat bukan baru kemarin terjadi.

Pada tahun 2019 pun, parade gagah-gagahan Korps Bhayangkara sudah berlangsung dalam berbagai momen.

"Kejadian seperti kemarin itu kan juga pernah terjadi berkali-kali dalam tindakan-tindakan sejumlah aparat Polri di seluruh Indonesia ketika mengatasi demonstrasi," ucap Busyro.

Catatan Kompas.com sepanjang 2019, sedikitnya ada empat insiden besar yang menjadi bukti bahwa kekerasan polisi masih menjadi budaya laten dalam aneka kesempatan.

Pada Kerusuhan 21-22 Mei 2019, sedikitnya sembilan orang dilaporkan tewas, beberapa di antaranya terkonfirmasi ditembak peluru tajam.

Itu belum menghitung deretan kekerasan terhadap jurnalis, pengeroyokan anggota Brimob terhadap seorang warga, dan sulitnya pendampingan hukum bagi mereka yang dituduh provokator.

Kekerasan terhadap Orang Asli Papua juga terus terjadi.

Bahkan, di Pulau Jawa yang akses informasi begitu terbuka, aparat merepresi dan menembakkan gas air mata ke dalam asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Agustus tahun lalu.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved