Tribun Lampung Selatan
Angin Kencang, Nelayan di Pesisir Lampung Selatan Pilih Tidak Melaut
Nelayan yang tidak melaut ini, ada yang memilih memperbaiki alat tangkap mereka.
Penulis: Dedi Sutomo | Editor: Reny Fitriani
Laporan Reporter Tribunlampung.co.id, Dedi Sutomo
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, LAMPUNG SELATAN – Angin kencang dan arus laut yang cukup kuat dalam sepekan terakhir, membuat nelayan di pesisir Kabupaten Lampung Selatan banyak yang memilih untuk tidak melaut.
Nelayan yang tidak melaut ini, ada yang memilih memperbaiki alat tangkap mereka.
Seperti dikatakan oleh Andi, seorang nelayan di PPI Bom Kalianda.
Menurut dirinya hembusan angin sangat terasa kencang pada malam hari. Arus laut pun juga cukup kencang.
“Terkadang di tengah laut, kondisi cuaca bisa berubah ekstrim. Ombak cukup tinggi,” kata dia, Senin (26/10/2020).
Baca juga: Tak Bisa Melaut, Nelayan di Bakauheni Lampung Selatan Banting Setir Jadi Kuli Bangunan
Baca juga: Serahkan Rp 24 Juta ke Dukun untuk Digandakan, Warga Penengahan Malah Dapati Uang Kertas Mainan
Andi mengatakan, tidak hanya ancaman cuaca ekstrim di tengah laut, tangkapan ikan pun jauh menurun.
Bila sebelumnya hasil tangkapan bisa mencapai 1,2 kwintal, kini hasil tangkapan hanya 40 kilogram.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Amir, nelayan di TPI Muara Pilu Bakauheni.
Dirinya mengatakan, saat ini kondisi pancaroba.
Angin kencang dan ombak juga cukup kuat.
“Biasa memasuki akhir tahun pancaroba. Kita memilih tidak melaut, karena rawan untuk keselamatan,” ujar dirinya.
Banyaknya nelayan yang tidak melaut ini, turut berdampak pada kenaikan harga ikan di pasaran.
Untuk jenis ikan tengkurungan yang biasanya Rp 22 ribu perkilogram.
Kini menjadi Rp 25 ribu perkilogram.
Kemudian untuk tongkol yang biasanya Rp 26 ribu perkilogram.
Kini naik menjadi Rp 30 ribu perkilogram.
Begitu juga dengan jenis ikan lainnya.
Kenaikannya rata-rata antara Rp 2 ribu hingga Rp 3 ribu perkilogramnya.
“Hasil tangkapan nelayan turun. Jadi ikan juga agak sulit sekarang. Harga pun naik,” kata Susi seorang pedagang ikan di pasar Kalianda. (Tribunlampung.co.id/Dedi Sutomo)