UM Metro
Jazim Ahmad Rektor UM Metro Jelaskan Makna HAM Bagi Masyarakat
Frasa Hak Asasi Manusia atau yang biasa disingkat HAM kerap kali terdengar di telinga kita bahkan sejak kita duduk di bangku SD hingga sekarang. HAM i
Penulis: Advertorial Tribun Lampung | Editor: Advertorial Tribun Lampung
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, - Frasa Hak Asasi Manusia atau yang biasa disingkat HAM kerap kali terdengar di telinga kita bahkan sejak kita duduk di bangku SD hingga sekarang. HAM ini sangat populer sejak digemakan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 10 Desember 1948.
Betapa tidak, HAM menjadi salah satu dasar kebebasan berpendapat yang mulai bisa digaungkan masyarakat Indonesia secara lantang pasca era orde baru atau lahirnya era reformasi. Berbagai jenis kebebasan merujuk pada HAM mulai dari kebebasan berpendapat, kebebasan berpolitik hingga kebebasan berekspresi.
Jika dirunut satu per satu, maka terdapat sekitar 30 poin yang menjadi acuan HAM ini. Namun ada dua poin yang menarik untuk dibahas selaku pihak yang bergerak di dunia pendidikan.
Yang pertama Hak Atas Pendidikan, ini bermakna bahwa setiap generasi baik dari kalangan menengah ke bawah maupun kalangan menengah ke atas memiliki hak yang sama untuk mengenyam pendidikan dari mulai tingkat PAUD hingga ke Pendidikan Tinggi.
Namun apakah hal ini sudah terwujud di Indonesia? Meski pemerintah Indonesia sejak zaman Pemerintahan SBY telah meluncurkan program wajib belajar 9 tahun bahkan didorong lagi oleh pemerintahan Jokowi dengan menghadirkan progam beasiswa KIP-Sekolah dan KIP-Kuliah untuk memfasilitasi generasi muda yang cemerlang namun berasal dari kalangan tidak mampu, akan tetapi masih banyak generasi muda di luar sana yang hidup tanpa status pendidikan di sisi mereka. Sebagian mereka ada yang sibuk membantu orang tua mereka, ada yang sibuk dengan teman sebaya mereka, ada juga yang sibuk menghabiskan waktu sia-sia.
Lantas ke arah mana sejatinya Hak Atas Pendidikan ini bertiup? Apakah ada yang salah dengan pemerintahan kita, atau ada yang salah dengan alurnya? Hal inilah yang harus kita pahami bersama bahwa tidak semua masyarakat memahami arti pentingnya pendidikan. Sebagian mereka bahkan banyak yang tidak tahu kemana harus mencari cara agar anak-anak mereka bisa menempuh pendidikan yang telah dijanjikan pemerintah. Hal ini membuktikan akan minimnya informasi yang mereka dapat.
Beberapa hari yang lalu, saya sempat berdiskusi dengan seorang petani yang datang dari ujung barat Lampung.
Ia mengeluhkan bahwa Covid-19 mempengaruhi pendapatan sebagian masyarakat di sana, sehingga tidak sedikit dari mereka merasa kesulitan menyekolahkan anak-anak mereka.
Dari situ saya memahami, bahwa informasi KIP-Sekolah dan KIP-Kuliah serta beasiswa-beasiswa lain belum menjangkau mereka.
Saya sampaikan, saat ini biaya kuliah bagi masyarakat yang kurang mampu bukanlah sebuah kendala, karena pemerintah sudah memfasilitasi dengan mengorbitkan KIP-Kuliah. Bahkan mahasiswa aktif pun mendapat bantuan UKT. Dan UM Metro merupakan salah satu kampus yang menerima program ini.
Akar masalah di atas akan sedikit mengecil jika kita senantiasa mengkampanyekan kebaikan demi kebaikan khususnya kepada masyarakat kecil.
Dan ini merupakan kewajiban kita bersama sebagai penggerak pendidikan, sebagai orang tua, sebagai masyarakat, sebagai tetangga, dan sebagai kerabat untuk terus membantu mereka agar Hak mereka dapat terfasilitasi dengan baik.
Lalu selanjutnya, yang juga tak kalah menarik untuk dibahas adalah Kebebasan Beragama dan Berpikir. Islam bahkan telah mengumandangkan Kebebasan Beragama sejak 14 abad yang lalu dengan turunnya Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Dan jikalau Tuhan-mu menghendaki tentulah semua orang yang ada di muka bumi beriman seluruhnya
. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya. (Q.S 10:99).” Ditambah lagi dengan ayat yang populer yakni “Lakun Diinukum wa Liyadiin” yang artinya “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” (Q.S. Al-Kafirun:6).
Saya tidak akan membahas tentang tafsir kedua ayat di atas karena itu di luar kapasitas saya. Namun yang ingin sampaikan bahwa kita sebagai umat muslim tentu tidak ingin ada pemaksaan atas atribut agama lain yang kita kenakan.