Bandar Lampung
Rugi Mengaku Untung, BUMD Lampung Barat Ingin Baik di Mata BPK
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Lampung Barat Pesagi Mandiri Perkasa membuat laporan untung agar baik di mata Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Sempat merugi di tahun 2016, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Lampung Barat Pesagi Mandiri Perkasa membuat laporan untung agar baik di mata Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Hal ini terungkap dalam persidangan dugaan korupsi pengalihan anggaran penyertaan modal PD Pesagi Mandiri Perkasa tahun anggaran 2016 di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (22/2/2021).
Persidangan yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Siti Insirah ini menghadirkan empat orang saksi, yakni satu direktur keuangan dan tiga orang staf.
Dalam persidangan, terdakwa Deria Santosa selaku mantan direktur operasional dan produksi PD Pesagi Mandiri Perkasa sempat keberatan atas keterangan saksi Dwina selaku mantan direktur keuangan PD Pesagi Mandiri Perkasa.
Baca juga: Selewengkan Duit Rp 3 Miliar, 2 Direktur BUMD Lampung Barat Diseret ke Meja Hijau
Baca juga: 2 Direktur BUMD Lambar Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Rp 10 Miliar
"Saudara Dwina, saya mau tanya, tahun 2016 perusahaan kita rugi atau untung?" tanya Deria kepada Dwina.
"Saya gak tahu karena gak bawa catatan," jawab Dwina.
"Saudara Anton bisa membantu?" sahut Deria.
"Terlepas itu, saya gak ingat," jawab Anton yang saat itu masih menjabat sebagai staf.
Deria pun menjelaskan jika pada tahun 2016 perusahaan mengalami kerugian yang signifikan.
"Saya ingatkan tahun 2016 kita rugi, tapi dalam laporan kita buat untung untuk laporan Pemda agar baik di mata Badan Pengawas Keuangan," seru Deria.
Deria pun menjelaskan jika alokasi anggaran tidak hanya digunakan untuk modal usaha tetapi juga untuk pinjaman karyawan.
"Dana Rp 7,4 miliar untuk SPBU, dan dana-dana untuk usaha kopi dan kayu terus ada dana-dana yang dipinjam oleh karyawan kan?" tanya Deria kepada saksi Dwina.
"Saya tidak tahu karena setiap gajian dipotong dan dibayarkan," jawab Dwina.
"Terus dana-dana operasional dari mana?" sahut Deria.
"Per bulan Rp 20 juta, dan diambil dari utang-utang serta modal dari Rp 7,4 miliar," jawab Dwina.
Pada kesaksiannya ini, Dwina pun mengaku pernah menggunakan nomor rekeningnya untuk melakukan transaksi perusahaan.
Selain itu, Dwina mengaku telah menggelontorkan uang Rp 60 juta kepada Herman selaku staf PD Persagi Mandiri Perkasa dengan alasan usaha cabai.
"Saya tahunya Saudara Herman mau usaha itu (cabai) sehingga mencairkan dana itu," ujar Dwina.
Namun Deria menyela bahwa Herman adalah staf perekonomian yang statusnya pinjam tanpa ada usaha cabai.
"Uang itu saya serahkan ke Saudara Herman. Dia gak bilang ke saya tapi tahunya dari direktur utama untuk cabai," kilah Dwina.
Terkait anggaran Rp 60 juta tersebut, saksi Anton menegaskan jika uang tersebut sudah dikembalikan.
"Sudah dikembalikan sebesar Rp 65 juta, untung Rp 5 juta," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, rugikan negara akibat investasi bodong, dua direktur badan usaha milik daerah (BUMD) Lampung Barat diseret ke Pengadilan Negeri Tanjungkarang.
Keduanya yakni Galih Pribadi selaku direktur utama PD Pesagi Mandiri Perkasa dan Deria Santosa selaku direktur operasional dan produksi.
Keduanya didakwa telah melawan hukum telah mengalihkan anggaran penyertaan modal PD Pesagi Mandiri Perkasa tahun anggaran 2016.
Jaksa penuntut umum (JPU) Bambang Irawan menyampaikan, perbuatan kedua terdakwa dilakukan pada Selasa 28 Juni 2016 sampai Selasa 27 September 2017.
"Atau setidaknya pada tahun 2016 dan tahun 2017 bertempat di kantor Perusahaan Daerah Pesagi Mandiri Kabupaten Lampung Barat," ujarnya dalam persidangan perdana di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis (28/1/2021).
Kata Bambang, kedua terdakwa telah menyuruh melakukan, melakukan atau turut serta melakukan melawan hukum telah mengalihkan anggaran penyertaan modal Perusahaan Daerah Pesagi Mandiri Perkasa tahun anggaran 2016.
"Mengalihkan anggaran penyertaan modal Perusahaan Daerah Pesagi Mandiri Perkasa tahun anggaran 2016 sebesar Rp 7,45 milar yang sumber dananya berasal dari APBD Kabupaten Lampung Barat," ucap Bambang.
Bambang menambahkan, penyertaan modal sebesar Rp 7,45 miliar awalnya peruntukannya untuk pembangunan SPBU di Sekincau.
"Namun dialihkan untuk usaha kopi, pengolahan kayu, cabai dan usaha jual beli semen, tanpa dilakukan survei atau analisis kelayakan, portofolio maupun analisis risiko terlebih dahulu," sebutnya.
Bambang menuturkan, kedua terdakwa kemudian menyalahgunakan anggaran yang dialihkan tanpa sepengetahuan Badan Pengawas dan tanpa adanya RUPS (rapat umum pemegang saham).
"Kedua terdakwa telah memperkaya diri yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 3.079,948.700 sesuai hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi," ucapnya.
Bambang menambahkan, perbuatan kedua terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ( Tribunlampung.co.id / Hanif Mustafa )