Kasus Suap Lampung Tengah
Kepala Inspektorat Setor Rp 2,1 M, 2 Rekanan Setor 5,9 M, Dijanjikan Dapat Proyek di Lampung Tengah
Dugaan praktik suap fee proyek di Kabupaten Lampung Tengah yang melibatkan mantan bupati setempat, Mustafa, semakin terang menderang
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Dugaan praktik suap fee proyek di Kabupaten Lampung Tengah yang melibatkan mantan bupati setempat, Mustafa, semakin terang menderang.
Lima orang saksi yang dihadirkan dalam sidang di Pengadilan Negeri Tanjungkarang pada Kamis (18/3/202), mengakui telah menyetorkan uang miliaran rupiah untuk mendapatkan proyek di Lampung Tengah.
Adapun kelima orang saksi yang hadir itu yakni, Kepala Inspektorat Lamteng Muhibatullah, staf BPKAD Lampung Tengah Ahmad Ferizal, Direktur CV Tujuhtujuh Yusron Fauzi Saleh atau Icon, wiraswasta Irwan Hanim, dan Yusari Aris selaku wiraswasta yang juga paman Mustafa.
Dalam sidang ini terungkap jika bukan cuma pihak swasta saja yang ikut main proyek dan setorkan komitmen fee.
Baca juga: ASN Ikutan Proyek, JPU Atensi Kepala Inspektorat Lampung Tengah: Apa Dibenarkan ASN Setor Fee Proyek
Baca juga: Tergiur Paket Pekerjaan di Lampung Tengah, Kepala Inspektorat Serahkan Rp 2,1 Milar ke Taufik Rahman
Kepala Inspektorat Lamteng, ASN hingga paman Mustafa pun ikut-ikutan main proyek dan menyetorkan komitmen fee.
Kepala Inspektorat Lamteng Muhibatullah mengaku menyerahkan uang sebesar Rp 2,1 miliar kepada mantan Kadis Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman pada tahun 2017.
Awalnya Muhibatullah mengaku jika uang tersebut merupakan pinjaman karena Taufik sedang membutuhkan.
Saat itu, ia mengaku, tidak memiliki uang sebanyak itu.
Namun kemudian Taufik menjanjikan uang akan diganti dengan proyek di Lamteng.
Setelahnya barulah Muhibatullah menyerahkan uang sebesar Rp 2,1 miliar.
Baca juga: IDI Bandar Lampung Minta Pemerintah Tak Kendur Pengawasan Prokes di Tengah Program Vaksinasi
Baca juga: Prakiraan Cuaca Lampung Hari Ini 19 Maret 2021, Potensi Hujan Ringan hingga Lebat
Uang diserahkan kepada staf Taufik bernama Ncus di rumahnya.
"Kemudian saya konfirmasi ke Pak Taufik. Tapi sampai saat ini gak dapat proyek dan sempat saya sampaikan untuk mengembalikan uang tersebut tapi karena kondisis OTT," ujar Muhibatullah.
"Apakah disampaikan adanya pencalonan guburnur?" tanya JPU.
"Tidak ada, hanya penyampaikan perlu pinjaman uang karena ada urusan mendesak," jawab Muhibatullah.
Staf BPKAD Lampung Tengah Ahmad Ferizal juga mengaku menyerahkan uang sebesar Rp 1,5 miliar untuk mendapatkan proyek pada tahun 2018.
Ahmad mengaku proyek ditawarkan oleh Indra Airlangga. Ia merasa yakin akan mendapat proyek karena Indra pernah menjadi atasannya. Uang pun diserahkan kepada Indra.
"Dan pak Indara beberapa kali meyakinkan saya, tapi gak jadi dapat proyek," tandasnya.
Setor Rp 3 M
Sementara dua rekanan mengaku telah menyetor uang Rp 3 miliar dan Rp 2,9 miliar untuk mendapat proyek.
Uang sebesar Rp 3 miliar diserahkan oleh Yusrol Fauzi Saleh untuk mendapatkan proyek di tahun 2018.
Ia mengaku ditawari proyek tersebut oleh temannya yang bernama Indra Airlangga.
Namun untuk ikut proyek itu ada syaratnya. Yakni komitmen fee 17-20 persen dari pagu proyek.
Ia pun menyerahkan uang komitmen fee itu dua tahap.
Pertama, sebesar Rp 1 miliar pada November 2017 di Metro.
Kedua, sebesar Rp 2 miliar di Bandar Lampung pada Januari 2018.
Proyek yang dijanjikan dengan range anggaran Rp 15 miliar.
"Dan setahu saya uang tersebut akan diserahkan ke atasannya, kadis, untuk keperluan bupati, itu yang menyampaikan Indra," terang Icon.
"Realisasinya proyeknya?" tanya JPU KPK Taufiq Ibnugroho.
"Gak jadi. Karena saya dengar dari berita ada OTT di Februari 2018, sebulan setelah setor," jawab Icon.
Icon sendiri menyampaikan sempat meminta kembali uang yang ia serahkan namun dijelaskan kronologisnya.
"Ya sudah saya mau nekan Pak Indra suruh ganti juga gak tega, dan setahu saya Indra menyampaikan uang itu untuk perjuangan Mustafa di Provinsi Lampung," tandas Icon.
Kontraktor lain yang juga setor uang yakni saksi Irwan Hanim.
Ia mengaku telah menyetorkan uang Rp 2,9 miliar untuk dapat proyek di Lamteng.
Uang tersebut diserahkan kepada Supranowo.
Sayangnya proyek tak kunjung didapat, malah Mustafa kena OTT.
Selain saksi di atas, paman Mustafa Yusari Aris juga sempat menyetorkan uang total Rp 995 juta untuk dapat proyek.
Namun uang yang disetor itu dikembalikan karena ia tidak mendapat proyek.
Sementara saksi Ahmad Ferizal mengaku diperintah oleh Mustafa untuk mengambil uang di Indra Airlangga sebesar Rp 1 miliar.
Kejadian itu setelah pengajian akbar di rumah dinas bupati pada November 2017.
Indra selanjutnya memberikan uang Rp 500 juta kepadanya.
Uang itu diserahkan kepada Mustafa di rumah dinas bupati di Lamteng.
Di rumah tersebut sudah ada seorang ulama.
Mustafa pun memintanya menyerahkan uang Rp 500 juta tersebut kepada sang ulama.
Ahmad Ferizal kemudian mendapatkan setoran lagi dari Indra sebesar Rp 350 juta.
"Uang tersebut dipakai untuk pengajian, buat yasin dengan foto Pak Mustafa serta kalender untuk pencalonan," tegasnya.
Buku Yasin dan kalender itu untuk dibagikan di Lampung Tengah dan luar Lampung Tengah.
"Dan setiap pengajian panitia dan tokoh agama serta anak yatim mendapat amplop dan itu habis semua mlompong," selorohnya.
Pada Januari 2018 ia kembali menerima uang dari Indra sebesar Rp 100 juta yang selanjutnya digunakan untuk pengajian.
"Jadi total ada Rp 950 juta, dan saya dapat diskon percetakan Rp 8 juta untuk keuntungan saya, tapi di bulan berikutnya saya nombok sampai Rp 10 juta, dan belum saya sampaikam karena kejadian," tandasnya.
Sementara Mustafa menegaskan jika uang Rp 500 juta untuk santunan anak yatim bukan dukungan saat pencalonannya sebagai calon gubenur.
"Saya sampaikan bahwa uang itu bukan untuk kiyai Nur Salim, tapi saya minta uang itu untuk anak anak yatim yang di sana, dan saya sempat minta penggangaran di Kabakesra, tapi gak bisa, maka saya anggarkan dan serahkan ke Nur Salim," ujar Mustafa.
( Tribunlampung.co.id / Hanif Mustafa )