Kasus Suap Lampung Selatan
Zainudin Hasan Beri Keterangan Berbelit, JPU KPK: Anda Jangan Bersilat Lidah
Majelis hakim PN Tanjungkarang pun mengingatkan Zainudin Hasan tentang ancaman hukuman karena memberikan keterangan palsu.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Zainudin Hasan, mantan Bupati Lampung Selatan, dianggap memberikan keterangan berbelit.
Majelis hakim PN Tanjungkarang pun mengingatkan Zainudin Hasan tentang ancaman hukuman karena memberikan keterangan palsu.
Hal ini berlangsung saat Zainudin Hasan menjadi saksi dalam persidangan perkara dugaan suap fee proyek Lampung Selatan jilid II, Rabu (24/3/2021).
Zainudin Hasan dicecar sejumlah pertanyaan oleh JPU KPK Mayer Volmar Simanjutak.
Baca juga: Jadi ATM Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan, Terdakwa Syahroni Kumpulkan Fee dari Rekanan
Baca juga: BREAKING NEWS Bupati Nanang Ermanto Hadir dalam Persidangan Hermansyah Hamidi dan Syahroni
Zainudin mengaku tak mengetahui adanya manipulasi proses lelang di Dinas PUPR Lampung Selatan.
"Jadi baru dua bulan setelah dilantik, saya diberi uang oleh Agus Bhakti Nugroho. Katanya dari (terdakwa) Syahroni yang saya ketahui dari rekanan. Salah saya saya menerima, dan itu sudah berjalan seperti sebelumnya," terang Zainudin.
"Maksud Anda sudah berjalan seperti sebelumnya? Bisa dijelaskan?" tanya Mayer.
"Iya, penyetoran uangnya," jawab Zainudin dengan ragu-ragu.
Saat disinggung soal penunjukan terdakwa Hermansyah Hamidi sebagai kepala dinas PUPR, Zainudin memuji kinerja Hermansyah.
Baca juga: Berebut Lahan Parkir, Pertikaian 2 Kelompok Pemuda di Depan Kafe Bandar Lampung Berakhir Damai
Baca juga: Warga Lampung Diimbau Manfaatkan Pemutihan Pajak Kendaraan
"Apakah ada misi penyampaian mengamankan kebijakan Bapak?" tanya JPU.
"Saya hanya minta untuk meningkatkan kinerja, dan saya sampaikan jangan melakukan hal-hal yang tidak baik," kilah Zainudin.
Namun, JPU tak percaya begitu saja dan terus mendesak Zainudin Hasan.
"Ya cuma pesan, ‘Kalau ada kerjaan besar, tolong Bobby untuk dibantu.’ Saya hanya merekomendasi," jawab Zainudin.
"Jadi pada saat tahun 2016, ada plotting-an pekerjaan?" tanya JPU Mayer.
"Gak ada, Pak. Zaman saya waktu itu gak ada," jawab Zainudin.
"Anda jangan bersilat lidah. Anda bilang bahwa Anda meneruskan yang sudah-sudah. Tapi sekarang Anda bilang gak ada. Kok bertentangan?" tanya JPU dengan nada tinggi.
"Jadi potongan fee-nya berapa?" ujar JPU.
"Lima belas sampai 20 persen. Tetapi tidak semua saya terima. Tapi waktu sidang seolah-olah saya," jawab Zainudin lirih.

"Saksi, Pak Zainudin, Anda pernah menjadi terdakwa. Kalau dulu gak ada ancamannya. Kalau sekarang Anda jadi saksi bisa dijerat sebagai keterangan palsu, maka jangan bohong," sela ketua majelis hakim Efiyanto.
JPU pun beralih menanyakan soal Bobby ke saksi Anjar Asmara.
"Itu orang kepercayaan Pak Bupati (Zainudin). Jadi pernah ada perintah dari Pak Bupati saat di Jakarta untuk menyerahkan uang Rp 2 miliar ke Bobby," ujarnya.
JPU kemudian menanyakan perihal penyerahan fee proyek mengapa harus menggunakan uang tunai.
"Memang penyerahan cash, gak pernah transfer. Itu perintah dari Pak Bupati, dan saya gak paham detailnya kenapa harus transfer," terang Anjar.
"Saat penyelidikan, Anda ditunjukkan total uang Rp 400 juta. Ini asalnya dari mana?" tanya JPU.
"Dari Pak Yudi dan Rusman. Rp 375 juta itu dari Yudi dan Rp 225 juta dari Rusman," beber Anjar.
Anjar menerangkan, uang yang terkumpul sebesar Rp 200 juta itu digunakan untuk pembayaran acara Zainudin Hasan di Swiss-Belhotel Bandar Lampung.
"Yudi itu Kabid di PU. Saya gak tahu sumbernya dari mana. Tapi yang jelas itu fee proyek," ucap Anjar.
Anjar pun mengaku pernah mendapatkan informasi dari Gilang Ramadhan terkait adanya penyerahan uang Rp 400 juta yang dititipkan ke Syahroni.
"Jadi beberapa waktu lalu telepon, nyampaikan jika ada uang Rp 400 juta di Pak Syahroni, yang mana uang itu bagian fee proyek yang ditujukan kepada teman-teman yang di pokja," bebernya.
"Nah saat peralihan jabatan, apakah Anda sempat berhubungan dengan Hermansyah, dan apakah sebelum perpindahan itu sudah ada penarikan fee?" tanya JPU.
"Tidak, dan saya tidak tahu, dan semua kegiatan 2017 sudah diselesaikan oleh Pak Hermansyah," tandasnya.
Hanya Terima Rp 10 Juta
Mantan anggota DPRD Lampung yang juga staf khusus Bupati Lampung Selatan Agus Bhakti Nugroho membantah disebut menerima uang Rp 500 juta.
Tapi dia mengakui menerima uang Rp 10 juta dari terdakwa Syahroni.
Hal ini diungkapkan Agus Bhakti Nugroho saat dicecar oleh JPU KPK Taufiq Ibnugroho.
"Anda menerima Rp 2 sampai Rp 4 miliar. Bisa dijelaskan bagaimana penyerahannya?" kata Taufiq.
"Jadi di kardus. Tapi saya lupa," jawab Agus.

JPU langsung membacakan BAP Agus dimana disebutkan bahwa Agus telah menerima uang dari Syahroni untuk kepentingan Zainudin Hasan.
"15 April 2017 Rp 2 miliar di rumah Syahroni, lalu 22 Mei 2017 Rp 2 miliar 2017, tanggal 7 Juni 2017 Rp 3 miliar, tanggal 9 Juli 2017 Rp 3 miliar, lalu saya antar yang biasanya saya titipkan ke Sarjono," jelas JPU.
JPU pun menanyakan uang yang diterima oleh Agus dari Syahroni.
"Jumlahnya lupa. Tapi setiap ngambil kalau gak Rp 5 juta ya Rp 10 juta," jawab Agus.
"Terus ini ada catatan Rp 500 juta?" tanya JPU.
"Itu untuk Pak Bupati. Saya gak pernah ambil. Saya sudah disumpah," tandasnya.
Agus juga mengaku menerima uang miliaran rupiah dari terdakwa Syahroni.
Agus menyampaikan, selama tahun 2016 hingga 2018 ia mengambil uang fee rekanan dari terdakwa Syahroni.
"Setelah diambil itu dicatet baru diserahkan. Tapi gak boleh dicatet sama Pak Zainudin. Kemudian gak saya catet lagi," jelas Agus.
Agus mengaku lupa jumlah uang yang telah diterimanya dari Syahroni.
"Tapi nilainya miliaran. Dan, untuk tahun 2016 seingat saya ada lima kali penyerahan," sebutnya.
"Dalam BAP, ‘Beberapa bulan setelah dilantik, atas perintah Zainudin Hasan, beberapa kali saya ambil di Syahroni dengan nilai variasi, dari Rp 1 miliar sampai Rp 4 miliar, yang mana digunakan kardus air mineral yang dilakban dan ditulis nominal oleh Syahroni.’ Terus uang-uang yang diterima ini dibawa ke mana?" tanya JPU.
"Ke Way Halim. Kadang ke Kalianda. Itu rumah pribadi Pak Zainudin. Kalau di Way Halim melalui OB (office boy). Setelah itu melapor ke Pak Zainudin," tandasnya.
Jadi ATM
Dari tahun 2016 hingga 2018, terdakwa Syahroni menjadi “ATM” bagi mantan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan.
Pasalnya, Syahroni ditugaskan menjadi koordinator pengumpul fee proyek Dinas PUPR Lampung Selatan.
Agus Bhakti Nugroho menuturkan, awal mula ia mengenal terdakwa Syahroni saat mendapat perintah dari Zainudin Hasan untuk komunikasi dengan terdakwa Hermansyah yang menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan.
"Itu pertama kali ketemu di kantor bupati, kemudian saya ketemu lagi di rumah Pak Hermansyah di Kaliawi. Lalu di rumah itulah saya berkenalan dengan Syahroni," kata Agus.
Agus menjelaskan, komunikasi yang dimaksud ini untuk membicarakan terkait penarikan fee proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan.
"Yang mana mereka (Hermansyah dan Syahroni) mengambil uang setoran ke rekanan di setiap kegiatan pekerjaan," bebernya.
Agus menuturkan, pertemuan tersebut tak lama setelah Zainudin Hasan dilantik sebagai Bupati Lampung Selatan.
"Tidak lama setelah pelantikan, kurang lebih Februari 2016, saya diminta Pak Zainudin dan bilang, ‘Coba cek ke Pak Kadis terkait kegiatan yang mereka lakukan’," beber Agus.
Dalam pertemuan di rumah terdakwa Hermansyah, Agus mendapat pesan penting.
"Saat itu Pak Herman menyampaikan, ‘Kalau butuh apa-apa, hubungi Syahroni.’ Saat itu ada Syahroni," jelas Agus.
"Terus apa yang Anda pahami? Ada apa-apa itu?" tanya JPU KPK Taufiq Ibnugroho.
"Yang kalau ada bahasanya apa-apa itu yang dilakukan di PUPR itu yang melaksanakan pengambilan fee proyek itu Pak Syahroni," kata Agus.
Menurut Agus, Syahroni memiliki peran sentral dalam pengumpulan fee proyek di Lampung Selatan.
"Jadi Pak Hermansyah menyampaikan, ‘Gus, ini (Syahroni) yang melakukan semua kegiatan di PUPR. Istilahnya koordinatornya’," tutur Agus menirukan ucapan Hermansyah.
Dalam sidang dengan terdakwa Hermansyah Hamidi dan Syahroni, JPU KPK menghadirkan lima saksi.
Mereka adalah mantan anggota DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho, mantan Kadis PUPR Lampung Selatan Anjas Asmara, mantan Bupati Lampung Selatan Zainudim Hasan, mantan Wakil Bupati atau Bupati Lampung Selatan saat ini Nanang Ermanto, dan Ketua DPRD Lampung Selatan Hendri Rosadi.
Saksi Agus Bhakti Nugroho, Anjas Asmara, dan Zainudim Hasan mengikuti jalannya sidang melalui telekonferensi.
Sementara Nanang Ermanto dan Hendri Rosadi hadir langsung di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung. ( Tribunlampung.co.id / Hanif Mustafa )