Universitas Lampung
Bina Produsen Gula Semut Lampung, Otik Dosen Universitas Lampung Berharap Tembus Pasar Ekspor
Sejak 2012 melatih dan mendampingi masyarakat membuat gula merah kristal atau gula semut, Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian (
Penulis: Advertorial Tribun Lampung | Editor: Advertorial Tribun Lampung
Untuk bahan baku awal bisa berupa nira atau bisa juga dengan melebur ulang gula merah cetak. Jika berasa di lokasi perkebunan kelapa sebaiknya menggunakan nira agar tidak terjadi dua kali pemanasan dan kendali mutu lebih mudah dilakukan. Namun, jika berada di kota dan sulit mendapatkan nira, maka dapat menggunakan bahan baku gula merah cetak.
Jika menggunakan nira, lanjut Otik, disarankan menggunakan nira yang bagus, tidak asam. Nira terlebih dahulu direbus dan didiamkan sebentar agar kandungan kapur mengendap. Setelah itu, ambil bagian nira yang jernih baru diuapkan atau dipanaskan.
“Titik kritis satu lagi adalah tingkat kematangan gula merah untuk bisa mengkristal. Jadi kita menggunakan spontest untuk melihat tingkat kematangannya. Kita ambil gula merah yang mulai mengental menggunakan sendok, lalu diangkat ke atas dan diteteskan. Jika diteteskan tidak putus, atau saat dimasukkan ke dalam air putih jadi kaku, itu berarti sudah matang, langsung diangkat sambil terus diaduk-aduk,” tuturnya.
Gula didinginkan sambil terus diaduk-aduk sambil ditekan-tekan hingga ke pinggir-pinggir wajan. Proses pengkristalan gula semut akan berlangsung secara bertahap. Gula semut dianggap berhasil jika saat diaduk sambil ditekan-tekan berubah ambyar atau berbentuk granular.
“Kalau sudah dingin, pindahkan gula merah ke nampan besi lalu dijemur di bawah sinar matahari langsung sambil terus diuser-user, lalu biarkan benar-benar kering. Kalau panas mataharinya bagus sekitar 2 jam sudah kering,” kata Otik.
Untuk mengetes tingkat kekeringan gula semut dapat dilakukan dengan memasukkan gula semut ke dalam toples, lalu digoyang. Jika terdengar suara gemerisik berarti sudah kering. Gula semut bisa diayak untuk mendapatkan ukuran yang halus dan seragam. Untuk yang berukuran besar bisa digerus ulang.
Sementara itu, lanjut Otik, untuk pembuatan gula semut menggunakan gula merah cetak harus diawali dengan pemilihan gula merah cetak berkualitas. Caranya, pilihlah gula merah yang tidak lengket atau lonyok, serta ketika dikopel akan ambyar dan ada serpihan putih.
“Kalau salah memilih gula merahnya, gula semut akan lengket kayak gulali, nggak akan jadi,” ujarnya.
Setengah kilogram gula merah dicampur dengan segelas air untuk mencairkan gula merah. Proses selanjutnya sama dengan pembuatan gula semut dari nira, yaitu penguapan, kristalisasi, pengeringan, dan pengayakan.
Otik menjelaskan, proses penguapan yang dilanjutkan dengan pengeringan menyebabkan kandungan air pada gula semut kecil dari 3% sehingga memiliki daya simpan lebih lama dibanding gula merah cetak yang memiliki kadar air mencapai 10%.
Otik mengaku saat melakukan penelitian pertama kali di tahun 2012, masih sangat sedikit referensi dan literatur tentang gula semut. Selain itu, tidak ada penelitian yang menjelaskan secara detil pembuatan gula semut. Ini menyebakan Otik melakukan eksperimen membuat gula semut hingga lebih dari 50 kali.
“Pertama-tama bikin itu ya sering gagal. Jadi awal-awal itu saya buat sekilo, saat sudah matang ngebyar gitu, wah jadi ini, saya senang, tapi kok setelah lengket-lengket granularnya, cobalah saya jemur sambil saya user-user gitu. Nah jadi gula semutnya, lumayan, dapat separuh. Setiap mencoba itu kalau gagal, saya pasti nemu cara, oh ternyata begini, jadi jangan putus asa,” kata Otik.
Bahkan, lanjutnya, dia pernah membuat gula semut dengan cara menggiling dan memblender gula merah sehingga blendernya sampai lengket. Eksperimen dan pengalaman bertahun-tahun membuat gula semut ini akhirnya mengantarkan Otik menemukan teknik yang tepat dalam membuat gula semut hingga ke jaminan mutu produk.
Otik menjelaskan, untuk rendaman rata-rata gula semut 2% lebih kecil dibandingkan dengan gula merah cetak. Misalnya, dari 100 liter nira dapat menghasilkan 10 kilogram gula merah cetak (10%), maka kalau menjadi gula semut hanya mendapatkan sekitar 8 kilogram (8%).
“Ini disebabkan kadar air gula semut berkurang lebih banyak, belum lagi hasil akhir yang nempel-nempel di wajan atau ada yang menggumpal,” kata Otik.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lampung/foto/bank/originals/unila-lampung-ti.jpg)