Lampung Barat

Menilik Prosesi Adat Angkon Muakhi Saat Ketua DPD RI Kunker ke Lampung Barat

Mereka adalah para prajurit, penari, pendekar pencak silat, dan lain sebagainya yang dipersiapkan untuk menyambut tamu agung Kerajaan Paksi Pak Skala

Penulis: Nanda Yustizar Ramdani | Editor: soni
dokumentasi
Pemakaian Hanuang Bani oleh Sultan Kepaksian Buway Pernong PYM SPDB Pangeran Edward Syah Pernong Sultan Skala Bekhak yang di-Pertuan ke-23 kepada La Nyalla Mattalitti di Gedung Dalom Kepaksian Buway Pernong Pekon Balak, Batu Brak, Lampung Barat, Selasa (7/9/2021). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, LAMPUNG BARAT - Sejumlah kaum lelaki dan perempuan mengenakan pakaian yang didominasi serba hitam berbaris rapi di tepi Jalan Lintas Liwa - Bukit Kemuning Pekon Balak, Batu Brak, Lampung Barat.

Mereka adalah para prajurit, penari, pendekar pencak silat, dan lain sebagainya yang dipersiapkan untuk menyambut tamu agung Kerajaan Paksi Pak Skala Bekhak Kepaksian Buway Pernong.

Masing-masing dari mereka ada yang memegang tombak, pedang, kipas, selendang, bendera, dan lain-lain.

Selasa (7/9/2021) sekira pukul 10.15 WIB datang sejumlah rombongan mobil berkawal aparat penegak hukum setempat.

Turun seorang lelaki berkemeja putih dari sebuah mobil hitam mewah yang langsung dipayungi oleh satu di antara para pasukan penyambut.

Baca juga: DPD RI Pantau Perkembangan BPUM di Pringsewu

Ya, dialah sang tamu agung dari pemerintah pusat yang menjabat sebagai Ketua DPD RI saat ini La Nyalla Mattalitti.

Pria bernama lengkap A A La Nyalla Mahmud Mattalitti itu langsung disambut dengan hangat oleh pasukan penyambut tamu.

Terlihat sebuah tandu berbentuk persegi tak beralas dengan ukuran sekira 2x2 meter yang dihiasi berbagai pernak pernik didominasi warna merah dan kuning emas yang disebut Alam Gemisekh.

Seorang pria menenteng sebilah pedang berlutut di hadapan La Nyalla Mattalitti menyampaikan beberapa kalimat kepada dia beserta rombongannya menggunakan Bahasa Lampung yang tidak begitu dipahami oleh Tribunlampung.co.id.

Usai mengucapkan sejumlah kalimat berbahasa Lampung itu, La Nyalla masuk ke dalam Alam Gemisekh yang diangkat empat orang pria.

Tandu beratap itu digunakan untuk mengurung, memagari, dan membatasi La Nyalla dengan pasukan penyambut tamu yang akan melakukan arak-arakan dan mengiringi La Nyalla sampai ke Gedung Dalom Kepaksian Buway Pernong.

Bunyi Gamolan Pekhing pun mulai mengalun menjadi musik latar bagi arak-arakan tersebut.

Baca juga: Festival Sekala Bekhak ke-7 di Lampung Barat Digelar Virtual, Hadirkan Orkes Gambus dan Nyambai

Gamolan Pekhing merupakan musik khas Lampung seperti halnya Gamelan di Jawa.

Hanya saja Gamolan Pekhing ini bukan terbuat dari logam, melainkan terbuat dari susunan bambu yang diikat dengan tali senar.

Selama melakukan arak-arakan, para pasukan menunjukkan berbagai macam atraksi, ada yang menari dengan kipas dan selendangnya, ada yang memainkan senjata tombak dan pedangnya, ada yang menunjukkan kebolehannya dalam mempraktekkan gerakkan pencak silat, ada juga yang hanya berjalan biasa dengan membawa bendera, dan banyak lagi.

Prosesi arak-arakan tersebut biasa disebut masyarakat adat setempat sebagai Prosesi Adat Susung.

Sesampainya di depan gerbang Gedung Dalom Kepaksian Buway Pernong, terdengar bunyi gong menggaung sebanyak 7 kali.

Kemudian, dilanjutkan dengan prosesi Tangguh Kepaksian sebelum memasuki Gedung Dalom Kepaksian Buway Pernong.

Selanjutnya, dilakukan prosesi pembukaan Pedang Alif, yakni sebuah benda pusaka kerajaan berupa sebilah pedang dengan panjang sekira 50 centimeter.

Saat di dalam Gedung Dalom Kepaksian Buway Pernong, seorang yang ditugasi menjadi pembawa acara membuka acara adat yang berpuncak di prosesi Angkon Muakhi.

Lalu, pembacaan kalam ilahi oleh seorang petugas, diteruskan penampilan tari batin oleh sekelompok wanita mengenakan pakaian adat Lampung Sai Batin, dan ucapan selamat datang dari Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus.

Dalam sambutannya, Parosil memaparkan sejumlah destinasi dan potensi wisata yang ada di Lampung Barat, mulai dari keindahan gunung, negeri di atas awan, danau, hingga wisata budaya Kerajaan Paksi Pak Skala Bekhak.

Dalam sambutannya, Parosil juga menjelaskan sekilas tentang Kerajaan Paksi Pak Skala Bekhak.

"Kerajaan Adat Paksi Pak Skala Bekhak terdiri empat paksi yang masing-masing dipimpin seorang sultan," terang Parosil.

"Masing-masing paksi itu adalah Paksi Buway Pernong, Paksi Buway Belunguh, Paksi Buway Bejalan Diway dan Paksi Buway Nyerupa," sambungnya.

Keberadaan kerajaan-kerajaan itu, menurutnya, perlu dipertahankan dan perlu dijaga.

"Karena kerajaan-kerajaan inilah yang memberikan suasana kedamaian, ketenangan, dan juga kebanggaan bagi kita semua," ungkap mantan anggota DPRD Lampung Barat itu.

Bupati lulusan Unila itu berpendapat, Kabupaten Lampung Barat bisa maju, hebat, dan terkenal di seluruh nusantara tidak terlepas dari 4 Kepaksian tersebut.

"Keempat Kepaksian ini juga telah memberikan spirit dan semangat kepada Pemkab Lampung Barat," akunya.

Usai mendengarkan sambutan dari Parosil, prosesi adat memasuki sesi inti, yakni prosesi Adat Angkon Muakhi untuk Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti.

Angkon Muakhi sendiri berasal dari dua suku kata, yakni Angkon yang berarti pengangkatan dan Muakhi yang berarti saudara.

Sehingga, secara istilah berarti, pengangkatan saudara antara suku Lampung dengan orang lain yang bukan berasal dari suku Lampung.

Siapapun itu yang diangkat saudara mempunyai tanggung jawab untuk membesarkan kerajaan dan masyarakat kerajaan punya kewajiban melindunginya secara adat.

Angkon Muakhi ini bertujuan untuk menciptakan perdamaian secara persaudaraan.

Dalam prosesi Angkon Muakhi, ada prosesi pembacaan butattah atau sastra lisan Lampung yang lazim digunakan untuk menyampaikan pesan atau nasihat dalam upacara pemberian gelar adat (adok).

Berikutnya, dilakukan pernyataan Angkon Muakhi beserta prosesi Penattahan Adok (pemberian gelar) kepada La Nyalla Mattalitti sekaligus penyematan lencana kerajaan dan penyerahan piagam adat.

Penattahan Adok tersebut dilakukan secara langsung oleh Sultan Kepaksian Buway Pernong Paduka Yang Mulia (PYM) Sai Batin Puniakan Dalom Beliau (SPDB) Pangeran Edward Syah Pernong Sultan Skala Bekhak yang di-Pertuan ke-23.

Kini secara resmi, pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1959 itu menjadi bagian dari keluarga Kerajaan Paksi Pak Skala Bekhak dengan menyandang gelar adat Batin Gusti Calak Perkasa Mangkunegara.

Tak hanya itu, pria yang besar di Surabaya itu juga menerima pusaka berupa pedang dan penutup kepala Hanuang Bani.

Makna filosofis yang diambil dari Hanuang (kambing hutan) Bani (berani) secara historis adalah agar La Nyalla menjadi sosok yang berani menegakan kebenaran, sesuai dengan mitologi Hanuang Bani yang pernah mengalahkan seekor harimau di puncak Gunung Pesagi.

Setelah melewati prosesi Angkon Muakhi, La Nyalla Mattalitti menyampaikan sambutannya.

"Terima kasih atas diberinya gelar adat dan penyerahan perangkat pusaka oleh Kepaksian Buway Pernong," ucapnya.

Sebagai representasi daerah di level nasional, ia menyatakan, DPD RI berkomitmen mendorong pemerintah pusat bersama pemerintah daerah untuk mengakui dan menghormati kerajaan Nusantara sebagai pondasi RI. 

"Kerajaan-kerajaan Nusantara ini berperan penting dalam asimilasi budaya, karena itu dalam setiap kunjungan kerja ke daerah-daerah DPD RI selalu mengagendakan silaturahmi ke keraton-keraton sebagai manifestasi dari akar budaya nasional," cerita dia.

Lelaki berdarah Bugis itu mengajak, untuk mengakui dan menghargai keberadaan dan keragaman budaya Indonesia, menempatkan masyarakat sebagai pemilik dan penggerak kebudayaan, serta menempatkan kebudayaan sebagai haluan pembangunan nasional.

Prosesi adat selanjutnya, yakni amanah adat PYM SPDB Edward Syah Pernong Sultan Skala Bekhak Yang Dipertuan ke-23.

Pangeran Edwarsyah Pernong yang pernah menjabat Kapolda Lampung 2015 itu mengatakan, secara resmi AA Lanyala Mataliti telah menjadi keluarga dari Kepaksian Buway Pernong.

Gelar Batin Gusti Calak Perkasa Mangkunegara yang diemban La Nyalla mempunyai arti bahwa tersemat doa dan harapan kelak menjadi pemimpin negeri.

"Dengan semangat seangkonan muakhi ini, semoga bisa membawa perubahan yang akan dilakukan generasi muda guna menjaga keberlangsungan adat istiadat secara terus menerus melekat pada kehidupan masyarakat," harap pria yang biasa disapa Pun Edward.

Sebelum memasuki penutupan prosesi adat Angkon Muakhi itu, dilakukan sesi pembacaan doa, tangguh Kepaksian, penutupan Pedang Alif, dan pemukulan gong penutup sebanyak 7 kali.

Prosesi adat Angkon Muakhi tersebut berakhir sekira pukul 12.30 WIB.

Seluruh pihak yang terlibat di dalamnya membubarkan diri dari Gedung Dalom Kepaksian Buway Pernong.

Satu per satu kaki mereka melangkah keluar dari istana kerajaan yang dihiasi dengan ornamen dan pernak pernik dominasi serba merah dan kuning keemasan itu menuju lokasi makan siang yang bersebelahan dengan Gedung Dalom. ( Tribunlampung.co.id / Nanda Yustizar Ramdani )

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved