Berita Terkini Nasional

Oknum Kapolsek Ajak Tidur Anak Tersangka, Akhirnya Hilang Jabatan dan Terancam Sanksi

Seorang oknum kapolsek ajak tidur anak tersangka, akhirnya hilang jabatan dan terancam sanksi berat dari institusi.

Tribunlampung.co.id / Deni Saputra
Ilustrasi ditangkap polisi. Seorang oknum kapolsek ajak tidur anak tersangka, akhirnya hilang jabatan dan terancam sanksi berat dari institusi. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, PALU - Seorang oknum kapolsek ajak tidur anak tersangka, akhirnya hilang jabatan dan terancam sanksi berat dari institusi.

Adapun oknum kapolsek tersebut merupakan perwira berpangkat Ipda di Sulawesi Tengah.

Hal tersebut lantara ia merayu seorang anak tersangka lalu melakukan tindak asusila terhadapnya.

Oknum polisi itu merupakan kapolsek di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

Sang oknum polisi dilaporkan ke Polda Sulteng karena dugaan melakukan tindak asusila terhadap seorang gadis.

Baca juga: Suami Kesal, Istri Menolak Diminta Buat Kopi Berakhir Membusuk Dalam Karung

Korban diketahui merupakan anak dari seorang tersangka.

Tersangka tersebut tersandung kasus hukum dan kini tengah ditahan di polsek yang dipimpin sang Ipda.

Pelaku kemudian merayu korban dan mengiming-imingi bisa membebaskan ayahnya.

Dengan syarat, korban mau berhubungan layaknya suami istri dengan sang Ipda.

Menurut Ketua DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Parimo Moh Rifal Tajwid selaku pendamping korban, oknum kapolsek itu mengirimi pesan mesra via WhatsApp kepada korban berinisial S (20).

Baca juga: Pengantin Baru Tewas Dalam Karung, Ternyata Dibunuh Suami karena Kesal

Baca juga: Detik-detik Truk Oleng Serempet Pemuda di Pinggir Jalan, Berakhir di Pohon Asem

"Nomornya didapat saat si anak perempuan membawakan makanan untuk sang ayah yang ditahan di Polsek itu," kata Moh Rifal Tajwid kepada TribunPalu.com, Sabtu (16/10/2021).

Tak hanya itu, kapolsek juga memberikan sejumlah uang.

"Selain dikirimi pesan seperti itu, anak ini juga pernah diberikan uang, dengan alasan membantu ibunya," tuturnya menambahkan.

Oknum tersebut kemudian mengajak korban untuk berhubungan selayaknya suami istri.

Komunikasi keduanya berlanjut hingga oknum kapolsek itu menghubungi korban dengan iming-iming pembebasan ayahnya yang ditahan.

Namun korban harus meladeninya di dalam kamar.

Korban pun terpaksa mengiyakan demi kebebasan sang ayah.

Namun, ayah korban tak kunjung bebas, sang oknum kapolsek Parigi Moutong malah masih mengajak korban melayaninya.

Atas peristiwa itu, korban pun melaporkan kasus tersebut ke Provos Polres Parigi Moutong.

Sang Ipda Diperiksa

Kabag Ops Polres Parimo, AKP Junus Achpah, memberikan penjelasan.

Ia menegaskan, oknum Kapolsek Parigi Moutong itu tengah menjalani pemeriksaan pemeriksaan Polda Sulteng.

"Kalau kasusnya sudah ditangani oleh pihak Polda Sulteng," kata AKP Junus Achpah, Sabtu.

"Yang bersangkutan sudah di mutasi ke Polda Sulteng, dalam rangka pemeriksaan, itu sejak kemarin," tuturnya menambahkan.

Oknum tersebut juga diketahui sudah berkeluarga.

Polda Sulteng Beri Penjelasan

Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol Didik Supranoto, mengatakan pemeriksaan korban S (20) kasus asusila oleh oknum Kapolsek di Parigi Moutong dilakukan pada Senin (18/10/2021).

"Pemeriksaan terhadap terduga korban rencana hari ini akan dilakukan, oleh pihak Propam," kata Didik, Senin siang.

"Tapi untuk tempatnya belum dapat dipastikan, apakah di Polda atau di Polres," katanya menambahkan.

Ia juga menjelaskan, selain korban, Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulteng juga akan memeriksa para saksi.

Nasib polisi tersebut, kini sudah diberhentikan dari jabatannya.

Langkah ini diambil untuk melancarkan proses penyidikan oleh pihak penyidik.

"Saksi lain yang akan di periksa ada orangtua korban, keluarga korban, dan termasuk pengelola penginapan yang diduga sebagai tempat peristiwa itu," tutur Didik.

Jika terbukti, akan ada sanksi lain yang didapat oknum polisi tersebut.

Dihukum Mati

Seorang oknum polisi yang rudapaksa dan bunuh 2 gadis di Medan dihukum mati oleh hakim Pengadilan Negeri Medan.

Oknum polisi tersebut bernama Aipda Roni Syahputra.

Aipda Roni Syahputra menjadi terdakwa pembunuhan dua gadis di Medan, Sumatera Utara.

Vonis hukuman mati itu dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri PN Medan.

Dalam amar putusannya, Hakim Ketua Hendra Utama Sutardo menyebut bahwa Aipda Roni Syahputra terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 340 KUHPidana jo Pasal 65 KUHPidana.

"Menjatuhkan terdakwa Roni Syahputra oleh karena itu dengan pidana mati," kata hakim, Senin (11/10/2021).

Hakim mengatakan, adapun hal yang memberatkan terdakwa yakni perbuatannya menimbulkan penderitaan yang berkepanjangan bagi keluarga korban. 

Kemudian, perbuatan terdakwa Aipda Roni Syahputra juga dinilai sangat meresahkan masyarakat, dan seorang korbannya, AC, masih di bawah usia.

"Sedangkan hal yang meringankan tidak ada,” kata hakim.

Atas putusan tersebut, terdakwa melalui kuasa hukumnya dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aisyah yang sebelumnya juga menuntut pidana mati (conform) menyatakan pikir-pikir.

Di luar ruang sidang, keluarga korban saling berpelukan sambil menangis.

Meski petugas Polres Pelabuhan Belawan itu divonis hukuman mati, keluarga korban masih tidak percaya anaknya dibunuh secara keji oleh Aipda Roni Syahputra. 

Ibu korban Aprilia Cinta sampai tak sadarkan diri usai vonis dibacakan.

Ia sangat sedih mengingat kejadian yang menimpa anaknya.

"Makan pun masih disulangi, pergi sekolah pun masih disisiri rambut anakku. Ya Allah anakku," tangisnya pecah.

Sementara itu, ibu korban Riska Fitria juga menangis pilu.

Ia sempat tak sanggup mendengar kronologi bagaimana anaknya disiksa hingga dibunuh Aipda Roni Syahputra.

"Mereka enam bersaudara, dia satu-satunya anak perempuan. Tragis kali dia (Roni) menyiksa anakku," katanya sambil menangis.

Leo, abang kandung Aprilia Cinta mengaku puas dengan vonis mati tersebut.

Ia menilai hukuman yang diberikan majelis hakim setimpal dengan perbuatan polisi yang bunuh dua anak gadis itu.

"Kami merasa puas, karena dia sudah dihukum mati. Setimpal dengan perbuatannya," pungkasnya.

Dalam dakwaan jaksa disebutkan, pembunuhan keji yang dilakukan oknum polisi Polres Pelabuhan Belawan, Aipda Roni Syahputra terhadap dua gadis yakni RF dan AC terjadi pada Februari 2021.

Warga Jalan Mesjid Raya Al-Jihad, Kelurahan Pulo Brayan Kota, Kecamatan Medan Barat itu melancarkan aksinya karena tertarik dengan korban RF, sehingga terdakwa membuat suatu rencana untuk berjumpa.

Lebih lanjut, terdakwa memanipulasi sebuah cerita terkait barang titipan korban RF yang tak sampai dan membuat janji bertemu dengan korban RF.

Namun, saat bertemu dengan terdakwa, RF membawa temannya AC.

"Kemudian, saat di perjalanan, terdakwa langsung melancarkan niat jahatnya kepada RF."

"Saat melakukan aksinya, korban sempat melawan, namun terdakwa memukul korban RF dan menyuruh korban AC untuk diam," jelas jaksa.

Di dalam mobil, terdakwa sempat melakukan pelecehan dan penganiayaan kepada korban dengan memborgol kedua tangan korban, menutup mata serta menyumpal mulut kedua korban.

Selanjutnya, terdakwa pun membawa kedua korban ke satu hotel yang berada di Padang Bulan dan melancarkan aksinya.

Saat di hotel, terdakwa berniat merudapaksa korban RF.

Namun, saat itu korban masih dalam keadaan datang bulan.

Sehingga terdakwa melakukan aksi bejatnya ke korban AC yang masih berusia 13 tahun.

Setelah itu, lanjut jaksa, terdakwa membawa kedua korban dan menyekapnya di rumah. 

Selanjutnya, terdakwa membunuh kedua korban dengan menutup wajah kedua korban menggunakan bantal.

Wajah kedua korban sempat dilakban, sebelum dibuang ke dua lokasi terpisah.

"(Satu) mayat korban dibuang di Kecamatan Medan Barat tergeletak di pinggir Jalan Budi Kemasyarakatan, Lingkungan 24, Kelurahan Pulo Brayan, Medan Barat."

"(Satu lagi dibuang) di pinggir jalan di Kabupaten Serdangbedagai," pungkas jaksa.

Artikel ini telah tayang di TribunPalu.com dan TribunJabar.id

Sumber: Tribun Palu
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved