Korupsi Benih Jagung di Lampung

Edi Yanto Merasa Didiskriminasi, Kasus Dugaan Korupsi Benih Jagung di Lampung

Dua terdakwa perkara dugaan korupsi pengadaan benih jagung di Lampung menyampaikan duplik atau jawaban atas tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Muhammad Joviter
Sidang kasus dugaan korupsi benih jagung di PN Tanjungkarang. Edi Yanto merasa didiskriminasi. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Dua terdakwa perkara dugaan korupsi pengadaan benih jagung di Lampung menyampaikan duplik atau jawaban atas tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terkait pledoi yang diajukan.

Duplik disampaikan oleh penasihat hukum terdakwa Edi Yanto dan Imam Mashuri di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Kota Bandar Lampung, Kamis (3/2/2022).

Edi Yanto merupakan mantan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung.

Sementara Imam merupakan Direktur PT Argo Dempo Utama.

Keduanya didakwa telah merugikan keuangan negara sejumlah Rp 7,5 miliar.

Adapun duplik terdakwa Edi Yanto dibacakan penasihat hukum Minggu Abadi Gumay.

Sementara duplik terdakwa Imam Mashuri dibacakan penasihat hukum Robi Oktora.

Dalam sidang itu, Minggu mengatakan, duplik yang disusun secara singkat tersebut bukanlah asumsi-asumsi atau curahan isi hati terdakwa.

Melainkan berdasarkan pendapat dan uraian fakta-fakta hukum yang sesungguhnya.

"Dalam perkara ini kami melihat adanya diskriminasi penegakan hukum, dan tebang pilih dalam menetapkan status saksi atau tersangka pada diri seseorang yang memiliki potensi yang kuat dijadikan pelaku tindak pidana," kata Minggu.

Baca juga: PH Imam Mashuri Keberatan Terhadap JPU, Minta Hadirkan Karyawan Pihak Penyedia Benih Jagung

Namun hal tersebut, lanjut Minggu tidak dilakukan sebagai mana mestinya oleh pihak jaksa.

Dalam berita acara persidangan, tim penasihat hukum terdakwa Edi Yanto berpendapat dalam pelaksanaan pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017, jika benar adanya tindak pidana korupsi kenapa JPU tidak melakukan penindakan hukum secara tegas.

Dugaan korupsi tersebut muncul akibat adanya kesalahan oleh pihak penyedia barang tidak terkontrol dan tidak terlaksana dengan baik sesuai perjanjian kontrak kerja yang ada.

"Bahwa dalam kelalaian melaksanakan tugas tersebut tidak bisa dilimpahkan atau dibebankan begitu saja kepada terdakwa Edi Yanto, apapun dasar dan alasan nya," kata Minggu.

Minggu juga menanggapi mengenai pemberian fee pembagian keuntungan, antara saksi Imam dan saksi Ilham Mendrofa, dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan benih jagung Balitbang Tahun 2017.

Berdasarkan keterangan saksi Imam Mashuri, diketahui adanya pemberian fee sebesar Rp 2.500 perkilogram x 4.000 kilogram.

Fee tersebut diberikan Imam kepada saksi Ilham Mendrofa, sebagai kompensasi atas pengadaan benih jagung.

Atas dasar tersebut, lanjut Minggu jika terjadi masalah yang tidak sesuai dengan kontrak kerja, maka yang paling bertanggung jawab adalah saksi imam Mashuri, selaku penyedia barang.

"Selanjutnya, (Almh) Herlin Retnowati selalu PPK, bukan terdakwa Edi Yanto selaku kuasa pengguna anggaran," kata Minggu.

Sudah Jalankan Tugas

Menurut Minggu, berdasarkan bukti dan fakta persidangan terdakwa Edi Yanto selaku kadis tanaman pangan maupun selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) telah menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan kewenangannya.

"Jika sekiranya dalam pelaksanaan, tidak sesuai dengan kontrak maka harus diteliti secara seksama siapa yang menandatangani perjanjian surat kontrak untuk melaksanakan kegiatan tersebut," kata dia.

Minggu berpendapat jika terdakwa tidak mungkin mengambil alih, karena sudah ada alokasi pembagian tugas dalam pengadaan benih jagung.

"Tidak adilnya, bahwa orang yang makan nangka sementara terdakwa harus kena getahnya," kata Minggu.

Kendati demikian, penasihat hukum terdakwa Edi Yanto meyakini majelis hakim yang memeriksa perkara ini akan memberikan penilaian hukum yang objektif, arif dan bijaksana.

Penasihat hukum terdakwa Edi Yanto memohon kepada majelis hakim menolak semua dalil-dalil alasan yang disampaikan JPU.

Dan menerima pledoi terdakwa, karena hal tersebut merupakan hak dan sesuai dengan fakta persidangan.

"Menyatakan terdakwa Edi Yanto, adalah korban demi kepentingan pemangku jabatan. Apabila majelis hakim ada pendapat lain, mohon pertimbangan seadil-adilnya," kata Minggu.

Sementara itu, tim penasihat hukum terdakwa Imam Mashuri, Robi Oktora mengungkapkan keberatan beberapa hal terhadap JPU.

Menurutnya, JPU tidak menghadirkan saksi yang benar-benar dapat memberikan keterangan dalam perkara tersebut dengan jelas.

Salah satu nama yang disebut dalam sidang yakni Indra Prakoso, karyawan PT Dempo Argo Pratama Inti.

"Indra Prakoso merupakan orang kepercayaan Imam Mashuri. Dia yang ditunjuk langsung untuk bertemu dengan PPK," kata Robi.

Menurutnya, Indra Prakoso seharusnya dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara tersebut.

Sebagai orang kepercayaan terdakwa Imam Mashuri, Indra Prakoso diyakini dapat menjelaskan secara rinci mengenai kontrak kerja yang ditandatangani Imam Mashuri.

Terkait hal tersebut, Robi menyatakan telah menyampaikan kepada majelis hakim untuk menghadirkan Indra Prakoso sebagai saksi.

Namun sampai pada tahap persidangan, Indra Prakoso juga tidak dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum.

Setelah mendengarkan duplik dari masing masing penasihat hukum, Ketua Majelis Hakim Hendro Wicaksono memutuskan sidang ditunda dan dilanjutkan pekan depan.

Sidang akan kembali dilanjutkan Kamis (10/22) dengan agenda pembacaan putusan.

"Baik untuk sidang selanjutnya dengan agenda pembacaan putusan, digelar Minggu depan," kata Hendro.

(Tribunlampung.co.id/Muhammad Joviter)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved