Kesehatan

Webinar tentang Apa Itu Peritonitis yang Kerap Terjadi pada Penderita Usus Buntu

Peritonitis adalah peradangan pada lapisan dinding perut (peritoneum). Peritonitis terbagi menjadi primer dan sekunder.

Penulis: Jelita Dini Kinanti | Editor: Dedi Sutomo
Tribunlampung.co.id/Jelita Dini Kinanti
dr Andi Siswandi, Sp.B dari Rumah Sakit DKT. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Peritonitis adalah peradangan pada lapisan dinding perut (peritoneum). Peritonitis terbagi menjadi primer dan sekunder.

dr Andi Siswandi, Sp.B dari Rumah Sakit DKT mengatakan, peritonitis primer adalah peradangan yang memang murni terjadi di peritoneum akibat penyakit lain seperti sirosis hepatis dan TBC. 

Sedangkan peritonitis sekunder adalah peradangan di peritoneum yang disebabkan oleh organ lain yang pecah.

Salah satunya yang cukup sering terjadi adalah usus buntu kronis yang pecah.

Usus buntu kronis yang pecah akan mengeluarkan nanah yang mengiritasi atau menginfeksi peritonium. Lalu terjadilah peritonitis.

Baca juga: Pemkab Tubaba Menggulirkan Asuransi untuk Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif

Usus buntu kronis awalnya adalah usus buntu akut yang tidak mendapatkan penanganan baik, atau perutnya diurut.

Menurut dr Andi, sampai sekarang masih banyak orang yang lebih memilih minum jamu atau obat-obatan biasa, lalu mengurut perutnya saat mengalami usus buntu.

Mereka tidak tau kalau mengurut perut bisa menyebabkan peritonitis.

"Gejala khas peritonitis primer maupun sekunder sama, yakni nyeri diseluruh perut. Selain gejala khas, ada juga gejala sekunder berupa demam, mual, dan muntah. Bahkan kesadaran bisa menurun," kata dr Andi Siswandi, Kamis 17 Februari 2022.

Namun, gejala sekunder ini tidak selalu ada. Tergantung kondisi masing-masing. Ada yang mengalami peritonitis tapi tidak demam, mual, dan muntah. Hanya merasakan nyeri seluruh perut. 

Baca juga: Bandar Lampung PPKM Level 3, Pemprov Lampung Terapkan WFO 50 Persen Bagi ASN

Peritonitis tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena berisiko kematian.

Apalagi kalau yang mengalami peritonitis usianya sudah diatas 60 tahun, risiko kematiannya bisa lebih besar dibandingkan dengan yang masih muda.

Untuk itu jika mengalami peritonitis harus segera datang ke dokter agar mendapatkan penanganan lebih cepat.

Sebelum memberikan penanganan, dokter akan melakukan anamnesa ke pasien untuk mengetahui yang dialami peritonitis primer atau sekunder.

Sebab penanganan peritonitis primer dan sekunder beda. Misal pasien mengalami peritonitis sekunder karena usus buntu pecah. Penangananya hanya bisa dengan operasi. Tidak ada cara lain.

"Operasinya pun tidak boleh ditunda atau diulur-ulur waktunya. Operasinya harus dilakukan dengan cepat, karena operasi peritonitis seperti kejar-kejaran dengan waktu," kata dr Andi.

(Tribunlampung.co.id/Jelita Dini Kinanti)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved