Eksklusif Konsumsi Rokok Melonjak
Konsumsi Rokok di Lampung Meningkat, Pengamat Unila: Sebagian Orang Anggap Rokok Kebutuhan Primer
Konsumsi rokok di Lampung tinggi, akademisi Unila ingatkan masyarakat untuk memahami pengeluaran ideal.
Penulis: kiki adipratama | Editor: Dedi Sutomo
Konsumsi Rokok di Lampung Meningkat
Sementara, Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Lampung Mas'ud Rifai membenar jika konsumsi rokok di Lampung mengalami peningkatan dalam 3 tahun terakhir.
Dirinya mengatakan, jika pengeluaran untuk konsumsi rokok di Lampung mengalami kenaikan setiap tahunnya seiring dengan peningkatnya harga rokok.
"Ya kondisinya memang begitu sesuai dengan data yang ada. Tapi juga kita melihatnya harga kan juga naik," kata Mas'ud.
Mas'ud menuturkan, konsumsi rokok di Lampung memang besar. Bahkan, hal itu terjadi di kalangan masyarakat kelas bawah.
"Ya memang potretnya di level orang bawah sebagai pengeluaran tertinggi kedua. Tapi kalangan bawah ini memang (rokok) harga murah."
"Dan yang menarik rokok ini semakin hari semakin tinggi karena harganya tinggi mangkanya dia bisa nyalip kebutuhan pokok," ujar Mas'ud.
Berdasarkan survei BPS berdasarkan golongan pengeluaran per kapita per bulan, pengeluaran untuk rokok ini tertinggi untuk kelompok pengeluaran di atas Rp 1 jutaan.
Di kelompok ini, pengeluaran untuk rokok sebesar Rp 122.232, nomor dua setelah pengeluaran makanan dan minuman jadi.
Pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi sebesar Rp 220.830 ribu.
Kelompok pengeluaran ini dikategorikan BPS termasuk golongan sejahtera. Sebab pengeluaran untuk kelompok makanan lebih rendah dibanding bukan makanan.
Pengeluaran untuk kelompok makanan 790.624, sementara bukan makanan 866.780.
Sementara pada kelompok pengeluaran Rp 750 ribu-Rp 999.999, pengeluaran untuk rokok sebesar Rp 82.789. Lagi -lagi ini menempati urutan kedua pengeluaran terbesar setelah makanan dan minuman jadi.
Kemudian di kelompok dengan pengeluaran 500 ribu-Rp 749.999, pengeluaran untuk rokok sebesar Rp 55.595,setelah makanan dan minuman jadi Rp 80.405.
Dua kelompok pengeluaran terakhir, masuk kategori belum sejahtera. Sebab, pengeluaran untuk kelompok makanan masih lebih besar dibanding bukan makanan.
Berdasarkan keterangan BPS, pola pengeluaran dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menilai tingkat kesejahteraan penduduk.
Semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran maka makin baik tingkat perekonomian penduduk.
(Tribunlampung.co.id/Kiki Adipratama)