Eksklusif Konsumsi Rokok Melonjak

Konsumsi Rokok di Lampung Meningkat, Pengamat Unila: Sebagian Orang Anggap Rokok Kebutuhan Primer

Konsumsi rokok di Lampung tinggi, akademisi Unila ingatkan masyarakat untuk memahami pengeluaran ideal.

Penulis: kiki adipratama | Editor: Dedi Sutomo
Tribunlampung.co.id/Joviter/SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ
Ilustrasi Rokok - Konsumsi rokok di Lampung meningkat. Bahkan, konsumsi rokok di Lampung mengalahkan beras. Masyarakat diharapkan bisa memahami pengeluaran ideal. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Tingginya konsumsi rokok di Lampung dinilai banyak kalangan berdampak pada pemenuhan kebutuhan pokok.

Diketahui, dalam 3 tahun terakhir konsumsi rokok di Lampung terus meningkat.

Bahkan, konsumsi rokok di Lampung tidak terpengaruh kenaikan harga rokok.

Pengamat ekonomi dari Universitas Lampung (Unila) Nairobi mengungkapkan, masyarakat perlu memahami pengeluaran yang ideal.

Dikatakannya, ada tiga hal yang perlu dipahami dalam memanajemen pengeluaran. Diantaranya, kebutuhan primer, sekunder, dan tersier.

Baca juga: Konsumsi Rokok di Lampung Tak Terpengaruh Kenaikan Harga, Setiap Tahun Meningkat

Baca juga: Konsumsi Rokok di Lampung Meningkat, Tahun 2021 Urutan 2 pada Kelompok Barang Makanan

Kebutuhan primer merupakan kebutuhan pokok seperti makan dan minum.

Sementara kebutuhan sekunder seperti sandang dan papan. Kebutuhan tersier merupakan kebutuhan seperti kendaraan.

Saat ini banyak masyarakat yang cenderung mengeluarkan uang bukan berdasarkan kebutuhan, melainkan keinginan.

"Misalnya, seperti pengeluaran untuk membeli rokok," kata Nairobi.

Dijelaskannya, dilihat dari jenisnya, rokok masuk dalam kebutuhan sekunder.

Namun sebagian orang menempatkan rokok sebagai kebutuhan primer. Bahkan, uang yang dimiliki terkadang tidak cukup.

"Ini akibat masyarakat tidak mengerti mana kebutuhan primer, mana sekunder. Seperti kebutuhan rokok itu," ujar Nairobi.

Baca juga: Konsumsi Rokok di Lampung Kalahkan Beras, per Kapita per Bulan Rp 82.789

Baca juga: Kejari Bandar Lampung Setorkan Uang Rampasan Negara Rp 1,19 Miliar Lebih ke Bank Mandiri

Dikatakannya, sebetulnya tanpa rokok kita tetap bisa hidup. Namun bagi mereka yang sudah kecanduan, rokok ini menjadi kebutuhan primer. Mereka tidak bisa produktif tanpa rokok.

Agar tidak semakin sulit, maka masyarakat hendaknya bisa memilah-milah kebutuhan yang primer dan sekunder.

Hiduplah sesuai kebutuhan bukan keinginan. Bergayalah sesuai pendapatan.

Konsumsi Rokok di Lampung Meningkat

Sementara, Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Lampung Mas'ud Rifai membenar jika konsumsi rokok di Lampung mengalami peningkatan dalam 3 tahun terakhir.

Dirinya mengatakan, jika pengeluaran untuk konsumsi rokok di Lampung mengalami kenaikan setiap tahunnya seiring dengan peningkatnya harga rokok.

"Ya kondisinya memang begitu sesuai dengan data yang ada. Tapi juga kita melihatnya harga kan juga naik," kata Mas'ud.

Mas'ud menuturkan, konsumsi rokok di Lampung memang besar. Bahkan, hal itu terjadi di kalangan masyarakat kelas bawah.

"Ya memang potretnya di level orang bawah sebagai pengeluaran tertinggi kedua. Tapi kalangan bawah ini memang (rokok) harga murah."

"Dan yang menarik rokok ini semakin hari semakin tinggi karena harganya tinggi mangkanya dia bisa nyalip kebutuhan pokok," ujar Mas'ud.

Berdasarkan survei BPS berdasarkan golongan pengeluaran per kapita per bulan, pengeluaran untuk rokok ini tertinggi untuk kelompok pengeluaran di atas Rp 1 jutaan.

Di kelompok ini, pengeluaran untuk rokok sebesar Rp 122.232, nomor dua setelah pengeluaran makanan dan minuman jadi.
Pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi sebesar Rp 220.830 ribu.

Kelompok pengeluaran ini dikategorikan BPS termasuk golongan sejahtera. Sebab pengeluaran untuk kelompok makanan lebih rendah dibanding bukan makanan.

Pengeluaran untuk kelompok makanan 790.624, sementara bukan makanan 866.780.

Sementara pada kelompok pengeluaran Rp 750 ribu-Rp 999.999, pengeluaran untuk rokok sebesar Rp 82.789. Lagi -lagi ini menempati urutan kedua pengeluaran terbesar setelah makanan dan minuman jadi.

Kemudian di kelompok dengan pengeluaran 500 ribu-Rp 749.999, pengeluaran untuk rokok sebesar Rp 55.595,setelah makanan dan minuman jadi Rp 80.405.

Dua kelompok pengeluaran terakhir, masuk kategori belum sejahtera. Sebab, pengeluaran untuk kelompok makanan masih lebih besar dibanding bukan makanan.

Berdasarkan keterangan BPS, pola pengeluaran dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menilai tingkat kesejahteraan penduduk.
Semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran maka makin baik tingkat perekonomian penduduk.

(Tribunlampung.co.id/Kiki Adipratama)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved