Berita Lampung

Oknum ASN KDRT di Lampung Barat Divonis 8 Bulan, Kuasa Hukum Korban: Kami Sangat Kecewa

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Liwa tetap memvonis oknum ASN KDRT di Lampung Barat tersebut dengan hukuman 8 bulan penjara.

Penulis: Bobby Zoel Saputra | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Bobby Zoel Saputra
Kuasa Hukum korban Hilda Rina dan pihak korban saat konferensi pers di (Lembaga Bantuan Hukum) LBH Liwa, Rabu (28/9/2022). Oknum ASN KDRT di Lampung Barat divonis 8 bulan, kuasa hukum korban: kami sangat kecewa. 

Tribunlampung.co.id, Lampung Barat - Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan vonis putusan kasus oknum ASN KDRT di Lampung Barat Arta Dinata (38) kepada istrinya NMS (33) digelar hari ini, Rabu (28/9/2022).

Dengan berbagai reaksi kecewa dari masyarakat, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Liwa tetap memvonis oknum ASN KDRT di Lampung Barat tersebut dengan hukuman 8 bulan penjara.

Keputusan vonis 8 bulan untuk oknum ASN KDRT di Lampung Barat tersebut semakin menimbulkan reaksi kecewa dari masyarakat maupun pihak korban.

Hilda Rina selaku kuasa hukum korban menyayangkan dan sangat kecewa terhadap putusan hakim yang tetap memvonis terdakwa dengan hukuman 8 bulan.

Ia mengatakan putusan tersebut belum mewakili atas apa yang dialami dan dirasakan korban selama mengalami KDRT dari terdakwa.

Baca juga: Sat Lantas Polres Pringsewu Lampung Terapkan Pelat Nomor Kendaraan Putih

Baca juga: Tarif Bus AKDP Kelas Ekonomi Segera Naik, Kadishub: Tarif Akan Naik 23 Persen per Km

“Terus terang kami sangat kecewa, keputusan tersebut belum mewakili perasaan korban dan kondisi psikis yang Ia alami,” kata Hilda.

“Karena diketahui selain mengalami KDRT, korban juga mendapat ancama pembunuhan dari terdakwa dengan barang bukti sebuah pisau lipat belati,” tambahnya.

Selain itu Hilda juga mengatakan bahwa bukti hasil Visum Et Revertum dan hasil assesment Psikiater dari UPT Provinsi Lampung yang menunjukan korban mengalami trauma psikis juga tidak dibacakan dan tidak menjadi pertimbangan dalam sidang tadi.

Dari semua hal tersebut membuat pihak korban bertanya-tanya mengapa keputusan dari pengadilan seperti itu.

Sementara itu korban NMS juga menyampaikan rasa kecewa serta meminta dukungan untuk semua pihak agar dia bisa mendapatkan keadilan.

Ia juga meminta agar Kejaksaan Agung bisa meninjau hasil vonis putusan 8 bulan terhadap terdakwa.

“Sangat kecewa dengan keputusan dari majelis hakim, bagi saya keputusan tersebut tidak setimpal dengan yang saya rasakan dan alami,” kata korban.

“Saya mohon untuk Kejaksaan Agung bisa meinjau hasil vonis tersebut,” tambahnya.

“Selain itu juga saya memohon dukungannya untuk semua pihak dan masyarakat agar saya bisa mendapat keadilan,” terusnya.

Di lain sisi Sekretaris Pengadilan Negeri Liwa John Karnedi mengatakan bahwa hasil vonis 8 bulan untuk terdakwa berdasarkan dari hasil fakta persidangan.

John Karnedi mengatakan bahwa faktor utama terkait tuntutan 8 bulan tersebut ialah karena terdakwa dan korban masih terikat dalam hubungan pernikahan.

“Berdasarkan hasil saat proses persidangan, ada beberapa faktor penyebab mengapa terdakwa mendapat tuntutan 8 bulan,” kata dia.

“Diketahui bahwa terdakwa dan korban saat ini masih terikat dalam pernikahan,” terusnya.

Selain itu Jonh Karnedi juga mengatakan bahwa terdakwa telah memohon permintaan maaf kepada korban dan kelurga korban.

Terdakwa meminta permohonan maaf ke korban dengan harapan bisa mempertahankan hubungan pernikahan mereka.

“Terdakwa juga diketahui sudah meminta maaf kepada korban dan keluarga korban saat persidangan,” kata John Karnedi.

“Harapannya dengan permohonan maaf tersebut hubungan pernikahan mereka masih bisa dipertahankan,” tambahnya.

Namun terkait hal tersebut Hilda selaku kuasa hukum korban mengatakan bahwa hanya karena pihak korban sudah memaafkan bukan berarti tuntutan terhadap terdakwa bisa menjadi ringan.

“Apakah hanya korban sudah memaafkan tuntuan terdakwa bisa menjadi ringan,” kata Hilda.

“Banyak perkara yang terdakwanya meminta maaf langsung dengan korban dan korban memaafkan tapi hal tersebut tidak dijadikan pertimbangan JPU dalam menuntut terdakwa,” ucapnya.

“Berarti perkara KDRT dengan terdakwa Arta Dinata ini bisa dijadikan runtutan hukum untuk perkara-perkara KDRT berikutnya,” tambahnya

Selain itu Hilda juga mengatakan bahwa terdakwa meminta maaf bukan inisiatifnya sendiri, namun karena permintaan hakim.

“Terdakwa itu meminta maaf bukan inisiatifnya tapi dikarenakan hakim yg bertanya,” kata Hilda.

“Itu pun terdakwa masih sempat berpikir-pikir untuk meminta maaf kepada korban,” lanjutnya.

Hilda dan seluruh keluarga korban berharap kasus ini akan menemukan titik terang, dan Kejaksaan Agung bisa segera meninjau terkait vonis 8 bulan untuk terdakwa tersebut.

Hal itu agar korban bisa mendapatkan keadilan dari semua yang telah Ia rasakan dan alami terkait KDRT yang dilakukan terdakwa yang terjadi sejak 2019 hingga 2022 tersebut.

Selain itu Hilda dan keluarga korban juga akan tetap membuat surat laporan ke Kejaksaan Agung RI untuk menuntut keadilan terkait putusan tuntutan tersebut.

Tembusan surat tersebut tahapnya akan berawal dari Menkumham dan Kejaksaan Tinggi Lampung, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, dengan tembusan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) dan Dinas PPA Provinsi Lampung, dan terakhir menyurati Mahkamah Agung RI.

(Tribunlampung.co.id/Bobby Zoel Saputra)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved