Berita Lampung
Perajin Tahu Tempe Lampung banyak Tidak Nikmati Kedelai Harga Subsidi
Kedelai impor selisih harga di Lampung baru terserap 3.839 ton dari total alokasi 40.000 ton.
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) mengaku perajin tahu tempe di Lampung belum banyak nikmati program selisih harga kedelai impor.
Program selisih harga kedelai impor dari pemerintah bertujuan membantu perajin tahu tempe dengan memberikan selisih harga Rp 1.000 lebih murah dari harga kedelai di pasaran.
Gakoptindo menyebut di Lampung baru terserap 3.839 ton dari total alokasi 40.000 ton padahal pemerintah sudah tetapkan selisih Rp 1.000 untuk kedelai impor tersebut.
Menurut Ketua Umum Gakoptindo Aip Syaifuddin, dengan kondisi itu realisasi volume penyaluran jauh dari target yang ditetapkan pemerintah.
Maka banyak perajin tahu tempe belum menimati harga kedelai yang lebih murah dari pasaran.
Baca juga: Pencuri dan Penadah di Lampung Tengah Pasrah Dijemput Polisi di Rumahnya
Baca juga: Bawaslu Pesisir Barat Lampung Temukan 13 Calon Panwascam Masuk Anggota Parpol
Aip menjelaskan dari mulainya program tersebut hadir pada April sampai Juli, baru 3.839 ton dari total alokasi 40.000 ton untuk wilayah Lampung.
Dengan begitu barulah sekitar Rp 3,839 miliar, karena selisih harga yang diberikan kepada pengerajin olahan kedelai ialah Rp 1.000 per kg.
"Jadi memang belum ada 10 persen dari total potensi," kata Aip, saat kunjungan kerja Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di Bandar Lampung, Jumat (30/9/2022).
Sementara target penyaluran selisih harga kedelai impor secara nasional yang sebanyak 800 ribu ton, baru terealisasi 80 ribu ton atau baru 10 persennya saja dari target.
Untuk informasi, program tersebut sebelumnya telah dilangsungkan selama empat bulan, yakni sejak April hingga Juli 2022.
Pemerintah memberikan kedelai impor yang mendapatkan selisih harga untuk pengerajin tahu dan tempe sebesar Rp 1.000 per kg melalui Perum Bulog.
Bantuan itu merespons tingginya harga kedelai impor.
Baca juga: Perajin Tempe di Lampung Diimbau Pakai Kedelai Lokal
Baca juga: Gakoptindo Lampung Minta Permudah Program Selisih Harga Kedelai Impor bagi Perajin Tahu Tempe
Harapannya, pengerajin tahu dan tempe dapat tetap produktif karena biaya produksi yang harus ditanggung sedikit berkurang.
Tujuan pemerintah memberikan program tersebut sebenarnya bagus dan bisa membantu perajin olahan kedelai.
Namun Aip Syaifuddin menjelaskan banyak kekurangan atau kesulitan yang dialami perajin tahu tempe untuk nikmati program itu.
Sehingga program menjadi kurang optimalnya untuk para perajin tahu dan tempe.
Misalnya seperti syarat yang terlalu berbelit yang harus di sediakan pengerajin untuk mendapatkan program selisih harga itu.
"Padahal, banyak pengerajin saat ini masih belum lengkap berkas-berkas usahanya,"
"Dokumennya pun kadang ada yang belum sesuai, misal antara lokasi usahanya dan lokasi di identitasnya kependudukannya, karena sewa dan atau sebagainya" jelas dia.
"Syarat yang harus by name by address ini juga menyulitkan," kata dia.
Selain itu, proses tender yang dihadirkan pun terbilang cukup rapat.
"Pengerajin harus tender ke Bulog dalam waktu dua minggu sekali, belum lagi Sabtu dan Minggu tidak bisa mereka gunakan untuk tender karena libur,"
"Sehingga, total waktu mereka produktif dalam satu bulan berkurang bahkan bisa sampai dengan dua minggu," terangnya melanjutkan.
Alhasil, selain meminta untuk dilanjutkan kembali, Gakoptindo meminta agar pemerintah dapat mempermudah proses pengerajin untuk mendapatkan program selisih harga kedelai impor tersebut.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan kemudian merespon penjelasan dari Gakoptindo tersebut.
Kementerian Perdagangan tetap akan memberikan selisih harga kedelai impor untuk para pengerajin tahu dan tempe.
Periode pelaksanaannya ialah dimulai pada Oktober sampai Desember akhir tahun ini.
Adapun selisih yang diberikan adalah sebesar Rp 1.000 per kilogram.
Nominal tersebut sama seperti bantuan diperiode sebelumnya.
"Nanti saya juga usulkan subsidinya dinaikan jadi Rp 1.500 ya," kata dia.
(Tribunlampung.co.id)