40 Anak Meninggal di Jakarta dan Penjelasan EG Diduga Biang Kerok Gagal Ginjal Akut
Kini sudah ada 241 kasus penyakit gagal ginjal akut yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Tribunlampung.co.id, Jakarta - Penyebaran penyakit gagal ginjal akut yang menyerang anak usia 0-18 tahun meningkat secara signifikan dalam dua bulan terakhir.
Kini sudah ada 241 kasus penyakit gagal ginjal akut yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Belum diketahui pasti penyebab penyakit gagal ginjal akut ini.
"Ada 133 pasien meninggal dunia," ungkap Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers, Jumat (21/10/2022).
Di Jakarta, per 20 Oktober 2022 tercatat ada 82 kasus gangguan ginjal akut yang dialami anak-anak.
Sebanyak 40 di antaranya meninggal dunia.
Baca juga: Kartu Prakerja Gelombang 47 Dibuka, Simak Tips dan Cara Agar Lolos
Baca juga: 14 Rating Drama Korea Terbaru Oktober 2022, Ada One Dollar Lawyer
Dari total 82 kasus penyakit ginjal akut yang ditemukan di ibu kota, sebanyak 60 kasus atau 85 persen terjadi pada balita dan 11 kasus lainnya atau 15 persen pada anak usia 5-18 tahun.
"Sebanyak 35 anak berdomisili di DKI Jakarta. Kemudian 9 dari Banten, Jawa Barat ada 16 kasus, dan 7 kasus di Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi)," ujar Kepala Dinkes DKI Widyastuti, Tribunnews.com melaporkan.
Sementara Profesor Farmakologi dan Farmasi Klinik Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada (UGM), Prof Dr Zullies Ikawati Apt, mengenalkan etilen glikol yang diduga jadi salah satu pemicu gangguan ginjal akut pada anak.
Menurutnya, etilen glikol (EG) bukan suatu bahan yang wajar ada pada obat-obatan.
Karena zat ini bersifat toksik.
"EG dan DEG bukan suatu bahan wajar yang ada pada suatu sediaan farmasi, karena sifatnya itu toksik,"
"Namun masih boleh sampai ambang toleransi tertentu," ungkapnya pada webinar yang diadakan UGM, Sabtu (22/10/2022).
Ia pun menjelaskan jika kedua zat ini dijumpai sebagai cemaran dalam bahan baku.
EG sendiri suatu senyawa yang bentuknya jernih, tidak bewarna, tidak berbau dan memiliki rasa manis.
Selain itu, EG secara sifat sangat larut dalam air dan alkohol.
Baca juga: Pengakuan Sule soal Foto Mesra Gaun Pengantin dengan Memes Prameswari
Baca juga: Kakak Rizky Billar Sesumbar TV yang Bakal Rugi Kalau Boikot Adiknya
Kerap kali digunakan sebagai senyawa anti beku karena bisa menurunkan titik beku dari air.
"Kemudian sering dipakai anti freze, itu bukan di bidang farmasi namun permesinan,"
"Seperti mobil, kapal, sebagai solusi, yang jelas bukan farmasi," paparnya lagi.
Menurut Zullies, senyawa ini juga seharusnya tidak ditemukan pada makanan, apa lagi obat-obatan.
Zat ini pada dasarnya tidak dapat bertahan lama di udara dan mudah rusak. Hanya butuh waktu 8-84 jam saja.
Sedangkan pada air, EG bisa bercampur, rentang dengan waktu paruhnya 2-12 hari di permukaan dan 4-24 hari di tanah.
Sedangkan etilen gilokol akan larut melalui tanah ke air tanah.
Sehingga bisa menjadi polutan senyawa digunakan untuk mesin kemudian dibuang bisa menjadi polutan.
Lebih lanjut ia pun menjelaskan dosis EG yang mengancam nyawa bagi manusia.
Manusia sendiri kata Zullies lebih sensitif dari pada hewan terhadap efek toksik akut EG dan DEG.
"Menurut revies ATSDR 2010, dosis mematikan EG yang dilaporkan pada manusia dewasa adalah 1,4-1,6 g," kayanya lagi.
Setelah wabah pertama keracunan DEG di Amerika, dosis mematikan darat-rata untuk DEG pada manusia diperkirakan 1,1 g/kg.
Oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Farmakope dan standar baku nasional yang diakui, ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Larang sirup
Kementerian Kesehatan meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup terkait penyakit gagal ginjal akut misterius.
Imbauan tersebut dampak dari adanya gagal ginjal akut misterius atau Acute Kidney Injury (AKI) yang tajam pada anak, utamanya di bawah usia 5 tahun.
Baca juga: Kiky Saputri Dilamar Muhammad Khairi setelah Beberapa Kali Gagal Menikah
Baca juga: Endang Mulyana Pilih ke Sini Ketimbang Hadiri Lesti Kejora dan Rizky Billar Berdamai
Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi oleh pasien, sementara ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan AKI atau gagal ginjal akut misterius.
Saat ini Kemenkes dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor risiko lainnya.
Kemenkes juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
"Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan," ujar juru bicara Kemenkes dr Syahril, Jakarta (19/10/2022), dikutip dari laman Kemenkes.
"Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria, atau lainnya," katanya.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. M Syahril mengatakan, gejala gagal ginjal akut pada anak memiliki gejala yang khas.
"Gagal ginjal akut pada anak ini memiliki gejala yang khas yakni penurunan volume urin secara tiba-tiba,"
Baca juga: Perasaan Kiki Amalia Bakal Menikah setelah 10 Tahun Menjanda "Geli-Geli di Perut"
Baca juga: Kalina Ocktaranny Dilabrak Istri Pejabat, Bantah sebagai Pelakor
"Bila anak mengalami gejala tersebut, sebaiknya segera dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut," imbau dr. Syahril, Selasa (18/10/2022).
Perlunya kewaspadaan orang tua yang memiliki anak balita dengan gejala penurunan jumlah air seni dan frekuensi buang air kecil dengan atau tanpa demam, diare, batuk pilek, mual dan muntah untuk segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
Keluarga pasien diminta membawa atau menginformasikan obat yang dikonsumsi sebelumnya dan menyampaikan riwayat penggunaan obat kepada tenaga kesehatan.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
(Tribunlampung.co.id)