Penyelewengan Pupuk Subsidi di Lampung
Polda Lampung Tangkap 2 Tersangka Penyelewengan 8,7 Ton Pupuk Subsidi
Polda Lampung amankan dua tersangka yang menyalahi aturan dalam penjulan pupuk subdisi dengan motif ekonomi.
Penulis: Hurri Agusto | Editor: Tri Yulianto
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Polda Lampung mengungkap kasus penyalahgunaan pupuk bersubsidi sebanyak 8,7 ton di Lampung Timur.
Polda Lampung menangkap dua tersangka berinisial DD dan IS dalam kasus penyalahgunaan 8,7 ton pupuk bersubsidi di Lampung Timur.
Dalam kasus ini Polda Lampung mengungkap adanya motif cari keuntungan dimulai dari tersangka IS yang jual kuota pupuk subsidi 8,7 ton kepada tersangka DD.
Kabag Wasidik Polda Lampung, AKBP M Fauzi mengatakan bahwa pihaknya telah mengungkap kasus penuntutan dan peradilan pidana ekonomi terkait penyalahgunaan pupuk bersubsidi.
Dia menjelaskan, kronologi kejadian bermula pada bulan Januari tahun 2022.
Ketika itu, pelaku berinisial IS selaku pemilik kios pupuk Bintang Jaya melakukan penyalahgunaan pendistribusian dan penjualan pupuk Urea bersubsidi pemerintah.
Baca juga: Terima Audensi Tribun Lampung, Bawaslu Lampung Ungkap Pengawasan Perekrutan PPK
Baca juga: Kronologi 2 Kereta Api Tabrakan di Rengas Bekri Lampung Tengah
Pelaku IS sendiri mendapat pupuk bersubsidi sebanyak 9 ton yang seharusnya di distribusikan kepada kelompok tani di daerah Sukadamai, Lampung Selatan.
Namun IS justru menjual 8,7 ton pupuk tersebut kepada pihak lain yang tidak berhak menerima.
"Pupuk tersebut merupakan produksi PT. Pupuk Indonesia (Persero) Group yang seharusnya didistribusikan untuk wilayah Dusun I Suka Damai Kec. Natar, Lampung
Selatan," ujar AKBP M Fauzi saat kenferensi pers, Senin (7/11/2022).
Tapi pupuk tersebut dijual oleh IS kepada DD yang bukan kelompok tani.
"Namun, pupuk tersebut justru dijual kepada DD yang bukan merupakan kelompok tani yang berhak dan beda wilayah/rayon," jelasnya.
Adapun DD sendiri merupakan pemilik Toko Berkah Abadi yang berlokasi di Dusun IV Kedaung, Kel. Jaya Asri, Metro Kibang, Lampung Timur.
Kemudian, pupuk tersebut dijual kembali oleh DD kepada petani di daerah Lampung Timur.
"Pupuk tersebut lalu dijual kembali olehn DD kepada mitra taninya di daerah Lampung Timur dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan,"
Diketahui, pupuk tersebut seharusnya dijual dengan harga Rp 112 ribu, namun DD justru menjual pupuk tersebut dengan harga Rp 150 ribu.
Akibatnya, kedua tersangka kini terancam pidana dengan pasal 6 ayat (1) huruf b Jo Pasal 1 Sub 3e Undang - Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955, Jo Pasal 8 ayat (1) Jo Pasal 2 ayat (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai Barang Dalam Pengawasan Jo Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) Jo Pasal 30 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian.
Kedua tersangka terancam hukuman penjara 2 (dua) tahun dan hukuman denda maksimal Rp 100.000.
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan Sosialisasi Perjanjian Kerjasama dengan Polda Lampung
Baca juga: Stok Pupuk Subsidi untuk Petani di Lampung Capai 29.144 Ton
Penyelewengan Pupuk Subsidi di Pringsewu
Kejaksaan Negeri Pringsewu mengungkap ada dugaan penyelewengan pupuk bersubsidi.
Kini status kasusnya sudah masuk ke tahap penyidikan.
Menurut Kepala Seksi Intelijen Kejari Pringsewu Median Suwardi, pihaknya telah melakukan operasi intelijen terkait pupuk subsidi dan ditemukan penyelewengan.
"Dugaan adanya praktik mafia pupuk di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu tahun anggaran 2021," ujar Suwardi, mewakili Kepala Kejaksaan Negeri Pringsewu Ade Indrawan, Selasa (24/5/2022).
Ia mengaku, selama ini Kejari Pringsewu telah menyelidiki distribusi pupuk subsidi.
Baca juga: DPRD Pringsewu Prihatin Adanya Peredaran Pupuk Ilegal Sejak 2019 di Pringsewu
Untuk mendukung operasi itu sudah diterbitkan surat perintah operasi intelijen nomor sp-ops- 01 /l.8.20/dek.1/01/2022 tanggal 24 Januari 2022.
Selanjutnya putusan itu diperpanjang dengan surat perintah operasi intelijen nomor: sp-ops-01.a/l.8.20/dek.1/03/2022 tanggal 10 Maret 2022.
Dalam proses penyelidikan, dimintai keterangan dari 35 pihak terkait.
Serta mengumpulkan beberapa peraturan terkait penyaluran dan pendistribusian pupuk bersubsidi yang menjadi acuan.
Aturan itu harus dipedomani oleh para pihak dari tingkat kelompok tani sampai produsen pupuk bersubsidi.
Kemudian dilanjut dengan pengumpulan informasi alur distribusi pupuk subsidi di Pringsewu tahun anggaran 2021.
"Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan oleh tim operasi intelijen terdapat beberapa indikasi yang menyebabkan penyaluran dan pendistribusian pupuk bersubsidi tidak tersalurkan sebagimana mestinya," jelas Suwardi.
Ia menambahkan, ada beberapa indikasi yang menyebabkan penyaluran dan pendistribusian pupuk bersubsidi tidak tersalurkan.
Mulai dari sistem distribusi yang mestinya dalam penyaluran dan pendistribusian pupuk bersubsidi, pihak yang berhak menerima pupuk bersubsidi adalah para petani yang tergabung dalam kelompok tani.
Kelompok tani memberikan data diri anggotanya sesuai KTP, bagi yang memiliki luas lahan yang tidak lebih dari 2 hektare.
Selain itu, anggota kelompok tani tersebut terdaftar dalam E-RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok secara elektronik) yang telah dikeluarkan Kementerian Pertanian.
Lalu, adanya petani yang tidak terdaftar namanya dalam RDKK namun dapat melakukan penebusan pupuk bersubsidi telah melanggar ketentuan pasal 19 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-Dag/Per/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian.
Lalu pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021.
"Dengan tidak maksimalnya verifikasi dan validasi serta pengawasan terhadap data kelompok tani dan juga teknis penyaluran pupuk bersubsidi ke kelompok tani menyebabkan manipulasi RDKK," terang Suwardi.
Ia menambahkan, dampaknya terjadi manipulasi data dalam RDKK.
Dan itu telah melanggar ketentuan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 67/Permentan/Sm.050/12/2016 Tentang Penyusunan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
"Harga penebusan pupuk bersubsidi yang ditebus anggota kelompok tani, yakni untuk Urea Rp 125.000, lalu pupuk NPK sebesar Rp 150.000. Padahal sesuai HET, Urea sebesar Rp 112.500 dan NPK Rp 115.000," terang Suwandi.
Ia mengaku, dengan fakta tersebut maka telah melanggar ketentuan pasal 12 ayat 2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2020 Tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Dengan demikian, ada dugaan mafia di wilayah hukum Pringsewu.
Sebab ditemukan berbagai indikasi perbuatan melawan hukum.
Sehingga menyebabkan tidak optimalnya distribusi pupuk subsidi di Kabupaten Pringsewu yang berpotensi merugikan keuangan negara. Maka penanganan masalah tersebut ditingkatkan ke tindak pidana khusus.
Suwardi menjelaskan, dari hasil operasi oleh tim intelijen, ditemukan pelanggaran dalam penyaluran dan pendistribusian pupuk bersubsidi kepada kelompok tani.
Hal itu sudah mengakibatkan proses penyaluran serta pendistribusian pupuk bersubsidi kepada para kelompok tani menjadi tidak tepat sasaran.
"Sehingga menimbulkan adanya kelangkaan pupuk bersubsidi yang terjadi di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu," jelas Suwardi.
( Tribunlampung.co.id / Hurri Agusto )