Berita Lampung

DP3AKB Pesisir Barat Akan Fasilitasi 13 Siswa yang Dikeluarkan Agar Bisa Kembali Sekolah

DP3AKB Pesisir Barat akan memfasilitasi agar 13 siswa yang dikeluarkan oleh pihak sekolah agar bisa kembali sekolah.

Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Saidal Arif
Dinas PPPAKB Pesisir Barat akan fasilitasi 13 anak yang dikeluarkan agar bisa kembali sekolah. 

Tribunlampung.co.id, Pesisir Barat - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Pesisir Barat tanggapi keputusan pihak Sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN1 Krui) yang mengeluarkan 13 siswa dari sekolah karena melanggar aturan kedisiplinan.

Kepala DP3AKB Kabupaten Pesisir Barat dr Budi Wiyono menyesalkan adanya kejadian tersebut.

“Kita tidak membenarkan tindakan anak-anak didik tersebut dalam melakukan pelanggaran, namun kita juga tidak sependapat dengan sanksi yang diberikan oleh sekolah berupa disuruh pindah ke sekolah lain," jelasnya.

Sebab kata dia, terkait kenakalan anak sekolah tersebut merupakan tanggung jawab bersama, mulai dari orang tua, pihak sekolah dan lainnya.

Lanjutnya, pihaknya akan memfasilitasi agar anak-anak yang dikeluarkan tersebut untuk bisa kembali sekolah.

"Karena namanya anak-anak mungkin saat ini mereka nakal tapi suatu saat mereka bakalan berubah," katanya.

Baca juga: 10 Bangunan di Tiga Kelurahan di Metro Berdiri di Atas Saluran Irigasi

Baca juga: Transmart Lampung Bantah Adanya Penyegelan, Atan: Hanya Ditempel Stiker

Namun dalam mendidik anak-anak itu agar menjadi lebih baik harus ada kerjasama dari pihak sekolah dan orang tua.

Selanjutnya, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kemenag Provinsi Lampung terkait permasalahan tersebut.

"Karena MAN itu kan dibawah naungan Kemenag bukan Dinas Pendidikan, kita sudah laporkan agar anak-anak tersebut agar bisa sekolah kembali," ungkapnya.

Selain itu, pihaknya juga akan memberikan pendampingan psikologi bagi anak-anak tersebut.

Sebab ditakutkan anak-anak tersebut mengalami trauma karena mendapatkan bulian dari kawan-kawannya.

"Kita lakukan pendampingan untuk beban pisikisnya dan kita akan edintifikasi sebenarnya permasalahannya apa," ucapnya.

"Kita juga berharap anak-anak yang mengalami gangguan pisikis dengan kasus ini bisa pulih kembali," sambungnya.

Selanjutnya, pihaknya mengimbau kepada sekolah MAN 1 Krui untuk mepertimbangkan kembali sanksi yang diberikan.

Sebab anak anak itu kata dia, sebagaimana disebutkan dalam Perpres wajib belajar 12 tahun.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Lembaga Pemerhati Hak Perempuan dan Anak (LPHPA) Provinsi Lampung Toni Fisher angkat bicara terkait keputusan yang diambil oleh pihak Sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN1 Krui) yang memberikan sanksi berat kepada 13 siswa yang melanggar aturan kedisiplinan.

Diketahui ke 13 siswa tersebut diarahkan pihak sekolah untuk mencari sekolah lain sebab telah melanggar kedisplinan dan telah mencapai jumlah 100 poin pelanggaran.

Toni Fisher selaku pemerhati hak perempuan dan anak mempertanyakan keputusan yang diambil oleh pihak sekolah MAN1 Krui tersebut.

Menurutnya, seharusnya pihak sekolah MAN1 Krui memahami penerapan sekolah ramah anak yang dicetuskan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian pendidikan, kementrian agama dan kementrian PPPA.

"Semestinya Kepala Sekolah MAN1 Krui itu memahami bahwa dalam program sekolah ramah anak tidak hanya berbicara infrastruktur saja, tapi bagaimana paradigma mendidik dan mengajar ada perubahan," jelasnya.

Para pendidik dan warga sekolah itu kata dia, semestinya harus mengerti dan memahami hak-hak anak.

Sekolah juga seharusnya punya program yang berbasis hak anak.

"Hal itu tertera di Undang–undang perlindungan anak juga tertera jelas di konvensi hak anak melalui Kepres 36 tahun 1990," katanya.

"Di sana dijelaskan dalam pasal 28, 29 tentang hak-hak anak di bidang pendidikan, dan juga tertera di pasal 54 undang undang perlindungan anak," sambungnya.

Lanjutnya, ia mendorong agar Kemenag provinsi Lampung untuk mengadakan evaluasi dan monitoring pelaksanaan penerapan madrasah ramah anak di sekolah tersebut.

Sehingga perlindungan anak benar-benar dilaksanakan oleh semua pihak stakeholder.

Kemudian, Toni Fisher juga meminta pihak sekolah agar memperhatikan karakter lingkungan daerah dan keadaan jaman dalam membuat aturan tata tertib sekolah.

"Seharusnya bila sekolah mau membuat peraturan tata tertib sekolah harus melihat juga pada karakter lingkungan daerah serta keadaan jaman," ungkapnya.

Sementara itu Plt Kepala sekolah MAN1 Krui Hifzon Kurnia Menjelaskan alasan pihaknya mengeluarkan ke 13 siswanya tersebut.

Menurutnya, para siswa-siswi tersebut dikeluarkan atau diarahkan mencari sekolah lain karena sudah banyak melakukan pelanggaran.

"Seperti satu orang siswa itu ketahuan merokok dan viral dimedia sosial (Medsos), Dua orang siswa lainya mabuk sampai mengakibatkan orang lain cidera," jelasnya.

Kemudian kata dia, baru-baru ini terjadi lagi video viral yang menunjukan tujuh siswi mabuk ditempat pariwisata Tanjung Setia.

Lalu ada juga siswa melakukan percobaan pencurian. 

"Tapi yang satu ini tidak kita pindahkan karena adanya perjanjian diatas materai untuk tidak mengulangi kembali," Jelas Hifzon.

“Jadi kami dari pihak sekolah menggarahkan anak-anak yang melakukan pelangaran disiplin ini dengan jumlah poin pelangaran 100 poin," bebernya.

Namun kata dia, sebelum jumlah poin siswa-siswi itu genap seratus, pihaknya sudah melakukan pembinaan dan memangil orang tua murid tersebut.

( Tribunlampung.co.id / Saidal Arif )

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved