Memilih Damai

Pemilih Kini Tak Peduli Calon di Pilpres 2024 Asalnya Suku Jawa atau Bukan

Ray Rangkuti menegaskan Pilpres 2024 pemilih sudah tidak peduli lagi dengan dikotomi calon yang berasal dari Suku Jawa atau Nonjawa.

KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti. Ray Rangkuti mengatakan, berdasarkan Survei Kedai Kopi 2021 lalu, dinyatakan sebesar 67 persen, sudah tidak peduli terhadap asal suku calon. 

Kemudian, Anies Baswedan yang sudah lalukan safari politik di sejumlah daerah di Indonesia. 

"Anies sudah kemana mana, sudah melonjak persenmya ya dibanding Prabowo Subianto," ujar Ray. 

Selanjutnya, Prabowo Subianto yang belum lakukan safari poltliknya, membuat elektabilitasnya tidak naik. 

"Karena belum jalan jalan, tapi kalau Januari  2023 ia sudah safari politik, nantinya elektabilitas akan naik, karena kita liat dilapangannya," tutur Ray. 

Tanggapan peneliti Litbang Kompas

Pada kesempatan sama, Peneliti Litbang Kompas, Yohan Wahyu menegaskan bahwa pemilihan pemimpin di Indonesia bukan berdasarkan kedekatan identitas.

Kedekatan identitas yang dimaksud Yohan adalah agama, suku, atau hal-hal yang lainnya.

"Terkait dengan hasil survei kepemimpinan nasional, masih didominasi dengan nama-nama yang selama ini juga beredar di lembaga survei yang lain ya," ujar Yohan dalam pemaparannya.

Yohan menyebutkan nama seperti Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan memang menjadi tiga nama yang menguasai 60 persen lebih total suara responden. 

Artinya di bawah tiga nama tersebut, memang banyak nama-nama yang bermunculan, tapi selisihnya cuku

"Bahkan survei Kompas menyebutkan kenapa milih Prabowo, Ganjar, atau Anies, itu tidak ada yang menjawab karena sama agamanya atau karena sama sukunya," ucap Yohan.

Ia mencontohkan, Ganjar dipilih karena merakyat. Prabowo dipilih karena tegas.

Lalu, Anies dipilih karena kinerjanya, dan mungkin karena asosiasi Gubernur DKI saat itu. 

Yohan menegaskan apabila dilihat dari trend kepemimpinan dari tahun ke tahun, memang tidak ada dimensi sosiologis yang begitu menguat.

Namun demikian, ia menyadari ke depan di masa mendatang, perilaku pemilih di Indonesia memang lebih banyak digerakkan oleh sentimen sosiologi. 

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved