Berita Lampung

Cerita Pilu Nenek di Lampung Selatan, 15 Tahun Mengais Sampah demi Menyambung Hidup

Sehari-hari, Nurdaliana bertahan hidup dengan mencari barang bekas di TPAS Lubuk Kamal, Desa Tajimalela, Kalianda, Lampung Selatan.

Tribunlampung.co.id / Dominius Desmantri Barus
Nurdaliana (70) mengais sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sementara (TPAS) Lubuk Kamal, Desa Tajimalela, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, Rabu (8/2/2023). 

Tribunlampung.co.id, Lampung Selatan - Seorang nenek di Desa Tajimalela, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan bernama Nurdaliana boleh dibilang punya nasib yang kurang beruntung.

Di usia yang sudah menginjak 70 tahun, ia mengalami cerita pilu karena masih harus mencari nafkah dengan mengais sampah.

Nurdaliana terpaksa melakukannya untuk bertahan hidup karena tinggal sebatang kara.

Suaminya sudah meninggal beberapa tahun lalu.

Sementara anak-anaknya bekerja dengan merantau ke luar Lampung.

Baca juga: Kisah Nenek Hamidiati di Natar Lampung Selatan, Dapat Rp 25 Ribu Sehari dari Sampah

"Hidup sendiri. Suami mah udah nggak ada. Anak-anak udah nggak tinggal bareng. Udah pada merantau," kata Nurdaliana, Rabu (8/2/2023).

Sehari-hari, Nurdaliana bertahan hidup dengan mencari barang bekas di Tempat Pembuangan Akhir Sementara (TPAS) Lubuk Kamal, Desa Tajimalela, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung.

Pekerjaan itu sudah dijalani Nurdaliana sejak 2008 silam atau kurang lebih selama 15 tahun terakhir.

Sebelumnya, Nurdaliana mengaku tinggal di Jawa.

Saat itu ia dan suami ditawari bekerja dengan mencari barang bekas di TPAS Lubuk Kamal, Desa Tajimalela, Kecamatan Kalianda.

Sejak saat itulah, ia dan suami memutuskan untuk pindah ke Lampung.

"Kalau mencari barang bekas udah 15 tahunan. Kalau saya dari Jawa. Ibu Cirebon, bapak dari Jawa Tengah. Tinggal di sini sejak mencari barang bekas di sini," ujarnya.

Belasan tahun mengais sampah membuat Nurdaliana sudah terbiasa dengan aroma tak sedap yang menyengat dari limbah sampah di TPAS Lubuk Kamal.

Baca juga: Walhi Lampung Nilai Pengelolaan Sampah di Bandar Lampung Masih Acak-acakan

Dalam sehari, ia bisa mengumpulkan sekitar 10-20 kg barang bekas.

Itu karena kondisi fisiknya sudah tidak setangguh dahulu.

Sampah itu dijual ke pengepul seharga Rp 2.500 per kg.

Nurdaliana biasanya mulai bekerja mencari barang bekas sejak pukul 08.00 WIB.

Lalu ia pulang sekitar pukul 14.00 WIB.

Itu karena ia harus bergantian dengan teman seprofesinya.

Nurdaliana mengaku pernah mendapat bantuan dari pemerintah.

Namun, kini tidak lagi.

Nurdaliana harus melawan rasa gatal dan aroma busuk sampah demi menyambung hidup.

"Harapannya, semoga saya bisa dapat bantuan lagi. Karena pendapatan dari barang bekas ini tidak banyak. Apalagi sekarang harga jualnya murah sekali," keluh Nurdaliana.

(Tribunlampung.co.id/Dominius Desmantri Barus)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved