Berita Lampung
21 Mahasiswa Lampung Dievakuasi Dampak Perang Militer dan Milisi RSF di Sudan
Sebanyak 21 mahasiswa asal Lampung dievakuasi pemerintah dari negara Sudan yang sedang berkonflik.
Penulis: Vincensius Soma Ferrer | Editor: soni
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Sebanyak 21 mahasiswa asal Lampung dievakuasi pemerintah dari negara Sudan yang sedang berkonflik. Sebanyak delapan orang di antaranya telah dipulangkan ke tanah air. Mereka ditempatkan sementara di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, sebelum dikembalikan ke Bumi Ruwa Jurai.
Sudan membara setelah dua kelompok berperang, yakni militer Sudan versus milisi (sipil yang dijadikan paramiliter) Rapid Support Forces (RSF) atau Pasukan Pendukung Reaksi Cepat.
Dua kelompok ini sejatinya telah sepakat memperpanjang gencatan senjata. Namun demikian, pertempuran tetap berlangsung.
Wakil Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Sudan, Nila Angelina, mengungkapkan, ada 21 mahasiswa asal Lampung yang sedang studi di Sudan. Ke-21 mahasiswa itu terdiri dari 16 mahasiswa dan lima mahasiswi.
“Iya, ada (mahasiswa asal Lampung yang dievakuasi dari Sudan). Mahasiswa ada 16 orang dan mahasiswi ada lima orang,” katanya saat dihubungi Tribun, Jumat (28/4) malam.
Nila menjelaskan, pemerintah telah mengevakuasi mahasiswa asal Lampung bersama sejumlah mahasiswa dari provinsi lain.
Khusus asal Lampung, mahasiswa yang sudah dievakuasi berjumlah delapan orang. Mereka bagian dari evakuasi tahap pemerintah yang dijalankan pemerintah.
“Itu (21 mahasiswa asal Lampung) secara keseluruhan. Tapi yang masuk evakuasi tahap pertama baru delapan orang. Empat mahasiswa dan empat mahasiswi,” ujar dara asal Kota Pagaralam, Sumatra Selatan, ini.
Nila menambahkan mahasiswa-mahasiswa asal Indonesia, termasuk dari Lampung, bersama warga negara Indonesia (WNI) lainnya kini berada di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur.
Baca juga: Sudan Pecah Perang Saudara, 56 Orang Tewas 595 Luka Parah, Tak Ada Korban WNI
Diinterogasi Tentara
Perang antara militer dan milisi RSF di Sudan tak hanya menyisakan trauma bagi rakyat di negara Benua Afrika tersebut.
Sejumlah WNI yang bermukim di sana juga mengalami hal serupa. Beruntung, mereka selamat.
Rahmawati, misalnya. Perempuan paruh baya asal Sukabumi, Jawa Barat, itu telah tiba di tanah air bersama ratusan WNI lainnya pada Jumat.
Ia dievakuasi dari Khartoum ke Port Sudan, Selasa (25/4) lalu.
Sempat bersitegang dengan majikan yang enggan mengantarkannya ke kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) karena kondisi perang, Rahmawati nekat pergi dari rumah majikan untuk bertemu WNI lainnya yang akan dievakuasi.
"Di sana parah banget. Saya pergi dari rumah majikan. Saya bilang, kalau nggak berani antar saya, biar saya jalan kaki sendiri," kata Rahmawati kepada Tribun Network di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat.
"Saya minta tolong dijemput karena majikan nggak mau antar saya. Saya nangis-nangis. Kata majikan, 'Boleh saja kamu keluar. Tapi kalau saya antar, saya mati. Kamu mati, saya mati. Kalau kamu maksa, mau mati, ya terserah," sambung Rahmawati.
Kondisi rumah majikan Rahmawati di Khartoum rusak berat terkena bom dan tembakan dua kelompok yang berseteru.
Pintu gerbang rumah bahkan hancur akibat bom. Batu-batu menembus kaca rumah hingga bertebaran di kamar-kamar.
Kondisi ini membuat Rahmawati bersikukuh segera pergi meninggalkan rumah majikan, bagaimana pun kondisinya nanti.
"Jadi, saya terpaksa. Mau mati, mau hidup, saya mau keluar dari sini dengan jalan kaki. Ya mungkin, kalau keluar, ketemu sama orang KBRI," ucapnya.
Rahmawati tidak berpikir lagi membawa barang-barang penting. Ia juga sudah tidak memikirkan gaji.
"Saya selamatkan nyawa saja. Nggak mikir gaji, nggak mikir apa, yang penting keluar. Hidup mati di luar yang penting saya ketemu orang Indonesia," ujarnya.
Sempat bertemu dengan sejumlah tentara, Rahmawati membisu seribu bahasa saat diinterogasi asal negaranya.
Ia hanya menunjukkan identitas lewat kaus merah putih yang dibawa. Ketakutan ditembak, Rahmawati hanya berpikir bisa bertemu orang Indonesia.
Ia membatin, kalaupun tidak selamat, minimal ada orang Indonesia yang mengetahui kondisinya.
"Di jalan itu, yang namanya peluru, beterbangan. Tentara-tentara itu tanya, 'Mau kemana? Filipina apa Indonesia?' Saking nggak bisa ngomong, saya perlihatkan kaus saya yang merah sama yang putih. Saking nggak kuatnya ngomong, karena perasaan saya mau ditembak-tembak," jelasnya.
Semenjak pecah perang di Sudan, majikan Rahmawati tidak pernah keluar rumah. Bom terus meledak dan peluru terus ditembakkan.
Ia pun bersyukur bisa berjumpa WNI lainnya hingga dievakuasi ke tanah air dengan selamat.
"Saya nekat. Mau ke mana saja, yang penting ketemu orang Indonesia. Alhamdulillah ketemu sama orang Indonesia sampai selamat," katanya.
Rahmawati kini ditampung sementara di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, bersama ratusan WNI lainnya yang dievakuasi pada tahap pertama.
Pemulangan ke daerah asal akan dilakukan oleh Kementerian Sosial, bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait.
Trauma Bising
Ahmad Hidayat (23), mahasiswa International University of Africa (IUA), masih trauma mendengar suara bising.
Pria asal Makassar, Sulawesi Selatan, ini lima hari bertahan di asrama kampusnya sampai tim KBRI Khartoum datang mengevakuasi.
“Sepanjang hari, 1x24 jam, suara ledakan rudal itu terdengar. Sampai sekarang saya masih trauma dengar suara kursi jatuh,” ucap Ahmad kepada Tribun Network.
Bersama istrinya, Ahmad bertahan hidup dengan makanan secukupnya, dibantu pasokan dari KBRI.
Makanan seadanya seperti mi instan dan air bersih sudah cukup mengisi perutnya.
“Listrik padam, air mati, internet tidak ada. Kami hanya bisa menunggu sampai akhirnya dievakuasi menuju Port Sudan,” tuturnya.
Ahmad bertahan hidup di asrama bersama WNI lainnya. Mereka saling berbagi makanan.
Perjalanan menuju Port Sudan bukan tanpa hambatan. Militer Sudan menghadang laju bus yang mengakut para WNI.
“Kami tidak tahu apa yang dibicarakan tim KBRI dengan militer selama perjalanan kurang lebih 20 jam dari Khartoum,” ujarnya.
Menurut Ahmad, wilayah yang betul-betul aman dari perang antara militer Sudan dan milisi RSF hanyalah Port Sudan.
Pemulihan
WNI yang dievakuasi dari Sudan akan ditempatkan sementara di Asrama Haji Pondok Gede selama lima hari ke depan.
Total 385 WNI yang dipulangkan pada tahap pertama akan mendapatkan sejumlah fasilitas kesehatan. Seperti vaksinasi dan pemulihan trauma psikologi.
“Kami juga melakukan assessment (penilaian) data terkait pemulangan WNI ke daerah asalnya masing-masing,” kata Asisten Deputi Kedaruratan Manajemen Pasca Bencana Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nelwan Harahap di Asrama Haji Pondok Gede.
Pemerintah menyiapkan sejumlah skenario. Pertama, memulangkan WNI secara mandiri dengan dijemput keluarga.
Kedua, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri meminta dukungan pemerintah daerah untuk memulangkan para WNI.
“Sampai hari ini, ada lima pemerintah daerah yang menyatakan kesiapannya, yaitu Pemprov Aceh, Jawa Timur, Lampung, Riau, dan Bengkulu,” ujar Nelwan.
Kemudian skenario ketiga, pemerintah berkoordinasi dengan lembaga kemanusiaan untuk memulangkan WNI yang kini ditempatkan sementara di Asrama Haji.
“Ini evakuasi tahap satu. Tahap kedua pada jam yang sama, yaitu 30 April. Kemudian 1 Mei, tahap terakhir, nanti menggunakan Boeing 737 TNI AU sebagai tim evakuasi penyapu,” jelas Nelwan seraya menambahkan evakuasi terakhir bertujuan memastikan tidak ada lagi WNI yang belum pulang di tengah konflik di Sudan. (Tribun Network/nas/ras/rin/wly/vincensius soma ferrer)
Polwan Polda Lampung Ziarah ke TMP Peringati Hari Jadi Polwan ke-77 |
![]() |
---|
Daftar 8 Pejabat Eselon III Lampung Selatan yang Baru Dilantik |
![]() |
---|
Bulog Lampung Sebut Stok Beras Bisa Suplai Provinsi Tetangga |
![]() |
---|
Bulog Lampung Tunggu Instruksi Pusat Soal Penyesuaian Harga Beras SPHP |
![]() |
---|
HET Beras Naik, Bulog Lampung Sebut Masih Jual Beras SPHP Rp 12.500 per Kg |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.