Berita Lampung
Sumur di Bandar Lampung Tidak Layak Dikonsumsi
Sejumlah penggiat lingkungan di Provinsi Lampung kompak waswas terhadap dampak perubahan iklim.
Penulis: Vincensius Soma Ferrer | Editor: soni
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Sejumlah penggiat lingkungan di Provinsi Lampung kompak waswas terhadap dampak perubahan iklim.
Para penggiat lingkungan mengaku cemas terhadap dampak perubahan iklim yang saat ini mulai dirasakan.
Dalam diskusi publik sejumlah komunitas dan organisasi yang diinisiasi Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) di Bandar Lampung, Rabu (14/6), salah satu dampak yang sangat terasa ialah kualitas air di Provinsi Lampung.
Berangkat dari data hasil survei Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung, forum tersebut menilai kualitas air di Lampung, khsusunya di Bandar Lampung tidak baik.
Surveyi tersebut menyebutkan, lima sumur di Bandar Lampung terkonfirmasi status 'colifrom' atau artinya terkontaminasi 'escherichia coli', namun dengan kadar nilai yang berbeda.
Sanitarian Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung Selvi Permatasari memaparkan, status coliform dari sumur-sumur masyarakat di lingkup puskesmas setempat bahkan ada mencapai 250 npm.
"Nilai tersebut lima kali lipat yang normalnya hanya sebesar 50 npm," jelas Silvi Permatasari.
Dengan angka tersebut, idealnya air sumur di Bandar Lampung tidak layak digunakan untuk kebutuhan konsumsi manusia.
Kemudian dari data Bappeda Provinsi Lampung, potensi ketersediaan air di Provinsi Lampung berkemungkinan menurun sebesar 12,4 persen pada tahun 2024.
Advisor Wash Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) Bambang Pujiatmoko menilai perubahan iklim tersebut, membawa kondisi krisis air di Provinsi Lampung.
"Krisis air ini, artinya bukan hanya kurang air, melainkan debit air kotor yang berlebih, misal saat banjir usai hujan," kata Bambang Pujiatmoko.
Menurut Bambang, berkurangnya kualitas air di Lampung membawa dampak masyarakat yang harus membeli air bersih untuk keperluan tertentu, seperti minum dan memasak.
Berkurangnya kualitas air akibat perubahan iklim, rupanya bukan hanya berdampak pada masyarakat secara langsung seperti hal di atas.
Sejumlah kecemasan penggiat lingkungan di Lampung, juga muncul dari sektor pertanian, kelautan, kesehatan, ekonomi rumah tangga, hingga sektor perempuan dan anak.
Menurut forum tersebut, usia anak merupakan sosok paling rentan terhadap perubahan iklim dari sektor apapun.
Pasalnya, usia anak memerlukan air untuk proses tumbuh kembang yang optimal.
Selain itu, orang tua yang pekerjaannya berkecimpung langsung pada sektor air seperti nelayan dan petani, usia anak akan berdampak pula terhadap proses konsumsinya juga penghasilan orang tua tidak optimal karena perubahan iklim itu sendiri.
Fungsional Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Yulian juga membeberkan terdapat dampak kesehatan akibat kualitas air yang rendah akibat perubahan iklim di Lampung
Misalnya, kata Yulian, adalah masih adanya tren kasus malaria di Provinsi Lampung yang masih terjadi. "Malaria masih ada di kawasan pesisir Lampung, yang memang rendah kualitas airnya.
Dari 15 kabupaten dan kota di Lampung, Pesawaran dan Bandar Lampung saat ini belum lulus eliminasi malaria, khsusunya karena daerah pesisir yang masih menyumbangkan kasus tersebut," kata Yulian.
( Tribunlampung / V Soma Ferrer )
Prakiraan Cuaca Lampung Hari Ini 18 September 2025, Hujan Petir di Lampung Barat |
![]() |
---|
Suara Aneh dari Ruko Ungkap Aksi Rudapaksa Satpam SMK |
![]() |
---|
Warga Bandar Lampung Rutin Cuci Darah Ucap Syukur Jadi Peserta JKN |
![]() |
---|
Bejatnya Satpam di Pringsewu Rudapaksa Siswi SD Berkali-kali |
![]() |
---|
Kopi Bubuk Sangrai Lampung Punya Banyak Kelebihan, Bakal Munculkan Pelaku Ekspor Baru |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.