Pemilu 2024

Politik Uang Disinggung sebagai Alasan MK Putuskan Sistem Pemilu Terbuka

Pelaksanaan sistem Pemilu 2024 secara proporsional terbuka setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sistem proposional tertutup.

Tribunnews.com
Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkapkan beberapa alasan terkait putusan menolak gugatan sistem Pemilu tertutup yakni soal poltiik uang hingga ancaman terhadap NKRI. 

"Dengan pengaturan yang bersifat antisipatif tersebut, pilihan sistem pemilihan umum yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang akan dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat mengancam keberadaan sekaligus keberlangsungan ideologi Pancasila dan NKRI," kata hakim.

Kedua, hakim juga menolak dalil penggugat yang menyebut sistem pemilu terbuka semakin membuat maraknya politik uang.

Namun, menurut hakim anggota Saldi Isra, praktik politik uang akan terjadi dalam jenis sistem pemilu apapun.

Sehingga, Saldi pun memberikan solusi yaitu perbaikan komitmen, penegakan hukum yang harus dilaksanakan, dan pemberian pendidikan politik untuk menolak adanya politik uang.

"Sikap inipun sesungguhnya merupakan penegasan Mahkamah, bahwa praktik politik uang tidak dapat dibenarkan sama sekali," tuturnya.

Terakhir, hakim pun menilai dalil-dalil yang dituliskan penggugat bukan menjadi landasan untuk mengubah sistem pemilu.

Namun, penyelenggaraan pemilu perlu adanya perbaikan di beberapa aspek lain seperti sistem kepartaian hingga kaderisasi.

"Menurut Mahkamah, perbaikan dan penyelenggaraan pemilihan umum dapat dilakukan dalam berbagai aspek, mulai dari sistem kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hak dan kebebasan berekspresi serta mengemukakan pendapat, kemajemukan ideologi, kaderisasi dalam tubuh partai politik, hingga kepentingan dan aspirasi masyarakat yang direpresentasikan oleh partai politik," kata hakim Saldi Isra.

Sebagai informasi, dalam putusan MK ini, ada hakim yang menyatakan beda pendapat atau dissenting opinion yaitu Arief Hidayat.

Seperti diketahui, sistem pemilu proporsional terbuka yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum digugat oleh beberapa orang.

Berdasarkan berkas yang diunggah di laman MK, orang yang menggugat, yaitu Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marjiono.

Para penggugat tersebut memohon agar sistem Pemilu 2024 digelar dengan proporsional tertutup.

Di sisi lain, ada delapan partai politik di parlemen selain PDIP yang tetap menginginkan sistem pemilu digelar secara proporsional terbuka.

Kedelapan partai tersebut yaitu Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, PKS, Demokrat, dan PPP.

Lalu, persidangan terakhir digelar pada 30 Mei 2023 lalu.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved