Berita Lampung

Forum Pengada Layanan Dorong Aparat Penegak Hukum Usut Tuntas Kematian Santri Ponpes  

Damar Lampung meminta kepada aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kematian MF (16) santri di Pondok Pesantren Miftahul Huda 606.

|
Penulis: Dominius Desmantri Barus | Editor: muhammadazhim
Tribunlampung.co.id/Dominius Desmantri Barus
Pondok pesantren Miftahul Huda 606, di desa Agom, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Lampung Selatan - Forum Pengada Layanan Ana Yunita Pratiwi meminta kepada aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kematian MF (16) santri di Pondok Pesantren Miftahul Huda 606, Desa Agom, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan, Lampung yang diduga meninggal dunia karena penganiayaan.

Sebelumnya diberitakan MF (16) santri pondok pesantren Miftahul Huda 606 di Desa Agom, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan meninggal dunia diduga setelah latihan kenaikan sabuk pencak silat di pondoknya.

MF diduga mendapatkan mahar atau hukuman dari seniornya di pencak silat di pondok pesantren Miftahul Huda 606.

MF meninggal dunia di RSUD Bob Bazar Kalianda, Desa Agom, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan, Lampung, Minggu (3/3/2024).

Sampai saat ini, Polres Lampung Selatan telah memeriksa 11 orang saksi dalam kasus kematian MF santri pondok pesantren Miftahul Huda 606, di desa Agom, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan, Lampung.

MF merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ecep Marwan dan Epi Yulita, warga Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan, Lampung.

MF merupakan santri kelas 1 di pondok pesantren Miftahul Huda 606, Desa Agom, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan.

 MF merupakan atlet pencak silat dan mengikuti ekstra kulikuler pencak silat di pondok pesantren Miftahul Huda 606, Desa Agom.

Forum Pengada Layanan Ana Yunita Pratiwi menyebut, segala bentuk kekerasan terhadap anak melanggar hak anak dengan mencerabut hak hidupnya.

"Ini jelas tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 76 C dan pasal 80 ayat (3) UU nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dan bisa dipidana paling lama 15 tahun," kata Ana, Minggu (10/3/2024).

Apalagi, menurutnya, berdasarkan informasi dari rumah sakit dan hasil visum menunjukkan bukti dugaan tindak kekerasan sehingga mengakibatkan anak meninggal dunia.

"Hukum dan keadilan bagi korban dan keluarga harus ditegakkan agar ada efek jera pada pelaku. Kepolisian juga harus menunjukkan keberpihakannya pada korban," katanya

"Dilapangan masih banyak ditemukan upaya-upaya restorative justice yang dilakukan dengan dalih sebagai alternatif penyelesaian pidana diluar peradilan," sambungnya.

Namun menurutnya, langka RJ yang dilakukan tanpa mempertimbangkan kerugian, dampak kematian dan pelanggaran HAM yang telah dilakukan.

"Padahal jelas dalam Perkapolri nomor 8 tahun 2021 tentang penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restorative bahwa penyelesaian tindak pidananya dapat dilakukan penyelesaian untuk pidana ringan," katanya.

"Apakah kekerasan yang mengakibatkan kematian seseorang ini pidana ringan??," ucapnya.

Ia meminta proses hukum harus terus berlanjut dan tidak bisa dihentikan sekalipun upaya damai dilakukan.

Karena menurutnya, kasus kekerasan terhadap anak bukanlah delik aduan.

( Tribunlampung.co.id / Dominius Desmantri Barus ) 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved