Berita Lampung
Perpusda Lampung Ungkap Hanya 8 Perpustakaan Desa di Lampung yang Sudah Terakreditasi
Perpusda Provinsi Lampung menyatakan hanya mendapati 8 perpustakaan desa di Lampung yang sudah mengantongi akreditasi.
Penulis: Agustina Suryati | Editor: taryono
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar Lampung- Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Perpusda) Provinsi Lampung menyatakan hanya mendapati 8 perpustakaan desa di Lampung yang sudah mengantongi akreditasi.
"Baru ada 8 perpustakaan desa yang mengantongi akreditasi dari 1.385 perpustakaan desa dan TBM yang tersebar di Provinsi Lampung," kata Kepala Dinas Perpusda Provinsi Lampung, Risky.
Diketahui jumlah perpustakaan desa yang ada di Provinsi Lampung ini pun baru ada setengah dari jumlah total desa yang tersebar di 15 kabupaten/kota di Lampung, yakni dari 2.654 desa baru 1.385 desa yang memiliki perpustakaan.
Berdasarkan data yang tercatat oleh Perpusda Lampung 8 perpustakaan desa yang terakreditasi meliputi Perpustakaan Desa Anugrah Dwi Mulyo, Rumah Pintar Yosorejo, Rumah Pintar Kelurahan Mulyojati, Rumah Pintar Hadimulyo Timur, Rumah Pintar Kelurahan Yosomulyo, Rumah Pintar Marsodadi, dan Rumah Pintar Rojomulyo.
Lebih lanjut, Rizky mengatakan kriteria akreditasi mecakup indikator jumlah buku, pengelolaan, maupun SDM.
"Yang jelas instrumen penilaian akreditasi meliputi sembilan komponen yaitu koleksi perpustakaan, sarana prasarana, pelayanan, tenaga, penyelenggaraan perpustakaan, pengelolaan perpustakaan, inovasi dan kreativitas, Tingkat Kegemaran Membaca atau TGM, serta Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat atau IPLM,” urainya saat dihubungi Tribunlampung.co.id di Bandar Lampung, Senin (15/4/2024)
Rizky menggaris bawahi salah satu kriteria yang paling utama ialah menyangkut koleksi buku dan tenaga pustakawan yang mengelola.
Menurutnya setidaknya satu perpustakaan desa harus memiliki 1.000 buku untuk bisa memenuhi standar akreditasi yang sudah ditentukan oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas).
Akan tetapi, pada kenyataannya jarang ada perpustakan desa sudah mencapai jumlah tersebut.
Rizky mengungkapkan, masih banyak desa/keluarahan yang tergerak untuk mengalirkan dana desa yang sudah dianggarkan guna memenuhi koleksi buku di perpustakaan desa.
Meski demikian pihaknya paham bahwa kebanyakan desa lebih memprioritaskan anggaran untuk revitalisasi infrastruktur seperti jalan, bangunan sekolah, dan sebagainya yang dianggap lebih penting ketimbang memnuhi koleksi bahan bacaan di perpustakaan.
Ada pula yang menganggap bahwa buku kurikulum yang didapat dari pemerintah sudah menambah koleksi bahan bacaan di perpustakaan.
Walau secara aturan buku kurikulum atau buku pelajaran sekolah tidak termasuk dalam kategori buku koleksi.
Memang, urai dia, kondisi di Provinsi Lampung memiliki tantangan tersendiri dalam meningkatkan minat baca.
"Itulah seninya dalam membangun literasi itu pasti ada hambatan dan tantangannya," katanya.
Hal itu tercermin dari pengelola perpustakaan desa maupun sekolah yang lebih memprioritaskan infrastruktur dari pada buku bacaan.
Ia paham anggaran sekolah maupun desa terbatas.
"Ada DD maupun dana BOS. Cuma Kita sadar bisa jadi karena gedungnya rusak sehingga butuh segera direnovasi, seperti di pulau Jawa itu pengelola perpustakaan lebih kreatif tidak mengandalkan anggaran pemerintah," jelasnya.
Namun, harusnya bukan menjadi hambatan yang tidak bisa diatasi apabila diberi perhatian pada pembinaan terkait cara berpikir kreatif untuk berkolaborasi dengan stakeholder agar tidak hanya mengandalkan dana dari pemerintah saja.
"Kami mencoba memberi pemahaman kepada teman-teman di daerah tidak terlalu mengandalkan anggaran dari pemerintah yang memang tidak banyak. Untuk buku ini mungkin mereka bisa sedikit berkreasi misalnya ke komite atau sekolah tapi saya pikir masih banyak dari mereka yang masih terlalu takut untuk ini," jelasnya.
Kendati demikian, Ia optimis melalui upaya pembinaan yang berkelanjutan, indeks literasi masyarakat di Provinsi Lampung akan mengalami pepeningkatan.
"Mangkanya kami juga ke desa melakukan pembinaan untuk memberikan jalan dan merefresh cara berpikir mereka bagaimana mereka bisa lebih kreatif lagi apabila ingin perpustakaan mereka memenuhi standar. Karena memang harus ada bukunya dulu, sudah ada bukunya, harus ada pengelolanya, lalu ada pengunjungnya juga dengan ditandai dengan daftar kunjungan itu," katanya.
Baginya, pengoptimalan perpustakaan desa dan TBM merupakan investasi masa depan yang dapat membuahkan SDM unggul lantaran tercapainya indeks literasi tinggi di Provinsi Sai Bumi Ruwa Jurai.
Pihaknya bersyukur saat ini perpustakaan desa telah menjadi sasaran utama Perpusnas melalui program terbaru yakni TPBIS (Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial) untuk seluruh Indonesia.
Sebagai informasi, Taman Baca Masyarakat (TBM) dan perpustakaan desa menjadi salah satu fokus utama dalam pembinaan untuk meningkatkan literasi masyarakat terutama di seluruh wilayah Lampung.
Pihaknya bersama Prmprov kemudian mengajak seluruh elemen untuk dapat berperan aktif meningkatkan literasi di Lampung.
"Seperti tagline dimulai dari desa. Tujuan akhirnya tidak lain untuk meningkatkan minat baca di Provinsi Lampung," tutupnya.
(Tribunlampung.co.id/Agustina Suryati)
Polresta Maksimalkan Upaya Jaga Keamanan Bandar Lampung |
![]() |
---|
Kapolres Pringsewu Ajak Warga Jaga Kondusifitas Pasca Insiden Jakarta |
![]() |
---|
Klarifikasi Dokter RSUDAM Billy Rosan atas Kasus Meninggalnya Bayi Alesha |
![]() |
---|
DKL Bersiap Sambut Pameran dan Konser Musik Anak |
![]() |
---|
Keluarga Kenang Sosok "Kopral", Nelayan Hilang saat KM Tegar Jaya Tenggelam di Pesawaran |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.